Industri Keramik Berdarah-darah, Pengusaha Sesalkan Lambatnya Penetapan Bea Masuk Anti Dumping

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) sangat menyayangkan lambatnya penetapan Peraturan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor keramik asal Tiongkok.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Okt 2024, 05:30 WIB
Ilustrasi pemasangan nat pada lantai. (dok. Gappu/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) sangat menyayangkan lambatnya penetapan Peraturan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor keramik asal Tiongkok.

Sebelumnya, pada bulan Agustus 2024 lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan tentang Pengenaan BMAD atas impor ubin keramik asal Tiongkok.

 

"Asaki mempertanyakan keseriusan dan kehadiran pemerintah, karena seperti yang diketahui bersama bahwa sudah lebih dari dua bulan sejak tanggal Surat Keputusan Mendag tentang Pengenaan BMAD atas impor ubin keramik asal Tiongkok, namun sampai saat ini belum dikeluarkannya aturan BMAD," tegas Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto di Jakarta, dikutip Kamis (10/10/2024).

Edy menyebut bahwa tidak bisa dipungkiri penyebab utama kinerja industri keramik nasional menurun dari tahun ke tahun diakibatkan oleh gempuran produk impor ubin keramik asal Tiongkok yang telah terbukti melakukan unfair trade berupa tindankan dumping.

"Asaki sangat menyayangkan seharusnya pemerintah bisa mengutamakan kepentingan industri nasional yang saat ini sedang terpuruk dan terlihat jelas dari angka PMI Agustus dan September 2024 yang mengalami kontraksi," papar Edy.

Menurutnya, akibat belum dikeluarkannya aturan BMAD atas impor ubin keramik asal Tiongkok, tentunya memberi peluang bagi para importir untuk terus melakukan kegiatan importasi dengan jumlah volume impor yang sangat masif diatas angka rata-rata impor sebelumnya.

"Ini sebagai upaya importir untuk menghindari pengenaan BMAD yang diperkirakan sebesar 40 - 50% sampai dikeluarkannya aturan BMAD tersebut, sehingga membuat kebijakan BMAD kurang efektif untuk jangka waktu beberapa bulan kedepan, karena importir telah menyiapkan stock produk keramik dalam jumlah masif untuk membanjiri pasar domestik yang mana pada bulan Agustus sampai November merupakan peak season permintaan keramik setiap tahunnya," papar Edy.

Oleh karena itu, Asaki menyayangkan terhadap pemerintah yang tidak memiliki sense of crisis terhadap nasib industri keramik nasional.

Meski demikian, Asaki mengakui jika Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan telah berupaya keras melindungi industri keramik dari praktek kecurangan tindakan dumping dari Tiongkok. "Oleh karena itu, kami meminta atensi langsung dari Presiden Jokowi dan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menyelamatkan industri keramik nasional," tutup Edy.


Industri Keramik Diujung Tanduk, Pengusaha Desak Sri Mulyani Lakukan Ini

Diperkirakan Industri keramik nasional mulai bangkit tahun depan, Jakarta, Selasa (29/11). Kebangkitan industri keramik ditandai penurunan harga gas industri dan stabilnya pertumbuhan ekonomi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mendesak pemerintah gerek cepat menyelamatkan industri keramik nasional dengan segera menerapkan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk keramik impor asal Tiongkok.

Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto mengatakan, pihaknya telah menyurati Meteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait BMAD untuk ubin keramik impor asal Tiongkok.

“Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sudah lebih dari 30 hari sejak tanggal Surat Keputusan Meteri Perdagangan tentang Pengenaan BMAD atas impor ubin keramik asal Tiongkok, namun sampai saat ini belum dikeluarkannya PMK BMAD oleh Menkeu,” jelas Edy di Jakarta (6/9).

Dikatakan Edy, tidak bisa dipungkiri penyebab utama kinerja industri keramik nasional yang menurun dari tahun ke tahun diakibatkan oleh gempuran produk impor ubin keramik asal Tiongkok yang telah terbukti melakukan unfair trade berupa tindakan dumping.

“Asaki sangat menyayangkan seharusnya pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan bisa mengutamakan kepentingan industri nasional yang saat ini sedang terpuruk dan terlihat jelas dari angka PMI Juli dan Agustus yang mengalami kontrkasi,” tambahnya.

Adapun dampak negatif dan kerugian sangat jelas antara lain, pertama, terjadinya penurunan tingkat utilisasi produk keramik nasional pada semester I-2024 yang hanya mampu beroperasi di level 62%, turun dibandingkan tahun 2023 sebesar 69%, dan tahin 2022 sebesar 78%.

Kedua, terjadi defisit transaksi ekspor dan impor keramik dalam kurun maktu lima tahun terakhir sebesar USD 1,24 miliar (2028 - 2023) yang semestinya tidak perlu terjadi karena industri keramik nasional memiliki kapasitas produksi 625 juta m2 per tahun yang mampu memenuhi semua kebutuhan keramik dalam negeri.

 


PHK Tenaga Kerja

Suasana salah satu toko penjual keramik di Jakarta, Selasa (29/11). Pada 2017, penjualan keramik diperkirakan naik 5% menjadi 357 juta m2. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketiga, terdapat lebih dari 6 perusahaan dalam waktu beberapa tahun terakhir yang terpaksa menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya, sehingga menyebabkan terjadinya perumahan dan PHK tenaga kerja.

Keempat, angka volume impor dari Tiongkok semester I - 2024 ini naik kembali sebesar 11,6% menjadi 34,9 juta m2.

Edy menyebut bahwa lambannya PMK BMAD atas impor ubin keramik asal Tiongkok tentunya memberi peluang bagi para importir untuk terus melakukan kegiatan importasi dengan jumlah volume impor yang sangat masif di atas angra rata-rata impor sebelumnya setelah diberitakan besaran BMAD oleh Menteri Perdagangan di berbagai media di awal Agustus lalu.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya