, Berlin - Jerman kabarnya tengah mengalami kelangkaan obat.
Laporan DW Indonesia yang dikutip Jumat (11/10/2024) menyebut bahwa obat antibiotik, sirup penurun panas - bahkan larutan garam tak diproduksi lagi di Jerman dan Uni Eropa termasuk ratusan obat lainnya. Semua harus diimpor dari luar negeri.
Advertisement
Harganya hanya beberapa sen euro, tapi barangnya langka: Larutan garam yang biasa dipakai untuk infus akhir-akhir ini tidak banyak tersedia di rumah sakit dan apotek di Jerman. Padahal larutan garam ini sangat dibutuhkan untuk operasi dan infus.
Menurut Thomas Preis, ketua Asosiasi Apoteker di negara bagian Nordrhein-Westfalen (NRW), situasinya bahkan memburuk secara dramatis dalam beberapa bulan terakhir. "Apa yang menjadi masalah besar di klinik selama berbulan-bulan, sekarang juga mempengaruhi perawatan pasien rawat jalan,” ujarnya.
Kementerian Kesehatan NRW membenarkan kelangkaan itu. "Klinik-klinik di NRW dan seluruh Jerman biasanya hanya memenuhi sekitar 80 persen dari kebutuhan mereka selama beberapa bulan, dan saat ini hanya tinggal sekitar 50 persen,” kata Kementerian Kesehatan NRW dalam sebuah keterangan pers. Menurut Badan Obat-obatan dan Alat Kesehatan Jerman, BfArM, situasi ini akan berlangsung selama berbulan-bulan ke depan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Jerman berulang kali dilanda kelangkaan obat-obatan seperti antibiotik dan obat-obatan untuk anak-anak. Dengan konsekuensi yang serius: menurut survei yang dilakukan pada anggota asosiasi profesi dokter anak pada awal 2024, sekitar sepertiga bahkan melihat kelangkaan itu bisa berisiko menurunkan kualitas pengobatan.
Menurut survei itu, pengobatan menjadi lebih kompleks karena dokter harus memeriksa terlebih dahulu obat mana yang tersedia di apotik dan mana yang tidak, sebelum memulai pengobatan. Secara total, Asosiasi Apoteker Jerman menghitung ada sekitar 500 obat yang semakin langka.
Kelangkaan Obat Juga Melanda Uni Eropa
Bukan hanya Jerman yang mengalami masalah itu. Negara-negara Uni Eropa (UE) lain juga terkena dampak kemacetan pasokan. Menurut survei tahun 2023 yang dilakukan oleh Kelompok Farmasi Uni Eropa PGEU, situasinya belakangan makin memburuk di beberapa negara, termasuk Swedia, Portugal, dan Spanyol.
Penyebab kelangkaan obat-obatan sangat kompleks, begitu pula dengan produksi obat-obatan saat ini. Meskipun Jerman punya perusahaan farmasi besar dan terkenal seperti Bayer, BASF, Boehringer Ingelheim dan BioNTech, tahapan produksi kini terpecah dan tersebar di seluruh dunia - dengan jangka waktu yang panjang dan karena itu berpotensi mengganggu rantai pasokan.
Sebagian besar bahan aktif untuk obat-obatan sekarang diproduksi di China dan India. Di sana biaya produksi lebih rendah dan peraturan lingkungan juga lebih longgar. Selain itu, semakin banyak perusahaan besar yang mendominasi pasar. "Misalnya dulu kita punya sepuluh pemasok sirup paracetamol untuk demam, sekarang hanya tersisa satu pemasok utama,” kata Profesor David Francas, pakar rantai pasokan dari Universitas Worms kepada DW.
"Jadi kami hanya bergantung pada beberapa produsen saja. Dan kalau ada masalah pada salah satu produsen, maka seluruh rantai pasokan akan terhenti,” jelas Profesor Ulrike Holzgrabe, pakar kimia farmasi dan obat-obatan dari Universitas Würzburg. "Jika terjadi bencana kecil pada jalur pengiriman, seperti penutupan pelabuhan di Shanghai saat pandemi Virus Corona, atau kapal terdampar di Terusan Suez – maka barang tidak sampai ke sini.”
Advertisement