Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Eddy Wijaya melakukan wawancara dengan sejumlah topik menarik bersama Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kapuspenkum Kejagung RI) Harli Siregar di program EdShareOn, Eddy Sharing and Discussion.
Salah satu topiknya adalah keberanian Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus korupsi 'big-fish'. Di bawah kepemimpinan Kepala Kejaksaan Agung, ST Burhanuddin, Jampidsus berhasil mengungkap sejumlah kasus megakorupsi yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Advertisement
Kasus yang masih hangat diberitakan adalah korupsi di PT Timah Tbk yang merugikan negara Rp 300 triliun dan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) PT Duta Palma Group dengan uang tunai yang disita mencapai Rp 822 miliar.
Kejagung RI merilis kerugian negara dalam kasus TPPU terkait kegiatan usaha kelapa sawit oleh PT Duta Palma Group mencapai Rp 100 triliun.
Harli Siregar menjelaskan, ini merupakan bentuk komitmen Kejagung dalam perannya melakukan penegakan hukum atas kasus korupsi.
"Yang pertama komitmen kelembagaan kami di bawah kepemimpinan Bapak Jaksa Agung Pak Burhanuddin ini semakin kuat dan solid. Kalau tidak ada soliditas, saya kira apa pun yang mau kita rencanakan nggak akan berhasil," ujar Harli Siregar dalam program EdShareOn, Eddy Sharing and Discussion, melalui keterangan tertulis, Kamis (10/10/2024).
Dia mencontohkan, dalam kasus dugaan TPPU PT Duta Palma Group komitmen penyidik Jampidsus untuk mengusut kasus tersebut sangat besar. Sehingga, kata Harli, dapat membongkar kasus TPPU PT Duta Palma Group yang merugikan negara mencapai Rp 100 triliun.
"Dengan disitanya total uang Rp 822 miliar, merupakan sebuah prestasi bagi Jampidsus. Sebab penelusuran uang tunai tersebut bukan hal mudah dibandingkan dengan pengusutan transaksi berdasarkan catatan perbankan," ucap dia.
"Itulah komitmen kerja penyidik di jajaran Jampidsus yang mereka menunjukkan dedikasinya karena memang tidak mudah," sambung Harli Siregar.
Butuh Keberanian yang Tidak Mudah
Menurut Harli, bukan hanya komitmen yang kuat untuk pencegahan dan penegakan hukum kasus korupsi, Harli Siregar juga ungkapkan dibutuhkan keberanian yang memang tidak mudah dilakukan.
Hal itu yang kemudian muncul pemberitaan, jika saat menangani kasus korupsi PT Timah Tbk, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Ardiansyah dikuntit oleh oknum Anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Kendati demikian, Harli menyatakan istilah penguntitan hanya bagian dari persepsi publik. Kejaksaan, lanjut Harli, tetap berusaha mengusut kasus tersebut sampai tuntas.
"Yang kami alami belum seperti yang dipersepsikan masyarakat. Kami tidak mau menyatakan, oh, iya, benar kami dikuntit. Semua berpulang pada pembuktian dan penegakan hukum tetap berjalan," terang dia.
Pada medio April 2024, Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung mengalami kenaikan hingga 74,7 persen, sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada di angka 62,1 persen.
"Naiknya kepercayaan publik tidak terlepas dari peran Jampidsus yang berani mengusut kasus korupsi "big-fish". Hal ini tentu berbanding terbalik dengan KPK yang sejak didirikannya memiliki kewenangan penuh untuk penegakkan hukum dalam kasus korupsi," kata Harli.
Advertisement
Ingin Perubahan di KPK
Sejumlah pengamat hukum berpendapat, jika hal tersebut dikarenakan adanya pelemahan KPK melalui revisi UU KPK. Harli pun menyampaikan terima kasih.
"Sebelumnya saya ucapkan terima kasih terhadap apresiasi masyarakat. Pertanyaan saya balik, lalu UU kejaksaan yang selama ini masih itu tapi kenapa dianggap semakin kuat padahal mungkin kewenangan KPK lebih kuat?," papar Harli.
"Berpulang kepada kelembagaan itu sendiri, setiap lembaga memiliki kewenangan, jadi tergantung orangnya," imbuh dia.
Adanya keinginan Harli Siregar untuk melakukan perubahan di KPK membuatnya mendaftar sebagai Capim KPK. Namun gagal masuk 10 besar seleksi Capim KPK.
"Kinerja KPK semakin jauh dari harapan, ada disharmonis antar pimpinan, dan ada juga pimpinan bermasalah dengan hukum. Ini fakta. Bagaimana KPK membangun kolaborasi secara internal maupun institusi penegak hukum lain juga semakin jauh," terang dia.
"Menurut saya (seleksi capim) jadi satu momen, barangkali bisa berkiprah di sana (KPK), makanya saya ikut kontestasi ini," tandas Harli.