Marak PHK Massal, Pekerja Industri Rokok Khawatir jadi Korban Gara-Gara Aturan Ini

Mayoritas anggota FSP RTMM-SPSI DIY yang bekerja di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah perempuan yang mengemban peran ganda sebagai kepala keluarga.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Okt 2024, 20:50 WIB
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar kegiatan ‘Sarasehan Bersama Singgih Raharjo’ yang diadakan di Restoran Ingkung Grobog, Kota Yogyakarta.

Di kegiatan ini, Ketua Pimpinan Daerah FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyuarakan perjuangan serikat pekerja untuk meminta perlindungan dari Calon Wakil Walikota Yogyakarta, Singgih Raharjo, untuk memastikan keberlangsungan mata pencaharian para anggotanya yang bekerja di industri tembakau.

Bagi Waljid, advokasi terhadap Industri Hasil Tembakau menjadi agenda prioritas FSP RTMM-SPSI DIY untuk menjaga nasib para pekerja anggotanya, yang mencapai sekitar 5.250 orang, yang mayoritas bekerja di sektor pabrik rokok.

“Mayoritas anggota FSP RTMM-SPSI DIY yang bekerja di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah perempuan yang mengemban peran ganda sebagai kepala keluarga. Saat ini, tidak ada lapangan kerja lain yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja dengan pendidikan terbatas selain industri tembakau, terlebih saat ini sedang marak gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” terangnya dikutip Kamis (10/10/2024).

Waljid memaparkan bahwa industri tembakau kini tengah diterpa banyak regulasi yang mematikan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang di dalamnya mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak dan pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter. Regulasi ini mendapatkan penolakan dari berbagai pihak secara masif hingga saat ini.

Tak hanya itu, muncul Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang berencana mengimplementasikan kemasan rokok polos tanpa merek. Dengan aturan ini, kemasan rokok akan diseragamkan di mana tidak ada merek atau identitas logo sehingga akan semakin sulit untuk membedakan produk rokok legal dan rokok ilegal.

“Berbagai regulasi tersebut sangat menyakiti kami. Kami kecewa terhadap Kementerian Kesehatan dan secara tegas menolak pasal-pasal bermasalah tersebut. Aturan ini bisa mengancam sawah ladang kami. Padahal, gelombang PHK di mana-mana dan pemerintah tidak bisa memberikan solusi lapangan kerja yang layak. Sebagai warga negara kami berhak mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak” jelasnya.

 


Kondisi Industri Tembakau

Sejak 2012, pemerintah Australia mewajibkan bungkus polos pada rokok di negeri itu. (Sumber Toronto Sun)

Rasa frustasi tersebut dikarenakan kondisi industri tembakau yang sedang tidak baik-baik saja. Kini, industri tembakau pun masih menunggu realisasi kebijakan cukai 2025 yang dikabarkan tidak naik. PD FSP RTMM-SPSI DIY memandang keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok 2025 adalah langkah yang bijaksana. Namun, Keputusan tersebut diharapkan tidak menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai berlipat di tahun 2026.

“Dalam kegiatan sarasehan ini, kami berharap agar suara pekerja dapat didengarkan oleh calon kepala daerah. Aturan-aturan terkait tembakau sudah seharusnya mempertimbangkan kondisi industri tembakau yang merupakan sektor padat karya dan menyerap banyak tenaga kerja. Terlebih sektor tembakau juga terbukti menjadi salah satu penggerak roda perekonomian di daerah bahkan saat pandemi yang lalu. Kami berharap para calon pemimpin daerah dapat berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi kami dari aturan-aturan yang merugikan, seperti kemasan rokok polos tanpa merek dan kenaikan cukai yang tinggi,” pintanya.

Calon Wakil Walikota Yogyakarta, Singgih Raharjo, menyatakan bahwa tembakau tidak hanya sekedar tanaman, tetapi juga merupakan ekosistem yang mewarnai hidup masyarakat lewat industri tembakau.

Singgih sepakat bahwa industri tembakau memiliki peran penting dalam mendorong perekonomian di Yogyakarta, terutama dari penyerapan tenaga kerja. Mulai dari petani tembakau, buruh rokok, promotor, iklan, event, semuanya berhubungan erat dengan sektor tembakau.

“Kami ingin memberikan toleransi agar industri tembakau ini tetap berjalan. Jangan sampai ada kebijakan yang asal melarang produk tembakau tanpa solusi,” ucapnya.

Singgih mengatakan perlunya keterbukaan persepsi terhadap perokok dan tidak mendorong regulasi seperti PP 28/2024 dan kemasan rokok polos tanpa merek yang dianggap mendiskriminasi sektor pertembakauan. “Saya berharap forum seperti ini tidak berhenti di sini karena diskusi ini akan membuat kota D.I Yogyakarta lebih nyaman. Kita juga perlu bersikap toleran untuk perokok dan sektor tembakau yang telah memberikan kontribusi besar selama ini,” ungkap Singgih.

 


3 Rekomendasi

(Foto:Dok.Bea Cukai)

Maka, PD FSP RTMM-SPSI DIY berharap agar calon pemimpin daerah di Yogyakarta dapat terus memperjuangkan hak-hak pekerja untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Sebab, industri tembakau telah menjadi sumber penghidupan bagi ribuan pekerja di DIY.

Waljid melanjutkan pihaknya memiliki tiga rekomendasi yang ditujukan kepada calon kepala daerah di Yogyakarta. Pertama, PD FSP RTMM-SPSI DIY meminta kepada calon kepala daerah untuk memberikan perlindungan dan dukungan bagi keberlangsungan industri tembakau, termasuk melalui kebijakan daerah yang adil dan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang optimal.

Kedua, Pemerintah Daerah perlu menghindari kebijakan pertembakauan yang eksesif dan mengancam mata pencaharian pekerja. Ini termasuk membatalkan rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Permenkes dan merevisi PP 28/2024, terutama pasal-pasal yang memberatkan industri tembakau.

Ketiga, PD FSP RTMM-SPSI DIY memohon kepada calon kepala daerah untuk melindungi pekerja dan buruh pabrik rokok dengan memastikan tidak ada kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 dan menghindari kenaikan cukai yang eksesif pada tahun 2026.

“Melalui kegiatan hari ini, kami berharap komitmen yang disampaikan oleh calon kepala daerah untuk memberikan perlindungan guna menjaga mata pencaharian kami disaksikan anggota dan juga publik. Industri tembakau adalah industri padat karya yang telah menjadi sawah ladang anggota PD FSP RTMM-SPSI DIY,” tutupnya.

Infografis Rokok Kalahkan Telur dan Ayam, Tertinggi Kedua Setelah Beras (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya