Liputan6.com, Jakarta - Di Indonesia, terdapat sekitar 10.745 laboratorium kesehatan masyarakat (LabKesMas) yang terbagi dalam lima tingkatan. Dari jumlah tersebut, 10.180 Labkesmas berada di Puskesmas (tingkat satu), 514 di kabupaten/kota (tingkat dua), 38 di tingkat provinsi (tingkat tiga), 11 Labkesmas regional (tingkat empat), dan dua Labkesmas tingkat lima.
Masalah kesehatan yang krusial saat ini adalah 'Antimicrobial Resistance' (AMR), yang sering disebut sebagai 'silent pandemic' di tingkat global. AMR terjadi ketika obat antimikroba tidak lagi efektif dalam membunuh bakteri, virus, parasit, dan jamur akibat resistensi.
Advertisement
Laboratorium memegang peran vital dalam mendeteksi dan memastikan adanya AMR. Surveilan AMR dapat dilakukan secara pasif melalui notifikasi data yang ada, aktif dengan meminta fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk mengumpulkan data, serta menggunakan pendekatan sindromik dan sentinel yang terarah berdasarkan gejala, lokasi, populasi, dan target tertentu.
Terdapat dua masalah koordinasi yang perlu diperhatikan dalam surveilan AMR. Pertama, penanganan AMR melibatkan berbagai unit kerja dalam kesehatan, seperti rumah sakit, fasyankes, dan jejaring LabKesMas, yang berada di bawah Direktorat Jenderal yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan panduan terpadu mengenai pelaksanaan surveilan AMR dan peran masing-masing unit kerja.
Koordinasi kedua yang lebih penting adalah pendekatan 'One Health'. Kejadian AMR dapat berasal dari aspek kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Oleh karena itu, surveilan laboratorium AMR harus melibatkan kerja sama antara ketiga sektor ini sejak awal perencanaan, bukan dilakukan secara terpisah dan disinkronisasi belakangan.
Semoga AMR yang merupakan 'silent pandemic' ini menjadi perhatian penting bagi pemerintah baru kita yang akan segera bertugas.
Prof. Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI dan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara / Focal Point AMR WHO SEARO