Kopi Dekafein Kian Diminati, Benarkah Aman untuk Kesehatan Peminumnya?

Kopi dekafein atau decaf coffee jadi alternatif mereka yang suka meminum kopi karena rasanya, bukan kafeinnya. Tapi, apakah sepenuhnya aman untuk kesehatan?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 13 Okt 2024, 10:01 WIB
ilustrasi secangkir kopi/Photo by Brigitte Tohm on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Popularitas kopi belum tergoyahkan di Indonesia. Peminumnya makin banyak dengan tingkat konsumsi kopi yang terus meningkat. Meski begitu, tidak semua orang bisa meminumnya lantaran efek kesehatan yang ditimbulkan akibat kafein di dalam kopi. Bisa jadi jantung berdebar lebih kencang atau alergi.

Industri kopi meresponsnya dengan membuat proses dekafeinasi, yakni menghilangkan sebagian besar kafein dari kopi. Menurut Mirza Luqman Effendy, Learning & Development Senior Division Manager, ada tiga metode dekafeinasi yang biasa dilakukan untuk mendapatkan kopi dekafein alias decaf coffee.

Kepada Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 10 Oktober 2024, ia menerangkan metode pertama yang disebut metode kontak langsung. caranya adalah menggunakan pelarut yang disebut metil klorida untuk menghilangkan kafein tanpa mengubah rasa asli kopi.

"Hampir semua kopi dekafeinasi Starbucks diproduksi menggunakan metode ini... Metode kontak langsung menjaga rasa asli kopi lebih baik daripada metode lainnya," kata Mirza.

Metode kedua disebut swiss water process. Caranya adalah dengan merendam biji hijau kopi dalam air hangat untuk menciptakan 'flavour-charged water'. Air tersebut kemudian dialirkan melalui filter karbon aktif yang menangkap molekul kafein.

"Tidak ada pelarut yang diaplikasikan langsung ke biji kopi, tetapi filter karbon pada dasarnya menyaring kafein. Kemudian, biji kopi direndam dalam flavor-charged water untuk mengembalikan rasa ke dalam kopi," ia menerangkan.

Metode ketiga disebut natural decaffeination process alias dekafeinasi alami. Prosesnya dimulai dengan biji kopi hijau direndam dalam air kemudian dimasukkan ke dalam tangki baja tahan karat.

" CO2 cair dipaksa masuk ke dalam tangki dengan tekanan yang sangat tinggi. Ini menarik dan melarutkan kafein, sambil meninggalkan molekul rasa yang lebih besar," katanya.

 


Diklaim Tak Ubah Rasa Asli Kopi

Ilustrasi kopi decaf. (dok. Jakub Dziubak/Unsplash)

 

Menurut Mirza, proses dekafeinasi tidak memengaruhi rasa dan kualitas kopi lantaran proses tersebut hanya mengambil molekul kafein, sementara kopi terdiri dari ribuan senyawa berbeda.

"Karena kafein larut dalam air, setiap metode dekafeinasi menggunakan air untuk menariknya keluar. Tiga metode dekafeinasi di atas mempercepat proses dan membantu 'memilih' senyawa mana yang harus dihilangkan," ujarnya.

Mirza menyebut, minat akan kopi decaf diperkirakan semakin meningkat setiap tahunnya karena semakin tingginya kesadaran konsumen terhadap kesehatan dan kesejahteraan mereka. Mereka yang meminati kopi decaf digambarkan sebagai peminum kopi murni untuk rasanya, bukan untuk kafeinnya.

"Di situlah kami hadir untuk menawarkan versi dekafeinasi di beberapa line up kopi kami," katanya.

Meski begitu, ada risiko bahaya yang mengintai dari kopi decaf tersebut. Mengutip CNN, Minggu (13/10/2024), sejumlah kelompok advokasi kesehatan mengajukan petisi kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) agar melarang penggunaan metilen klorida dalam proses dekafeinasi. Bahan kimia itu disebut memicu kanker.

Metilen klorida adalah cairan tidak berwarna yang digunakan dalam proses industri tertentu, termasuk 'pengelupasan cat, produksi farmasi, produksi penghilang cat, serta pembersihan dan penghilangan lemak logam, menurut Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


Metilen Klorida Penyebab Kanker

Ilustrasi Olahan Biji Kopi (unsplash/ardi)

"Metilen klorida telah lama dikenal sebagai karsinogen, yang ditetapkan oleh Program Toksikologi Nasional Institut Kesehatan Nasional, Badan Perlindungan Lingkungan, dan Organisasi Kesehatan Dunia," kata Dr. Maria Doa, direktur senior kebijakan kimia untuk Dana Pertahanan Lingkungan , satu dari lima kelompok dan individu di balik dua petisi bahan tambahan makanan dan pewarna yang dikirim ke FDA pada November 2023.

FDA mengajukan petisi ke berkas perkaranya untuk dipertimbangkan pada 21 Desember 2023 dan menerima komentar publik mengenai pemberitahuan pengajuan tersebut hingga 11 Maret 2024."Selain bersifat karsinogenik, metilen klorida dapat menyebabkan bahaya kesehatan lainnya, seperti toksisitas hati dan paparan yang lebih tinggi terhadap efek neurologis, dan dalam beberapa kasus kematian," tambah Doa melalui email.

Risiko-risiko itu terjadi dalam konteks paparan akut eksternal terhadap bahan kimia tingkat tinggi, atau konsumsi bahan kimia tersebut sendiri, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Beracunnya bahan kimia tersebut menyebabkan EPA melarang penjualannya sebagai pengupas cat pada 2019.

"Pada tahun 2023, badan tersebut mengusulkan larangan penjualannya untuk keperluan konsumen lainnya dan banyak keperluan industri dan komersial," imbuhnya.


Alternatif Kopi Dekafeinasi

Ilustrasi orang kena kolesterol tinggi karena mengkonsumsi kopi secara berlrbih. (Foto: Unsplash/Gian Cescon)

Namun penggunaan makanan yang diatur oleh FDA berdasarkan Undang-Undang Makanan, Obat, dan Kosmetik Federal tetap ada. Meski begitu, majelis negara bagian di California yang merupakan salah satu negara bagian dengan perekonomian terbesar di dunia dan seringkali mempengaruhi seluruh negara, baru-baru ini memperkenalkan rancangan undang-undang yang berupaya melarang penggunaan metilen klorida dalam proses dekafeinasi.

Menanggapi kekhawatiran tersebut, Mirza mengklaim bahwa tidak ada metilen klorida yang terdeteksi dalam secangkir kopi dekafeinasi Starbucks. "Karena metilen klorida memiliki titik didih yang sangat rendah (sekitar 104°F/40°C), lebih rendah daripada suhu saat kopi diseduh (sekitar 200°F/93°C) dan jauh lebih rendah dari suhu pemanggangan, tidak ada metilen klorida yang terdeteksi dalam secangkir kopi dekafeinasi Starbucks," ujarnya.

Kalau pun masih khawatir, ada kopi jenis lain yang bisa diminum untuk penyuka kopi tanpa kafein. Atikah Risyad dari konsorsium Gandrung Tirta yang terbentuk untuk mengelola bisnis kopi dari hulu ke hilir sekaligus memberdayakan pemuda di Malang itu merekomendasikan fine robusta.

"Pas minum fine robusta lebih aman, enggak kembung, enggak deg-degan dibandingkan minum kopi biasa," ucapnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat, 11 Oktober 2024. Jadi, mana yang dipilih Anda?

Infografis proses pengolahan kopi di Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya