Menilik Sejarah Masjid Tertua di Padang Panjang Berusia Lebih dari 300 Tahun

Masjid Asasi kini menjadi salah satu tujuan wisata religi utama di Padang Panjang.

oleh Novia Harlina diperbarui 15 Okt 2024, 17:00 WIB
Masjid Asasi Padang Panjang. (Liputan6.com/ ist)

Liputan6.com, Padang Panjang - Sumatera Barat tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya dan kebudayaan Minangkabau yang kaya, tetapi juga memiliki jejak sejarah keislaman yang kuat.

Salah satu bukti nyata dari sejarah tersebut adalah Masjid Asasi di Kelurahan Sigando, Kecamatan Padang Panjang Timur, dikenal sebagai masjid tertua di Kota Padang Panjang Sumatera Barat.

Dikenal awalnya sebagai Surau Gadang, masjid ini didirikan pada 1685 oleh komunitas dari empat nagari yaitu Gunuang, Paninjauan, Jaho, dan Tambangan. Pada 1702, Surau Gadang resmi diubah menjadi Masjid Asasi.

Selama bertahun-tahun, setiap Jumat, penduduk dari empat nagari ini berkumpul di Masjid Asasi. Namun, seiring waktu, masjid-masjid baru dibangun di masing-masing nagari, menjadikan Nagari Gunuang memiliki empat masjid yakni Masjid Taqwa Ngalau, Masjid Nurul Huda Ganting, Masjid Nurul Iman Ekor Lubuk, dan tentunya Masjid Asasi.

Keempat masjid ini berada di bawah pengawasan Tuanku Ampek Jurai, yang berperan sebagai majelis ulama setempat.

Masjid Asasi memiliki struktur yang unik dengan sembilan tiang utama, termasuk satu tiang tonggak macu (tiang sokoguru) dan delapan tiang lainnya mengelilinginya. Tiang-tiang ini masih asli sejak dibangun, dan pahatan-pahatan dari surau sebelumnya masih terlihat hingga kini.

"Bangunan Masjid Asasi ini memiliki ukiran yang mencerminkan tiga aliran berbeda: Hindu, Cina, dan Minangkabau," kata Azhar Nur, tokoh sepuh Masjid Asasi dikutip dari infopublik.id.

Pada 1925, ukiran masjid mengalami perubahan oleh Pakiah Tailan dari Nagari Paninjauan. Meski demikian, ukiran asli yang berwarna kemerahan masih bisa ditemukan, dengan dua tingkat ukiran dari tanah liat yang bukan cat biasa.

Dahulu, Masjid Asasi beratapkan ijuk, namun sebelum tahun 1900, atapnya diganti dengan seng berundak tiga tingkat berbentuk limas yang memudahkan aliran air hujan.

Selain itu, masjid ini juga memiliki menara untuk azan, yang dulunya terbuat dari seng plat dan berfungsi sebelum adanya pengeras suara modern.

Masjid Asasi juga terkait dengan sejarah pengembangan ajaran Islam di Nagari Gunuang oleh Syekh Sultan Ishak atau Tuanku Daulat, yang dikenal mulai menyebarkan ajaran Islam pada akhir abad ke-17.

Makamnya, Pusaro Gadang, masih sering dikunjungi peziarah dari berbagai nagari di Minangkabau, terutama selama bulan Maulid dan Haji.

Pendirian Masjid Asasi berhubungan erat dengan sumber mata air utama di Sigando, dikenal sebagai “Bulaan,” yang berbentuk kolam dengan ukuran 8 x 10 m dan mata airnya ditutup kayu jati yang kini telah memfosil.

Masjid Asasi bukan hanya sebuah tempat ibadah, tetapi juga merupakan simbol penting warisan budaya dan sejarah di Sumatera.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya