Deteksi Dini Gangguan Penglihatan Anak Salah Satu Kunci Menuju Indonesia Emas 2045

Di Indonesia, sebanyak 3,6 juta anak mengalami gangguan penglihatan berupa kelainan refraksi dan jumlah ini pun berpotensi terus meningkat.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 14 Okt 2024, 08:45 WIB
Ilustrasi anak pakai kacamata. (dok. Pixabay.com/LichDinh)

Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 165 juta anak di seluruh dunia mengalami rabun jauh. Hal ini merujuk pada data International Agency for the Prevention of Blindness pada 2021. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat menjadi 275 juta pada 2050.

Sementara itu, di Indonesia, sebanyak 3,6 juta anak mengalami gangguan penglihatan berupa kelainan refraksi dan jumlah ini pun berpotensi terus meningkat. Diperkirakan 3 dari 4 anak dengan kelainan refraksi belum mendapatkan koreksi dengan kacamata.

Wakil Menteri Kesehatan RI Prof Dante Saksono Harbuwono menyatakan, menjaga kesehatan mata sejak dini adalah investasi masa depan. Melalui penglihatan, anak-anak mulai belajar dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

"Adanya gangguan penglihatan dapat berdampak pada perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak-anak kita," ujar Dante dalam peringatan Hari Penglihatan Sedunia, Kamis (10/10).

Dalam kesempatan tersebut Dante mengajak masyarakat untuk menjaga penglihatan generasi masa depan menuju Indonesia Emas 2045 dengan melakukan pencegahan dan deteksi dini.

"Saya mengajak kita semua untuk terus melakukan pencegahan, deteksi dini, serta pengobatan gangguan penglihatan pada anak,” lanjut Dante.

Menurutnya penting melakukan deteksi dini gangguan penglihatan di masyarakat agar dapat ditindaklanjuti segera. Hal ini demi mencegah terjadi keterlambatan penanganan yang dapat memperberat kondisi atau mengakibatkan kebutaan.

 

 


Perhatian Khusus Tangani Masalah Kesehatan Mata

Sekretaris Daerah (Sekda) NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi, yang turut hadir memberikan sambutan, menyatakan bahwa pemerintah daerah, khususnya NTB, menyambut baik kegiatan Hari Penglihatan Sedunia. Pemerintah Provinsi NTB juga memberikan perhatian serius terhadap penanganan masalah kesehatan mata di wilayah tersebut.

Berdasarkan data Rapid Assessment of Avoidable Blindness(RAAB), prevalensi kebutaan di NTB berada pada peringkat kedua nasional sebesar 4,4%, dengan sekitar 78,1% kebutaan disebabkan oleh katarak.

“Di NTB, kasus katarak kurang lebih 37.500-an kasus 29.300-an di antaranya katarak. Data tahun 2020 disampaikan juga bahwa 15,81% terjadi kasus refraksi penglihatan pada anak. Daerah Lombok Barat dari survei-survei spontan yang dilakukan terhadap 400 anak, terdapat 25% mengalami gangguan penglihatan,” kata Sekda Lalu Ariadi.

 


Hindarkan Ancaman Kebutaan

Selanjutnya Lalu Ariadi mengatakan, angka 25 persen gangguan penglihatan pada anak dapat terus meningkat. Karena itu upaya pencegahan dilakukan untuk menghindari potensi sebagai kontributor ancaman kebutaan.

Deteksi dini pada anak juga telah dilaksanakan di 13 sekolah yang ada di Kabupaten Lombok, Provinsi NTB. Sebanyak 496 anak melakukan pemeriksaan tersebut dan 112 di antaranya positif mengalami kelainan refraksi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya