Liputan6.com, Jakarta - Teleskop Luar Angkasa Hubble milik NASA menemukan anomali yang terjadi pada Bintik Merah Besar atau Great Red Spot (GRS) di permukaan planet Jupiter. Para astronom telah mengamati badai siklon terbesar di alam semesta ini selama 150 tahun.
Baru-baru ini, mereka menemukan badai tersebut tidak stabil. Melansir laman NASA pada Senin (24/10/2024), teleskop Hubble mengamati badai tersebut selama 90 hari, mulai Desember 2023 hingga Maret 2024.
Hasil pengamatan ini membuktikan bahwa Bintik Merah Besar tidak stabil seperti yang terlihat. Data terbaru menunjukkan GRS bergoyang-goyang seperti semangkuk agar-agar.
Baca Juga
Advertisement
Gabungan gambar Hubble memungkinkan para astronom untuk menyusun film selang waktu tentang perilaku GRS yang bergelombang. Film time-lapse yang disusun dari pengamatan Teleskop Hubble mengungkapkan GRS mengalami osilasi dalam bentuk elips, bergoyang seperti semangkuk gelatin.
Para astronom mengukur ukuran, bentuk, kecerahan, warna, dan vortisitas Bintik Merah Besar selama siklus osilasi penuh. NASA menggunakan resolusi tinggi Hubble untuk melihat detail GRS.
Mereka menemukan perubahan bentuk hingga warna Great Red Spot dalam penelitian yang diterbitkan dalam The Planetary Science Journal. Meski badai ini sudah berusia hampir dua abad, ilmuwan terus menemukan hal baru tentang GRS.
Ada penelitian lain sejumlah ilmuwan menggunakan teleskop luar angkasa James Webb. Penelitian yang terbit 27 September 2024 lewat Journal of Geophysical Research: Planets mengungkap pusat GRS bersuhu dingin.
Hal itu membuat amonia dan terkondensasi di dalam mata badai dan membentuk awan tebal. GRS adalah antisiklon atau badai yang bergerak berlawanan arah jarum jam.
Melansir laman Space pda Senin (14/10/2024), badai ini memiliki ukuran yang sangat besar, bahkan bumi bisa masuk di dalamnya. Bintik merah besar itu ternyata sudah terindentifikasi sejak 350 tahun lalu oleh astronom Italia Giovanni Cassini.
Pada abad ke-20, para astronom mulai berteori bahwa itu adalah badai yang diciptakan oleh atmosfer Jupiter. Badai tersebut bergolak dan bergerak cepat.
150 Tahun
Sebagai perbandingan, badai terbesar dan terkuat yang pernah tercatat di Bumi adalah badai besar yang membentang sepanjang 1609 Km dengan kecepatan angin mencapai 322 Km/jam. Badai Jupiter ini mampu mencapai kecepatan maksimum hingga 644 km/jam.
Menariknya lagi, badai ini telah berlangsung di Jupiter setidaknya selama 150 tahun atau mungkin lebih. Bintik merah besar di Planet Jupiter ini adalah badai antisiklon.
Badai jenis ini berputar berlawanan arah jarum jam dan memiliki tekanan udara di pusatnya lebih tinggi daripada di sekitarnya. Bintik merah Jupiter disebabkan beberapa hal, seperti penyusun planet terbesar di tata surya ini.
Planet Jupiter berukuran sekitar 1.000 kali lebih besar dari bumi, namun sebagian besar terdiri dari gas. Tidak ada landasan kokoh seperti yang dimiliki bumi untuk melemahkan badai.
Bintik Merah Besar juga bertahan lebih lama dibandingkan badai lain di Jupiter karena terletak di antara dua aliran kuat yang bergerak berlawanan arah. Para ilmuwan mengklaim badai itu seperti roda berputar yang terjepit di antara ban berjalan yang bergerak berlawanan arah.
Advertisement
Bintik Merah Besar Terus Menyusut
Pada akhir 1800-an, Great Red Spot Jupiter berukuran sekitar empat kali ukuran Bumi. Pada 1979, ketika pesawat ruang angkasa Voyager 2 terbang melewati Jupiter, badai tersebut telah menyusut menjadi sekitar dua kali ukuran Bumi.
Meski berlangsung lama, Bintik Merah Raksasa terus menyusut. Saat ini, Bintik Merah Besar berukuran sekitar 1,3 kali ukuran Bumi.
Beberapa ilmuwan percaya bahwa hal ini akan terus menyusut dan mungkin hilang. Dengan bantuan foto-foto baru dan data dari wahana antariksa Juno milik NASA, para ilmuwan terus mempelajari Jupiter dan Bintik Merah Besarnya hingga saat ini.
Beberapa ilmuwan masih mencoba mencari tahu mengapa badai Jupiter itu berwarna merah. Teori paling populer saat ini menyebut warna merah pada bintik merah besar berasal dari senyawa kimia yang kompleks.
Senyawa ini terbentuk ketika sinar matahari berinteraksi dengan atmosfer Jupiter. Warna ini bisa bervariasi dari merah terang hingga oranye tua.
(Tifani)