Konsolidasi BPR ke BPD Terkendala Kebijakan Politik

Roadmap baru OJK akan mengkoordinasikan BPR di bawah BPD langsung. Dengan ini, kepemilikan saham BPR dilarang oleh berbagai kepala pemerintah daerah.

oleh Tim Bisnis diperbarui 14 Okt 2024, 12:17 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam acara Peluncuran Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Tahun 2024-2027 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin, (14/10/2024). (Sulaeman/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akanmencabut izin 20 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) hingga akhir 2024. Langkah ini sebagai salah satu cara penguatan industri perbankan nasional.

"Saat ini, beberapa kita harus terpaksa menutup BPR di berbagai daerah dan sudah sekitar 20 sekarang tutup," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae di acara Peluncuran Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Tahun 2024-2027 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin, (14/10/2024).

Rencana penutupan 20 BPR ini karena sebagian besar tidak mampu meningkatkan kualitas modal baik oleh pemegang saham maupun pengurus BPR. Di sisi lain, suntikan yang diberikan pemerintah daerah terkait relatif lebih lambat.

"Seperti tadi dikatakan,  pemerintah daerah maupun pemerintah pusat kalau mau menginject (suntikan) modal itu membutuhkan waktu yang sangat lama proses politiknya, sementara kalau BPR sebagai  bank gitu saja memerlukan kebijakan yang sangat cepat," jelasnya.

Roadmap baru OJK ini akan mengkoordinasikan BPR di bawah BPD langsung. Dengan ini, kepemilikan saham BPR dilarang oleh berbagai kepala pemerintah daerah.

"BPR itu harus single present policy. Jadi,  tidak boleh lagi nanti di kabupaten misalnya contohnya itu dimiliki oleh berbagai bupati, tapi ini akan dikonsentrasikan di bawah pemerintah provinsi dan tentu ada juga keperluan sahamnya kabupaten, tetapi di bawah pengendalian BPD," tegas dia.

Saat ini, OJK terus melakukan tindakan pengawasan terutama memastikan rencana tindak penyehatan dilakukan oleh beberapa BPR/S dengan status pengawasan Bank Dalam Penyehatan. 

Apabila sampai dengan batas waktu yang ditentukan atau kondisi BPR/S terus memburuk maka OJK akan melakukan tindakan pengawasan selanjutnya dengan menetapkan BPR/S sebagai Bank Dalam Resolusi dan berkoordinasi dengan LPS untuk menangani BPR/S tersebut dengan  langkah terakhir melakukan cabut izin usaha terhadap BPR/S tersebut.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com


Tekanan Menghimpit BPR dan BPRS, Mampukah Bertahan?

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam acara Peluncuran Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Tahun 2024-2027 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin, (14/10/2024). (Sulaeman/Merdeka.com)

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, menyebut Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) akan dihadapi dengan tantangan di 2025.

Tantangan tersebut dipengaruhi oleh dinamika ekonomi global dan domestik. Sehingga industri perbankan dalam negeri juga akan terpengaruh, tidak terkecuali industri BPR dan BPRS.

 Menurutnya, adopsi teknologi informasi yang semakin masif berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari bank, termasuk BPR dan BPRS.

Selain itu, BPR dan BPRS juga menghadapi persaingan yang semakin ketat khususnya pada penyaluran kredit atau pembiayaan kepada segmen UMKM.

"Untuk menghadapi perubahan dan tantangan tersebut, BPR dan BPRS diharapkan memiliki ketahanan dan daya saing yang kuat, sehingga dapat mempertahankan kinerja dan eksistensinya," ujar Dian, di Jakarta, Selasa (17/9/2024).

 


Sinergi dan Kolaborasi

Adapun untuk menghadapi tantangan tersebut pada tanggal 21 Mei 2024, OJK telah menerbitkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR dan BPRS yang didalamnya terdiri dari 4 (empat) pilar utama yaitu penguatan Struktur dan Daya Saing, akselerasi Digitalisasi BPR dan BPRS, penguatan Peran BPR dan BPRS di Wilayahnya, penguatan Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan

"Yang masing-masing pilarnya dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian inisiatif," ujarnya.

Melalui penerapan seluruh inisiatif dalam RP2B 2024-2027, diharapkan dapat mewujudkan industri BPR dan BPRS yang berintegritas dan terpercaya, tangguh, berdaya saing, dan memberikan kontribusi nyata terutama pada daerah atau wilayahnya.

"Untuk itu diperlukan komitmen, sinergi, dan kolaborasi antara BPR dan BPRS dengan seluruh pemangku kepentingan," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya