Liputan6.com, Jakarta Hoaks atau informasi bohong kini mudah sekali ditemukan di sekitar kita, apalagi di tengah gempuran media sosial. Bentuk hoaks pun beragam bisa tulisan, gambar bahkan video yang mampu membuat orang percaya ketidakbenaran itu.
Menurut pengajar dan peneliti program studi Hubungan Masyarakat Vokasi Universitas Indonesia Devie Rahmawati hoaks bukan cuma masalah di Indonesia. Masyarakat di negara-negara barat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi pun rentan termakan hoaks.
Advertisement
"Ini pandemi dunia, karena hal ini mempengaruhi dunia, ras manapun, negara manapun menghadapi ini. Ini menjangkiti dunia," kata Devie dalam acara bersama Forum Ngobras di Jakarta Pusat pada Senin, 14 Oktober 2024.
Devie mengungkapkan paling tidak ada enam P yang membuat banyak orang termakan hoaks atau berita bohong.
1. Pahlawan
Devie mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya baik ingin membagikan hal-hal yang menyentuh emosi (senang, sedih, marah, jijik) agar diketahui orang lain.
"Ketika ada berita yang menyentuh emosi, pengen banget itu jadi pahlawan yang ingin segera memberi tahu keluarga dan saudara. Jadi, niatnya enggak jahat, niatnya ingin jadi pahlawan," kata Devie.
2. Pengetahuan dan Pengalaman yang Lemah
Pengetahuan serta pengalaman yang lemah membuat seseorang jadi lebih mudah termakan hoaks. Misalnya saja soal penyakit demam berdarah dengue (DBD) bagi orang Indonesia ini adalah penyakit yang ada banyak di sekitar kita, jika pun belum pernah kena paling enggak sudah pernah dengar ada suadra atau teman terkena penyakit tersebut. Berbeda halnya saat COVID-19 awal-awal muncul yang membuat orang mudah masuk perangkap dalam berita hoaks soal Corona.
"Tidak punya pengalaman atau pengetahuan, membuat seseorang jadi mudah terpeleset ke info yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata Devie.
Advertisement
3. Pergaulan Terdekat
Berada dalam pergaulan terdekat yang kerap menyebarkan hoaks membuat orang jadi lebih mudah terpengaruh percaya berita bohong.
4. Personalitas
"Memang ada personality tertentu yang mudah atau berpotensi untuk lebih mudah percaya hoaks," katanya.
5. Perlindungan Diri
"Manusia itu pada dasarnya takut berbeda, takut sendirian. Sehingga, ketika apapun yang berbeda walau benar memilih untuk ikut saja dengan yang dipercayai banyak orang meski itu hoaks," lanjut Devie.
6. Platform
Data menunjukkan bahwa media sosial bertanggung jawab atas 30-40 persen berita yang keliru.|
Advertisement