Filipina Hadapi Dilema Pengesahan UU Perceraian

Selama ini, mayoritas Kristen di Filipina masih sangat dipengaruhi oleh Gereja Katolik dan aturan yang dipegang Vatikan.

Oleh DW.com diperbarui 15 Okt 2024, 14:05 WIB
Ilustrasi bendera Filipina (AFP/Noel Cells)

, Manila - Perceraian masih ilegal bagi sebagian besar penduduk Filipina, meskipun ada undang-undang khusus yang memberi hak kepada minoritas Muslim di negara itu untuk mengakhiri pernikahan mereka secara hukum.

Namun, mayoritas Kristen di Filipina masih sangat dipengaruhi oleh Gereja Katolik dan aturan yang dipegang Vatikan, satu-satunya negara lain di dunia yang masih melarang perceraian.

Namun, pada Mei 2024 Dewan Perwakilan Rakyat Filipina mengesahkan Absolute Divorce Act atau Undang-undang Perceraian Multak, sebuah undang-undang yang secara signifikan dapat mengubah posisi hukum negara terkait pembubaran pernikahan.

Dikutip dari laman DW Indonesia, Selasa (15/10) RUU ini memperluas opsi yang sudah ada seperti pembatalan, pemisahan hukum, dan ketidakmampuan psikologis.

Jika disahkan, undang-undang ini akan mengizinkan pasangan untuk mengajukan gugatan cerai jika mereka telah berpisah selama setidaknya lima tahun dan rekonsiliasi dianggap mustahil, atau jika mereka telah berpisah secara hukum selama lebih dari dua tahun.

Aturan hukum tersebut juga memasukkan pembatalan yang sudah diakui dalam kasus pembatalan dan pemisahan hukum, seperti penelantaran dan perselingkuhan.

Uskup Katolik Peringatkan Potensi Gelombang Perceraian

Meskipun begitu, RUU itu tidak akan memperkenalkan perceraian tanpa kesalahan, dan kecuali dalam kasus di mana pasangan atau anak berada dalam bahaya, maka akan diberlakukan masa tunggu selama 60 hari untuk memberikan kesempatan terakhir bagi pasangan untuk berdamai.

"Para pembuat undang-undang harus menyadari bahwa ini adalah kebijakan sipil yang tidak mengganggu keyakinan pribadi atau dinamika keluarga," kata aktivis AJ Alfafara dari Divorce Pilipinas Coalition kepada DW.

"Sebaliknya, aturan ini memberikan opsi penting bagi banyak orang Filipina yang telah hidup terpisah selama bertahun-tahun, tetapi tidak memiliki pengakuan hukum atas status mereka," tambahnya.

Namun, langkah berikutnya ada di tangan Senat, yang sejak Juni masih belum mengambil keputusan terkait RUU tersebut. Konferensi Waligereja Katolik Filipina mendesak agar berhati-hati, memperingatkan tentang bahaya "gelombang perceraian" pada Juli lalu.

 


Tantangan bagi Warga Filipina yang Ingin Bercerai

Ilustrasi Cerai/https://www.freepik.com/freepik

Saat ini, warga Filipina yang ingin mengakhiri pernikahan mereka memiliki opsi yang sangat terbatas. Perpisahan secara hukum memungkinkan pasangan untuk hidup terpisah, tetapi tidak membubarkan pernikahan.

Sementara pembatalan sering kali sangat mahal dan membutuhkan bukti bahwa pernikahan tidak sah sejak awal. Opsi ini tidak dapat diakses oleh banyak warga Filipina sehingga mereka terjebak dalam hubungan yang disfungsional atau bahkan berbahaya.

Ada juga tekanan sosial yang kuat untuk mempertahankan pernikahan di kalangan mayoritas Kristen di Filipina, yang mencakup hampir 88 persen dari populasi.

Namun, dukungan terhadap perceraian tampaknya semakin meningkat. Survei yang dilakukan pada bulan Maret oleh Social Weather Stations menunjukkan bahwa 50 persen warga dewasa Filipina mendukung legalisasi perceraian, sementara 31 persen menolaknya.

Survei lain yang dilakukan bersama media berbasis gereja menunjukkan bahwa hanya 34% responden mendukung perceraian karena "perbedaan yang tidak dapat didamaikan," tetapi lebih dari setengah responden menyetujui perceraian dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.

 


Perceraian di Luar Negeri Kini Diakui di Filipina

Ilustrasi perceraian orangtua/credit: pexels.com/cottonbro

Para pendukung undang-undang ini sebagian besar fokus pada bagaimana hal itu dapat memberi perempuan jalan keluar hukum dari hubungan yang penuh kekerasan.

Beberapa aktivis berpendapat bahwa momentum untuk melegalkan perceraian semakin kuat bulan lalu ketika Mahkamah Agung Filipina memutuskan bahwa negara harus mengakui dekrit perceraian asing.

Putusan ini berlaku bagi kasus di mana warga negara Filipina menikah dengan orang asing dan perceraian dilakukan di luar negeri.

"Pengadilan memutuskan bahwa jenis perceraian, apakah administratif atau yudisial, tidak masalah. Selama perceraian itu sah menurut hukum nasional pasangan asing, itu akan diakui di Filipina untuk pasangan Filipina," kata para hakim dalam putusan mereka.

Infografis Journal_Apa Penyebab Terjadinya Perceraian? (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya