Bupati Tak Boleh Punya Saham di BPR dan BPRS

Pengelolaan BPR maupun BPRS akan diserahkan ke pemerintah provinsi melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD).

oleh Tim Bisnis diperbarui 14 Okt 2024, 17:00 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae usai Peluncuran Roadmap Bank Pembangunan Daerah (BPD) 2024-2027, di Jakarta, Senin (14/10/2024). (Foto: Liputan6.com/Arief RH)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan peta jalan Penguatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) 2024-2027. Dalam peta jalan tersebut akan mengatur sejumlah ketentuan terkait tata kelola Bank Perekonomian Rakyat (BPR) maupun Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, salah satu poin yang diatur dalam peta jalan tersebut adalah melarang pemimpin daerah untuk menguasai BPR maupun BPRS.

Dengan ini, pengelolaan BPR maupun BPRS akan diserahkan ke pemerintah provinsi melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD).

"BPR harus single present policy. Artinya tidak boleh lagi nanti di kabupaten, contohnya itu dimiliki oleh berbagai bupati, tapi ini akan dikonsentrasikan di bawah pemerintah provinsi dan tentu ada juga keperluan sahamnya kabupaten, tetapi di bawah pengendalian BPD," kata Dian, Senin, (14/10/2024).

Aturan baru tersebut untuk mempercepat pengambilan solusi jika BPR maupun BPRS mengalami masalah keuangan dikemudian hari. Mengingat, saat ini proses pengambilan di pemerintah daerah tergolong lambat.

"Seperti tadi dikatakan,  pemerintah daerah maupun pemerintah pusat kalau mau menginject (suntikan) modal itu membutuhkan waktu yang sangat lama proses politiknya, sementara kalau BPR sebagai  bank gitu saja memerlukan kebijakan yang sangat cepat," ucapnya.

Dia memproyeksikan, terdapat 20 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) yang akan dicabut izinnya oleh OJK hingga akhir tahun 2024. 


Perkuat Industri Perbankan

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam acara Peluncuran Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Tahun 2024-2027 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin, (14/10/2024). (Sulaeman/Merdeka.com)

Pencabutan izin BPR ini sebagai salah satu tindakan pengawasan OJK dalam rangka menjaga dan memperkuat industri perbankan nasional serta melindungi konsumen.

"Saat ini, beberapa kita harus terpaksa menutup BPR di berbagai daerah dan sudah sekitar 20 sekarang tutup," kata Dian.

Sebelumnya, OJK mencabut izin usaha terhadap 15 BPR maupun BPRS hingga September 2024. Pencabutan izin BPR ini sebagai salah satu tindakan pengawasan OJK dalam rangka menjaga dan memperkuat industri perbankan nasional serta melindungi konsumen.

Pencabutan izin tersebut dilakukan karena Pemegang saham dan Pengurus BPR tidak mampu melakukan upaya penyehatan terhadap BPR/BPRS yang sebagian besar terjadi karena adanya penyimpangan dalam operasional BPR. 


Pengawasan

Saat ini, OJK terus melakukan tindakan pengawasan terutama memastikan rencana tindak penyehatan dilakukan oleh beberapa BPR/S dengan status pengawasan Bank Dalam Penyehatan. 

Apabila sampai dengan batas waktu yang ditentukan atau kondisi BPR/S terus memburuk maka OJK akan melakukan tindakan pengawasan selanjutnya dengan menetapkan BPR/S sebagai Bank Dalam Resolusi dan berkoordinasi dengan LPS untuk menangani BPR/S tersebut dengan  langkah terakhir melakukan cabut izin usaha terhadap BPR/S tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya