Liputan6.com, Jakarta Diageo menandai tonggak sejarah penting dengan peletakan batu pertama untuk fasilitas pabrik baru yang diperluas di Tabanan, Bali. Fasilitas baru seluas 8.800 m2 ini menggarisbawahi komitmen Diageo yang tak tergoyahkan terhadap Indonesia, memposisikannya sebagai pusat pasokan penting untuk pasar Diageo lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Diageo mendirikan pabriknya di Indonesia pada tahun 2014, memproduksi beberapa merek untuk pasar Indonesia. Pada Desember 2021, Diageo mulai mengekspor merek Smirnoff dan Captain Morgan yang diproduksi di pabrik Tabanan Bali ke Thailand, Filipina, dan selanjutnya ke negara-negara di ASEAN lainnya.
Advertisement
Presiden & CEO Diageo Asia Pasifik, Global Travel dan India, John O'Keeffe, menekankan peran penting pabrik di Tabanan Bali dan perluasan fasilitas baru.
"Perluasan pusat pasokan kami yang kuat di Bali adalah kunci strategi regional kami yang lebih luas untuk melayani pelanggan dan konsumen dengan lebih baik di seluruh Asia Pasifik dan berkontribusi pada ambisi global Diageo," kata dia dikutip Senin (14/10/2024).
Fasilitas baru ini akan mendukung ambisi Diageo Asia Pasifik untuk meningkatkan kontribusinya terhadap penjualan produk dan bisnis Diageo secara keseluruhan di seluruh dunia. Saat ini, 19% dari penjualan Diageo di seluruh dunia berasal dari Asia Pasifik.
Sejalan dengan komitmen global Diageo terhadap keberlanjutan, setelah beroperasi, fasilitas baru ini akan menggunakan energi 95% lebih sedikit dibanding metode produksi tradisional, berkontribusi pada rencana aksi ESG 10 tahun Diageo Society 2030: Spirit of Progress.
Dalam rangkaian acara hari ini, O'Keeffe juga secara resmi membuka Rumah Nyambu atau Nyambu Sustainability Hub, pusat kolaborasi di mana masyarakat dapat berkumpul bersama dengan Diageo dan organisasi lain serta Lembaga Swadaya Masyarakat untuk berdiskusi tentang isu mendesak, berinovasi, dan berbagi pengetahuan tentang keberlanjutan.
Hub ini merupakan kolaborasi antara masyarakat Nyambu, Desa Wisata Ekologis, Yayasan Wisnu, dan Yayasan Bambu Lingkungan Lestari yang didukung oleh Diageo melalui PT Langgeng Kreasi Jayaprima.
Babak Baru Perang Dagang, China Luncurkan Tindakan Antidumping Impor Wine Eropa
Sebelumnya, China mengumumkan akan mengambil tindakan antidumping sementara pada produk minuman anggur beralkohol (wine) yang diimpor dari negara-negara Eropa. Langkah ini menandai babak terbaru dalam perang dagang dua negara-kawasan strategis, China dan Uni Eropa.
Sebagai informasi, Tindakan Antidumping merupakan tindakan yang diambil pemerintah suatu negara berupa pengenaan Bea Masuk Antidumping terhadap Barang Dumping.
Mengutip Channel News Asia, Selasa (8/10/2024) otoritas China mengatakan bahwa operator minuman anggur beralkohol dari Eropa akan diminta membayar "jaminan yang sesuai" kepada bea cukai China saat mengimpor wine ke negara tersebut.
Dilaporkan, jumlah bea yang dikenakan akan didasarkan pada perhitungan yang melibatkan harga yang disetujui oleh bea cukai, serta pajak impor.
Sebelumnya, pada Agustus 2024 Beijing mengatakan bahwa negara itu tidak akan mengenakan tarif sementara pada pembuat wine Eropa meskipun telah menemukan bukti dumping, tetapi tidak mengesampingkan tindakan selanjutnya.
"Penyelidikan tersebut telah menentukan secara awal bahwa impor wine tertentu yang berasal dari UE sedang di-dumping, yang mengancam kerusakan besar pada industri brendi dalam negeri," demikian keterangan otoritas China.
Ditambahkan pula bahwa penyelidikan tersebut juga menetapkan "hubungan kausal antara dumping dan ancaman kerusakan substansial".
China juga merilis daftar yang merinci tarif yang diharapkan dibayar oleh masing-masing perusahaan wine Eropa, mulai dari 30,6 persen untuk perusahaan pembuat cognac Martell, 39 persen untuk Jas Hennessy dan 38,1 persen untuk Remy Martin.
Advertisement
AS Kembali Larang Impor dari Perusahaan China terkait Kerja Paksa
Kementerian Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (AS) mengumumkan pada hari Rabu (2/10/2024) bahwa mereka akan melarang impor barang dari produsen baja China dan pembuat pemanis buatan China, menuduh keduanya terlibat dalam penggunaan kerja paksa dari wilayah Xinjiang di ujung barat China.
Penambahan daftar entitas berdasarkan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur menandai pertama kalinya perusahaan baja yang berbasis di China atau bisnis pemanis aspartam menjadi sasaran penegak hukum AS.
"Tindakan hari ini menegaskan kembali komitmen kami untuk menghapus kerja paksa dari rantai pasokan AS dan menegakkan nilai-nilai hak asasi manusia untuk semua," kata Wakil Menteri Keamanan Dalam Negeri untuk Kebijakan Robert Silvers seperti dilansir kantor berita AP, Kamis (3/10).
"Kami akan terus mengidentifikasi entitas di seluruh industri dan meminta pertanggungjawaban mereka yang berusaha mendapatkan keuntungan dari eksploitasidan pelanggaran."
Undang-undang federal yang ditandatangani Presiden Joe Biden pada akhir tahun 2021 itu menyusul tuduhan pelanggaran hak asasi manusia oleh Beijing terhadap anggota kelompok etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya di Xinjiang. Pemerintah China telah membantah klaim tersebut sebagai kebohongan dan membela praktik serta kebijakannya di Xinjiang sebagai upaya memerangi teror dan memastikan stabilitas.
Pendekatan baru tersebut menandai pergeseran hubungan dagang AS dengan China untuk semakin mempertimbangkan keamanan nasional dan hak asasi manusia. China menuduh AS menggunakan hak asasi manusia sebagai dalih untuk menekan pertumbuhan ekonominya.