Cerita Warga Asal Surabaya Anaknya Jadi Korban Baby Sitter, Ini Motifnya

Ibu korban mengaku semula menemukan obat berwarna oranye dan biru yang diberikan kepada sang anak

oleh Dian Kurniawan diperbarui 14 Okt 2024, 23:34 WIB
LK ibu balita yang menjadi korban baby sitter di Surabaya. (Ist)

Liputan6.com, Surabaya Seorang baby sitter di Surabaya, inisial NR viral di media sosial lantaran aksinya mencekoki balita EL dengan obat-obatan keras hingga badannya bengkak. 

Perbuatan itu kepergok oleh LK, ibu balita tersebut. LK mengungkapkan, anaknya yang masih berusia dua tahun itu dicekoki obat keras Deksametason dan Pronicy oleh baby sitter kepercayaannya tersebut.

"Baby sitter NR ternyata sudah setahun lebih melakukan perbuatan itu kepada anak saya. Akibatnya sang anak mengalami gangguan kesehatan hingga gangguan pada hormon pertumbuhannya," ujar LK saat berbincang dengan liputan6.com di Surabaya, Senin (14/10/2024).

LK mengatakan, dirinya awalnya menemukan obat berwarna oranye dan biru yang diberikan kepada sang anak. 

Obat tersebut, lanjut LK, berwarna biru segi lima dan oranye berbentuk lonjong yang ditemukan di sebuah toples warna putih yang disimpan di laci lemari kamar mandi balita EL.

"Itu obat deksametason dan pronicy. Obat keras buat kalangan dewasa. Apa jadinya kalau diminumkan ke baby," ucapnya.

"Ternyata disalahgunakan buat obat penggemuk dan penambah nafsu makan. Berat badan anak saya memang naik secara drastis, tapi itu bukan gemuk melainkan bengkak," imbuh LK.

LK menyebut, obat steroid tersebut tentu berdampak buruk bagi kesehatan anaknya. Usai setahun mengonsumsi obat-obatan itu, hormon pertumbuhan sang anak terganggu.

"Baby sitter NR itu tidak punya hati nurani, kasih ke anakku selama satu tahun secara terus menerus obat steroid ini," ujarnya.

LK menceritakan, dampak dari obat tersebut diberhentikan, pertumbuhan sang anak terganggu dan menjadi drop dan tak mau makan dan minum.


Motif Pelaku

Selanjutnya, kata LK, sang anak langsung dibawa ke UGD karena drop hingga diopname. Saat itu, dokter berkata anaknya tidak memiliki hormon kortisol dan harus disuntikkan hormon tersebut.

"Bayangin gara-gara pemakaian obat deksa selama satu tahun yang menekan andrenocorticotropic hormon anakku sehingga tidak bisa menghasilkan hormon kortisol tersebut," ucapnya.

Tak terima dengan ulah pengasuh anaknya tersebut, LK pun melaporkan aksi baby sitter nya NR ke Polda Jawa Timur.

"Terima kasih kepada Kapolri, Kapolda Jatim, Ditreskrimsus Pak Farman dan pihak terkait yang sudah membantu menangani kasus ini," ujar LK.

Kuasa Hukum LK, Sanih Mafandi menambahkan, pihaknya membawa sejumlah bukti saat laporan ke Polda Jatim.

"Bukti yang diserahkan ke polisi, obat-obatan yang disalahgunakan itu sudah diamankan penyidik, gelas yang digunakan untuk meminumkan juga sudah disita, dan alat gerusnya juga," ungkapnya.

Sanih bersyukur, pelaku sudah diamankan dan proses hukum terus berjalan. 

"Saat ini baby sitter sudah menjadi tersangka dan dilakukan penahanan. Perkaranya sudah di tahap 1 pelimpahan berkas ke Kejati Jatim," katanya.

Terpisah, Direktur Direktorat Kriminal Umum Kombes Pol Farman membenarkan bahwa penyidik telah melakukan penyelidikan atas kasus ini. 

Farman menyebut, motif tersangka sengaja memberikan dua jenis obat yang bukan peruntukan terhadap korban karena menginginkan tubuh bayi menjadi gemuk dan selalu tenang. 

"Motif sementara yang disampaikan oleh pelaku ini, alasannya ingin membuat anak ini menjadi lebih gemuk. Tapi dia tidak memiliki latar belakang bidang medis," ujarnya.

Farman menegaskan, pelaku memperoleh pasokan obat tersebut dari situs belanja online. Pengetahuan terbatas akan penggunaan obat keras tersebut juga diperolehnya dari informasi liar dari beberapa orang temannya sesama babysitter. 

"Pengetahuan obat dia mengakui berdasarkan informasi dari teman-temannya sesama baby sitter. Pengakuannya baru kepada anak ini. Iya selama setahun," ucapnya.

Farman menyampaikan, pelaku NR sudah ditetapkan menjadi tersangka dan sudah dilakukan penahanan serta berkas perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Jatim 

"Tersangka dijerat Pasal 44 ayat 1 dan ayat 2 UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan Pasal 436 ayat 1 dan ayat 2 UU RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya