Sistem Peringatan Dini Melalui TV Digital, Langkah Baru Indonesia Hadapi Bencana dan Minimalisasi Korban

Sistem Informasi Bencana atau Early Warning System (EWS) melalui siaran televisi digital akan menampilkan informasi mengenai jenis bencana, lokasi, waktu, serta instruksi khusus. Sehingga masyarakat punya waktu untuk mengevakuasi diri dan meminimalisir risiko.

oleh Gilar Ramdhani pada 15 Okt 2024, 17:59 WIB
Kementerian Komunikasi dan Informatika resmi mengoperasikan Sistem Informasi Bencana atau Early Warning System (EWS) melalui siaran televisi digital.

Liputan6.com, Jakarta Televisi raksasa di Trans Resort Bali, Kabupaten Badung, Bali mendadak berubah warna menjadi merah merona. Pada bagian atas tertulis pesan serius "Status Awas". Peringatan itu diikuti beragam keterangan singkat: lokasi, waktu, jenis bencana, dan instruksi khusus. Lengkap, semua pesan darurat tersebut terangkum di monitor yang menyala itu.

Layar tersebut tidak sedang rusak melainkan dipakai simulasi early warning system (EWS). Sistem peringatan dini kebencanaan ini akan mengirim pemberitahuan bencana maupun insiden darurat kepada masyarakat melalui layar TV Digital tiga menit setelah peristiwa terjadi.

“(EWS TV Digital) efektif untuk penyiaran hari ini sudah mulai beroperasi,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, Senin 23 September 2024.

Menkominfo Budi Arie menjelaskan sistem peringatan dini ini akan menampilkan informasi mengenai jenis bencana, lokasi, waktu, serta instruksi khusus. Sehingga masyarakat punya waktu untuk mengevakuasi diri dan meminimalisir risiko. Lewat peringatan dini ini, pemerintah berharap korban akibat bencana alam bisa diminimalisir.

“Ini bagian dari perlindungan masyarakat, tanggungjawab negara terhadap masyarakat, karena negara bertanggung jawab untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia,” lanjut Budi Arie.

Ada tiga kategori informasi bencana yang akan ditampilkan sesuai dengan level bahaya bencana, yaitu biru untuk waspada, kuning berarti siaga, dan merah untuk status awas. Pada kategori paling bahaya awas akan ditampilkan pesan satu layar penuh beserta munculnya bunyi alarm agar masyarakat dapat segera melakukan evakuasi.

Jangkau 76 Persen Populasi di Indonesia

Sistem EWS TV Digital punya dua fitur utama, yakni pengiriman SMS Blast gratis kepada masyarakat di wilayah terdampak secara realtime serta integrasi dengan sistem dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah serta penyedia informasi bagi masyarakat terdampak.

“Jadi EWS pemberitahuannya sudah di seluruh Indonesia sehingga kalau ada bencana di suatu tempat atau lokasi terdampak akan segera diberitahu lewat TV Digital dan SMS Blast. Ini adalah bagian dari bagaimana mitigasi bencana,” tutur Budi Arie.

Menurut Budi Arie, sistem EWS yang memanfaatkan jangkauan layanan TV Digital bisa menjangkau sekitar 76 persen populasi di Indonesia. Sistem tersebut memberikan informasi langsung dari otoritas deteksi dini kebencanaan dan ditayangkan pada layar TV Digital dengan menginterupsi siaran yang ditonton oleh masyarakat.

Sementara, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo, Wayan Tonny Supriyanto, mengatakan, masyarakat perlu memasukkan kode pos sesuai dengan domisili ke TV Digital agar informasi peringatan dini tersebut bisa akurat, diterima sesuai daerah yang terdampak bencana.

Bagi masyarakat yang masih menggunakan TV Analog, peringatan dini kebencanaan ini bisa muncul di layar kaca dengan memanfaatkan set top box yang telah tersertifikasi oleh Kemenkominfo.

“Yang paling penting lagi memasukkan kode pos yang sesuai dengan area masing-masing, kalau di daerah Serang ya masukkan wilayah Serang kode posnya agar nanti early warning system sesuai dengan wilayah yang terdampak,” beber Wayan Tonny.


Letak Geografis Indonesia di Jalur Ring of Fire

Bali Tsunami Early Warning System (BTEWS) telah diaktivasi.

Sistem peringatan dini kebencanaan memang sangat dibutuhkan. Ini bukan untuk gaya-gayaan. Bukan karena latah meniru negeri maju. Kita semua mafhum, Indonesia sangat dekat dengan bencana. Banyak faktor jadi pemicu. Letak geografis, bentuk geomorfologi, serta iklim, sewaktu-waktu bisa menjadi ancaman.

Secara geografis, Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng yang terus aktif bergerak, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Eurasia. Lempeng-lempeng yang terus menggeliat itu bisa memicu beberapa bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, serta aktivitas gunung berapi di Indonesia.

Indonesia juga berada di jalur Ring of Fire. Jalur cincin api ini merupakan rangkaian gunung berapi yang membentang mengelilingi cekungan pasifik, berderet dari Sumatera hingga Jawa dan Sulawesi. Data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyebut Indonesia punya 127 gunung api aktif.

Kondisi geomorfologi dan iklim juga membuat Indonesia rawan bencana. Bentangan alam yang beragam, mulai datar hingga terjal, dapat memicu beberapa potensi bencana alam. Iklim tropis dengan curah hujan tinggi memudahkan terjadi pelapukan pada tanah yang memicu longsor. Curah hujan tinggi juga dapat menimbulkan bencana banjir. Jika terjadi kemarau, Indonesia juga rawan dengan kebakaran hutan dan lahan.

Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Prasinta Dewi, mengatakan bahwa Indonesia pada tahun 2023 menempati urutan ke dua sebagai negara dengan risiko bencana terbesar di dunia. World Risk Report (WRR) 2023 melaporkan Indonesia memiliki skor World Risk Index (WRI) sebesar 43,5 dari 100, hampir sama dengan Filipina yang menempati urutan teratas dengan skor 46,86.

“Indonesia menduduki peringkat ke dua dari 193 (negara) pada The World Risk Report atau WRR 2023,” kata Prasinta dalam peluncuran Hari Kesiapsiagaan Bencana pada Rabu 3 April 2024.

Prasinta menambahkan, indeks risiko bencana WRI mengkaji tingkat kebencanaan berdasarkan komponen bahaya, tingkat terpapar, dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

Mari kita buka data BNPB. Pada tahun 2023, setidaknya telah terjadi 5.400 bencana alam di Indonesia. Rinciannya, kebakaran hutan dan lahan sebanyak 2.051 kejadian, cuaca ekstrem 1.261, banjir 1.255, tanah longsor 591, kekeringan 174, gelombang pasang dan abrasi 33, gempa bumi 31, dan letusan gunung api 4.

Bencana sepanjang tahun itu menyebabkan 275 korban meninggal dunia, 5.795 orang luka-luka, dan 8.491.288 lainnya mengungsi. Berbagai bencana tahun lalu itu juga menyebabkan 4.870 rumah rusak berat, 6.079 rusak sedang, 36.265 rumah rusak ringan, dan 754.827 hunian terendam.

Sementara tahun ini, hingga Oktober 2024, data BNPB mencatat telah terjadi 1.270 kali bencana alam di Indonesia dengan 391 korban meninggal dunia, 54 orang hilang, 674 terluka, 3.545.359 orang menderita, 318.933 mengungsi, dan menyebabkan 38.900 rumah rusak.

Menurut Prasinta, kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana menentukan besar kecilnya dampak bencana yang terjadi. “Oleh karena itu masyarakat harus memiliki kemampuan untuk bertahan dan membangun kembali kehidupan setelah terkena bencana atau build back better,” ujarnya.


DPIS dan EWS TV Digital Jadi Sistem yang Saling Melengkapi

Simulasi early warning system (EWS).

Karena potensi bencana itulah Kemenkominfo membangun Sistem Nasional Peringatan Dini Kebencanaan (SNPDK) yang diluncurkan di Trans Resort Bali tersebut. Tidak hanya EWS di TV Digital, sistem ini juga terdapat Disaster Prevention Information System (DPIS).

SNPDK mengintegrasikan sistem informasi kebencanaan kementerian, lembaga, dan daerah, serta penyedia informasi bencana yang meliputi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BNPB, Badan Geologi Kementerian ESDM (PVMBG), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Khusus Jakarta. Sistem EWS TV Digital juga terhubung dengan penyelenggara telekomunikasi dan penyiaran.

Sementara, sistem DPIS akan meneruskan peringatan dini kepada semua petugas, relawan kebencanaan atau kedaruratan dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten dan kota. DPIS merupakah hibah pemerintah Jepang untuk menyiapkan sistem penyebaran informasi bencana dalam rangka antisipasi dan penanganan yang cepat dan optimal.

“Yang pasti teknologi ini untuk mengurangi dan meminimalisir korban akibat terdampak bencana. Gempabumi tetap ada, kita tidak bisa tahan gempa. Tapi korbannya kita harus minimalisir,” kata Budi Arie. 

DPIS dan EWS TV Digital merupakan sistem yang saling melengkapi. Dua sistem peringatan dini itu akan mendukung sistem EWS melalui SMS Blasting yang sudah ada sebelumnya. Info kebencanaan ini hanya disebarkan kepada masyarakat terdampak.

Budi Arie mengingatkan bahwa implementasi sistem informasi kebencanaan perlu ditindaklanjuti dengan sosialisasi secara masif. Pemahaman masyarakat sangat penting agar bisa terhindar dari segala permasalahan dalam kebencanaan.

“Masyarakat bisa mengetahui langkah-langkah keselamatan yang harus dilakukan apabila menerima pesan peringatan dini kebencanaan di layar televisi,” tutur Budi Arie.

 

(*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya