Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, ulama asal Rembang, Jawa Tengah, dalam salah satu pengajiannya mengangkat kisah para nabi dan bagaimana sikap mereka di hadapan Allah pada hari kiamat.
Menurut penjelasan Gus Baha, sebagian besar nabi menunjukkan sikap egois saat tiba di hari pembalasan. Mereka mengatakan, “Nafsi, Nafsi” atau “diriku, diriku,” ketika dimintai pertolongan.
Hal ini disampaikan Gus Baha sebagai bentuk keinsafan bahwa bahkan nabi yang gagah seperti Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim pun bersikap demikian di hadapan hisab yang berat.
Dalam pengajian tersebut, Gus Baha menjelaskan bahwa para nabi yang sebelumnya dikenal sebagai sosok gagah dan mulia, seperti Nabi Nuh yang dikenal sebagai ulul azmi dan Nabi Ibrahim yang bergelar Khalilurrahman, tetap menunjukkan sikap yang mementingkan diri sendiri ketika dihadapkan dengan kedahsyatan hari kiamat.
Mereka lebih memikirkan keselamatan diri masing-masing, sebagaimana yang tergambar dalam ucapan "nafsi, nafsi."
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @alqolbumutayyam89, Gus Baha membahas bahwa berbeda dengan nabi-nabi lain, Rasulullah Muhammad SAW justru mengambil sikap yang sangat berbeda.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Saat Kiamat Ini yang Terjadi Pada Nabi Muhammad SAW
Meski di tengah kedahsyatan hari kiamat, Nabi Muhammad SAW tetap bersedia memberikan syafaat bagi umatnya. Inilah yang menjadi pembeda besar antara Rasulullah dan para nabi lainnya.
“Ketika semua nabi mengatakan 'nafsi, nafsi', Nabi Muhammad SAW justru berkata 'ana laha', artinya 'aku sanggup',” terang Gus Baha.
Hal ini menunjukkan keagungan hati Rasulullah yang senantiasa memikirkan umatnya meskipun di tengah ketakutan yang amat besar pada hari kiamat.
Sikap ini menunjukkan betapa kasih sayang Nabi Muhammad SAW kepada umat manusia tak pernah pudar, bahkan di hadapan Allah pada hari pembalasan.
Gus Baha juga menjelaskan bahwa Rasulullah memiliki keyakinan penuh terhadap rahmat Allah yang tidak terbatas. Meskipun kondisi akhirat sudah sangat mengerikan dan di luar jangkauan manusia, Rasulullah tetap memahami bahwa Allah yang disembah di dunia adalah Allah yang sama di akhirat.
Rahmat dan kasih sayang-Nya tetap ada, sehingga tidak ada batasan bagi Nabi Muhammad SAW untuk memberikan syafaat.
Menurut Gus Baha, keyakinan Nabi Muhammad SAW pada rahmat Allah yang Rahman dan Rahim ini menjadi dasar kuat mengapa beliau tetap berani mengatakan "ana laha" saat nabi-nabi lain menyerah.
Advertisement
Nabi Muhammad SAW Siap Berikan Syafaat
“Ini adalah bentuk kepercayaan penuh Nabi Muhammad SAW kepada Allah,” ungkap Gus Baha. Kesadaran bahwa rahmat Allah selalu ada di manapun, baik di dunia maupun di akhirat, membuat Nabi Muhammad SAW tidak ragu untuk memberikan syafaat.
Gus Baha juga menambahkan bahwa dalam pandangan konstitusi akhirat, semua urusan sebenarnya sudah selesai pada saat kiamat tiba.
Namun, siapa yang bisa membatasi kehendak Allah? Rasulullah sangat paham bahwa tidak ada yang bisa mengekang kuasa dan kasih sayang Allah, bahkan setelah semua perhitungan selesai.
Menurut Gus Baha, Rasulullah SAW dengan penuh keyakinan bersedia memberikan syafaat karena memahami dengan jelas sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Nabi Muhammad SAW tahu bahwa kasih sayang Allah tidak berhenti di dunia saja, melainkan terus berlanjut hingga di akhirat. “Inilah yang membedakan Rasulullah dari para nabi lainnya,” kata Gus Baha.
Bagi umat Islam, penjelasan ini semakin memperkuat keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang senantiasa memikirkan keselamatan umatnya, tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat.
Rahmat Allah yang tidak terbatas menjadi fondasi utama dalam sikap Rasulullah tersebut, yang tak pernah mementingkan diri sendiri bahkan saat dihadapkan pada kondisi terberat sekalipun.
Gus Baha menegaskan bahwa inilah alasan mengapa Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin umat dan orang yang paling dicintai Allah.
Sikap beliau yang selalu mengutamakan umatnya, bahkan di saat para nabi lain tidak mampu lagi berbuat apa-apa, menjadikan beliau sebagai satu-satunya yang diberi keistimewaan untuk memberikan syafaat di hari kiamat.
Kisah ini memberikan pelajaran mendalam bagi umat Islam tentang pentingnya sifat tidak mementingkan diri sendiri dan selalu mengedepankan kepentingan orang lain.
Rasulullah SAW adalah teladan dalam hal ini, dan umat Islam diharapkan bisa mencontoh sikap beliau yang penuh kasih dan pengorbanan.
Melalui penjelasan Gus Baha, semakin jelas bahwa di tengah segala keterbatasan dan ketakutan di hari kiamat, Rasulullah SAW tetap menjadi penyelamat umatnya, memperlihatkan kasih sayangnya yang abadi, dan memperlihatkan keagungan Islam yang penuh dengan rahmat Allah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul