Literasi Keuangan Jadi Senjata Kelas Menengah Hindari Jatuh Miskin

Kelas menengah tidak jatuh ke dalam kemiskinan, tetapi bergeser ke kelompok rentan miskin. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan ruang ekonomi lebih besar dengan mempertahankan subsidi dan menunda kenaikan pajak.

oleh Arthur Gideon diperbarui 15 Okt 2024, 21:37 WIB
Sebelumnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian subsidi KRL Jabodetabek menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah penduduk yang tergolong dalam kelas menengah mengalami penurunan signifikan dari 57,33 juta pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta pada tahun 2024. Di sisi lain, kelompok calon kelas menengah yang rentan terhadap kemiskinan terus bertambah mencapai 137,5 juta jiwa.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menyoroti tantangan yang dihadapi kelas menengah, termasuk kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pertumbuhan kelas menengah.

"Kelas menengah saat ini terhimpit akibat kenaikan tarif PPN, harga BBM, dan inflasi, sehingga daya beli mereka melemah," ujar Huda dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2024).

Kelas menengah tidak jatuh ke dalam kemiskinan, tetapi bergeser ke kelompok rentan miskin. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan ruang ekonomi lebih besar dengan mempertahankan subsidi dan menunda kenaikan pajak.

“Saya menilai kelas menengah ini dia tidak naik ke atas, tapi tidak terlalu jeblok ke bawah, yakni ke golongan miskin. Kelas menengah itu ternyata dapat dikatakan pindah dari kelas menengah ke rentan miskin," kata dia.

Selama pandemi COVID-19, bantuan sosial lebih banyak diterima oleh kelas miskin, sementara kelas menengah justru berjuang untuk bertahan di tengah penurunan pendapatan. Selain itu, kenaikan PPN di tahun 2025 juga bisa semakin mempersulit keadaan.

Huda menilai pertumbuhan pendapatan masyarakat kelas menengah hanya sekitar 1,5%, jauh di bawah laju kenaikan harga barang. Akibatnya, banyak dari mereka yang mulai terpaksa menggunakan tabungan untuk menjaga pola konsumsi tetap berjalan. Ini menunjukkan betapa rentannya posisi kelas menengah dalam menghadapi tekanan ekonomi.

Ia menyarankan agar pemerintah menunda kenaikan tarif PPN dan mempertahankan subsidi yang ada. Langkah ini, menurutnya, bisa memberikan ruang bagi kelas menengah untuk bernapas dan memulihkan kondisi keuangan mereka di tengah tantangan yang ada.


Literasi Keuangan

Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto, kelas menengah dibuat bingung dengan kebijakan pemerintah. Di satu sisi saat rencana skema pemberian subsidi untuk KRL Jabodetabek diubah menjadi berbasis NIK mengemuka, di sisi lain pemerintah juga memberikan sinyal rencana pembatasan BBM subsidi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, Huda juga menekankan pentingnya literasi keuangan dan investasi bagi masyarakat. Meskipun minat investasi meningkat, banyak orang masih terjebak dalam keputusan yang kurang tepat karena tergoda iming-iming keuntungan besar tanpa memahami risiko yang ada.

Oleh karena itu, masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai investasi, agar mereka bisa membuat keputusan yang bijak di tengah situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian ini.

Terdapat angin segar di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi oleh kelas menengah Indonesia antara lain literasi keuangan yang semakin membaik. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BPS, tingkat literasi keuangan Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan.

Dari 38,03% pada 2019, kini angka tersebut melonjak menjadi 65,43% pada 2024. Pertumbuhan literasi ini menjadi sinyal positif bagi keberlangsungan kelas menengah di tengah tekanan ekonomi yang terus meningkat.

Menanggapi hal positif ini, Benny Sufami, Co-Founder Tumbuh Makna, melihat perkembangan ini sebagai kesempatan bagi masyarakat kelas menengah untuk lebih cerdas dalam mengelola keuangan mereka. Benny menekankan bahwa dengan literasi yang semakin kuat, masyarakat kini lebih siap dalam membuat keputusan keuangan yang lebih bijak dan terhindar dari jebakan keuangan seperti pinjaman online ilegal atau keputusan finansial impulsif lainnya.

"Sekarang, masyarakat kelas menengah memiliki lebih banyak pengetahuan untuk mengelola keuangan dengan baik. Dengan edukasi keuangan yang tepat, mereka bisa lebih memahami cara-cara mengelola pendapatan, melakukan budgeting yang efektif, serta memilih instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko masing-masing," jelas Benny.


Kelas Menengah Tangguh

Ia juga menyoroti pentingnya berhati-hati dalam memilih instrumen investasi. Dalam kondisi ekonomi yang menantang ini, masyarakat kelas menengah harus semakin selektif. Investasi seperti obligasi ritel bisa menjadi pilihan yang aman dan menguntungkan, terutama di tengah fluktuasi inflasi.

"Dengan modal yang terjangkau, masyarakat bisa mulai berinvestasi dan melindungi keuangan mereka dari tekanan ekonomi,” tambahnya.

Keberhasilan peningkatan literasi ini juga diharapkan dapat menciptakan kelas menengah yang lebih tangguh dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Memahami dasar-dasar investasi dan mengelola risiko dengan baik akan membantu kelas menengah Indonesia mempertahankan daya beli dan stabilitas keuangan, bahkan dalam situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian.

Benny berharap dengan adanya pemangkasan suku bunga pada tahun 2025, dunia usaha dan ekonomi kelas menengah akan mendapatkan dorongan tambahan untuk tumbuh.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya