Liputan6.com, Jakarta - Terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan harus menjadi prioritas pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Bila pemerintahan baru nanti kurang memberi perhatian pada masalah kedaulatan pangan, maka konsekuensinya pada saat mencapai usia emas 2045, negara ini bisa saja dihantui masalah kelaparan dan menuju negara gagal.
Hal itu disampaikan Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yulianus Henock Sumual saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar pangan yang juga Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB University, Prof. Dr. Widiatmaka, di Gedung DPD RI, Selasa, 15 Oktober 2024.
Advertisement
Yulianus menekankan beberapa poin penting yang harus diperhatikan bila Indonesia ingin menuju swasembada pangan.
"Pertama, pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahteraan petani sebagai pahlawan pangan. Berikan kemudahan pupuk, bibit, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang berhubungan dengan proses produksi dan distribusi pertanian," katanya.
Kedua, perluas tata kelola lahan pertanian yang akhir-akhir ini semakin sempit tergerus oleh kebun sawit, pertambangan, dan perumahan.
Ketiga, batasi keran impor bahan pangan yang merusak harga produksi petani Indonesia.
Keempat, berikan kredit usaha tani yang maksimal, jamin proses distribusi dan pembelian produk petani indonesia dengan harga yang tidak merugikan petani
“Terakhir, tingkatkan subsidi anggaran yang lebih baik dan berpihak kepada kepentingan petani,” jelasnya.
Pada RDPU ini, Widiatma menyarankan perbaikan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dapat diarahkan pada peningkatan koordinasi kelembagaan, dukungan terhadap produksi pangan lokal, penguatan pengawasan keamanan pangan, serta perlindungan petani dan keberlanjutan sistem pangan.
Rincian pasal-pasal tersebut dapat disempurnakan agar lebih adaptif terhadap tantangan masa depan, termasuk perubahan iklim, teknologi pangan, dan ketahanan pangan nasional.
Yulianus mengapresiasi penjelasan Widiatmaka, Menurutnya, pengaturan dan perundang-undangan di negara ini, termasuk Undang-Undang No. 18/2032 Pangan sudah cukup bagus. Namun itu semua hanya di tataran teori, sementara praktik pelaksanan dan koordinasi dengan instansi terkait masih sangat minim.
”Universitas seharusnya tidak hanya menghasilkan mahasiswa pertanian yang pandai dalam berteori, namun lebih penting lagi menghasilkan lulusan yang jago dalam praktik di lapangan. Seharusnya profesor dan guru besar pertanian harus berani turun dan melihat langsung betapa dominasi impor masih memenuhi negeri maritim yang kaya raya ini,” paparnya.