Liputan6.com, Jakarta Secara umum ada dua faktor penyebab seorang anak mengalami speech delay atau keterlambatan bicara dan bahasa yakni faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Hal ini disampaikan pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Fitri Hartanto.
Advertisement
Faktor intrinsik menyebabkan speech delay tipe sekunder. Hal ini seperti kelainan organ, gangguan saraf, gangguan perilaku, gangguan kognitif, termasuk di dalamnya juga keterlambatan perkembangan (maturation delay) papar Fitri.
Sementara itu, faktor ekstrinsik menjadi penyebab speech delay tipe primer, di mana keterlambatan terjadi pada aspek bahasa. Umumnya, faktor ekstrinsik disebabkan oleh stimulasi yang kurang dan pembelajaran yang salah sehingga anak mengalami keterlambatan bicara.
Berbicara soal stimulasi yang kurang, Fitri mengatakan soal pola asuh anak yang permisif misalnya menuruti kemauan anak tanpa menggunakan bahasa ucapan, tetapi hanya melalui gestur.
Makin parah dengan pola asuh yang overprotektif, kala anak dilayani kemauannya agar tidak menangis.
"Kalau hanya meraih tangan atau menunjuk saja sudah diberikan keinginannya dengan harapan agar anak tidak menangis, ini tidak memberi kesempatan anak belajar dengan benar. Harus diperbaiki dengan bahasa ucap," kata Fitri mengutip Antara.
Dipaksa Belajar Bahasa Bilingual
Pembelajaran yang salah biasanya terjadi karena anak dipaksa untuk bilingual atau belajar banyak bahasa di usia awal, alih-alih fokus belajar satu bahasa untuk berkomunikasi.
Faktor lain adalah anak-anak disuruh belajar bahasa secara mandiri tanpa pendampingan orang tua. Hal ini rentan membuat anak mengalami kesalahan dalam kosakata maupun menterjemahkan bahasa. Maka dari itu, anak-anak perlu perlu distimulasi untuk berbicara tahapan pengenalan, pemahaman, dan pengucapan.
"Tidak bisa anak setelah melalui tahapan pengenalan, anak langsung disuruh mengucap tanpa memahami apa yang diucapkan," katanya
Advertisement
Tentang Speech Delay
Speech delay adalah keterlambatan kemampuan bicara dan bahasa yang tidak sesuai dengan usia anak.
Fitri mengatakan sekitar 6 persen dari populasi anak diperkirakan mengalami kesulitan bicara dan bahasa.
Menurut data dari kunjungan pasien speech delay di Poli Klinik Terpadu Tumbuh Kembang Anak RS Kariadi Semarang tahun 2022, dari total sebanyak 3.711 kunjungan, 51 persen di antaranya adalah anak berusia 1–3 tahun.
Lalu, diikuti kelompok anak 3–5 tahun dengan persentase sebesar 26 persen. Sisanya adalah kelompok anak di atas 7 tahun sebanyak 13 persen dan kelompok anak 5-7 tahun sebanyak 10 persen.
Fitri mengingatkan penting untuk mendteksi dini anak bila mengalami speech delay sehingga bisa dintervensi secepatnya.