Liputan6.com, Jakarta- Di masa darurat krisis iklim ini, seluruh bagian masyarakat telah didorong untuk mengambil peran dalam menjaga lingkungan. Perguruan tinggi di Indonesia, sebagai fasilitas pengajar, memiliki peran dalam mengedukasi dan menyosialisasikan ide-ide ramah lingkungan kepada mahasiswa serta komunitas setempat.
“Generasi muda adalah kepanjangan tangan kita untuk menjaga lingkungan kita di masa yang akan datang. Kita harus melihat bahwa adanya edukasi dan kesadaran masyarakat,” ujar Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Paramadina, Fatchiah E. Kertamuda, dalam konferensi pers pembukaan acara Science Film Festival (SFF) 2024 yang bertema “Emisi Nol Bersih dan Ekonomi Sirkular” pada Selasa, 15 Oktober 2024.
Advertisement
Tidak hanya mengedukasi para pelajar tentang sustainability dan keramahan lingkungan, tetapi banyak perguruan tinggi Indonesia juga telah mengambil langkah untuk mengimplementasi ide-ide tersebut melalui berbagai kebijakan kampus.
Walau tiap instansi memiliki kebijakan mereka sendiri, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara luas mendukung kegiatan-kegiatan ramah lingkungan, seperti dalam pengolahan sampah yang menjadi tahap penting dalam ekonomi sirkular. Fatchiah mengatakan, “Ada beberapa pengabdian masyarakat, ada hibah-hibah yang diberikan Kementerian (Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) terkait dengan pengolahan sampah plastik.”
Lalu, bagaimana mengetahui apakah universitas telah mewujudkan sustainability di dalam kampus? Untuk menilai hal tersebut, terdapat alat ukur atau metric, salah satunya adalah UI Greenmetric. “Hampir semua metric mengukur untuk eksternal kampus sudah memasukkan aspek sustainability yang tentu di-support oleh Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi). Yang kentara mungkin UI Greenmetric… di mana dalam skoring-skoringnya ada beberapa variabel seberapa jauh kampus itu terlibat dalam sustainability,” ujar Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Yuda Turana.
“Mulai dari kebijakannya dari rektorat, sampai ke implementasinya, ada alat ukur, termasuk berapa luas lahan hijau dibandingkan dengan bangunannya (dan) berapa banyak penggunaan listrik yang menggunakan matahari. Semua ada alat pengukurnya, termasuk berbagai kegiatan di kampus yang terukur secara monitoring, evaluasi eksternal, dan skoring,” lanjutnya.
Berikut adalah empat perguruan tinggi Indonesia yang aktif dalam menerapkan konsep sustainability serta bermacam kegiatan ramah lingkungan yang mereka lakukan:
1. Universitas Paramadina
Universitas yang berdiri sejak 1994 ini sudah mulai menerapkan konsep green campus, mulai dari infrastrukturnya hingga dalam kegiatan belajar mengajarnya.
Kampus terbarunya yang terletak di Cipayung, Jakarta Timur, mengimplementasikan konsep tersebut. “Kita mulai akan pindah ke kampus Cipayung dan di sana kita punya konsep green campus. Jadi, ada kampus di tengah taman,” ujar sang Wakil Rektor.
Namun, karena infrastrukturnya masih baru, penghijauan kampus tersebut masih dalam proses, menurut Wakil Rektor Fatchiah. “Mudah-mudahan setahun, dua tahun ke depan sudah hijau,” ucapnya.
Selain dari fasilitasnya, Universitas Paramadina juga mengajarkan konsep green campus tersebut melalui salah satu mata kuliahnya yang wajib diikuti oleh para mahasiswa. Mengenai ini, Fatchiah mengatakan, “Ada salah satu mata kuliah wajib di Paramadina bernama ‘Nilai Hidup Paramadina’, di sana, salah satu subtopiknya adalah untuk membahas green campus… Di sana mencakup semua terkait dengan menjaga lingkungan supaya kita survive ke depannya.”
Selain itu, Universitas Paramadina, serta tiga universitas berikutnya, ikut berkolaborasi dalam acara pemutaran film, Science Film Festival 2024, yang diselenggarakan oleh Goethe-Institut untuk mengedukasi anak-anak SD sampai SMA tentang sains, dengan tema tahun ini berfokus kepada emisi nol bersih dan ekonomi sirkular. Universitas Paramadina sendiri telah berkolaborasi pada acara ini selama 15 tahun.
Advertisement
2. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Sebagai Universitas Katolik, perguruan tinggi ini menerapkan konsep Laudato si’ yang diserukan oleh Paus Fransiskus. Ensiklik Laudato si’ ini menitikberatkan perawatan Bumi sebagai rumah kita bersama.
Dalam menjalankan misinya, Rektor Unika Atma Jaya, Yuda Turana, membagi pendekatan yang dilakukan menjadi dua: mitigasi secara infrastruktur dan mitigasi secara perilaku dan budaya. “Secara mitigasi struktur, ada beberapa pembangunan yang konsepnya Laudato si’, termasuk juga pemanfaatan daur ulang air,” ujar Yuda. Ia juga mengatakan bahwa penghijauan kampus dan pembangunan sumur resapan juga berdasarkan konsep tersebut.
Dari aspek budaya, Unika Atma Jaya telah menciptakan Sustainability Hub. Menurut situs resmi universitas tersebut, Sustainability Hub adalah “inisiatif kalangan akademisi Unika Atma Jaya dalam mengawal aktor-aktor kunci pembangunan berkelanjutan Pemerintah-Bisnis-Akademia sekaligus upaya partisipasi aktif dalam memastikan pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs) pasca pandemi COVID-19.”
Unika Atma Jaya juga telah mengadakan kegiatan-kegiatan lain yang mempromosikan dan mempraktikkan aksi-aksi ramah lingkungan, seperti pameran. “Dalam setahun terakhir ini, topik kita tentang sustainability dengan dua pameran (yang membahas)... bagaimana memanfaatkan bahan plastik, sisa kain, menjadi konsep yang dapat dijual secara UMKM,” ujar sang Rektor.
Menurut Yuda, pihak universitas mendorong penelitian di topik sustainability yang menjadi salah satu prioritas tertinggi.
Tiap program studi juga memiliki program-program tersendiri yang berkenaan dengan sustainability. Contohnya, Prodi Teknobiologi dan Teknik Pangan telah memproduksi ekoenzim sendiri dari sampah-sampah berbahan buah dari kantin selama setahun terakhir. Ekoenzim tersebut tidak hanya digunakan untuk tanah, tetapi juga dimanfaatkan untuk skincare. Selain itu, Prodi Teknik universitas tersebut mengembangkan energi terbarukan melalui angin dan juga melakukan pelatihan ke Cina mengenai penggunaan listrik sebagai alternatif bahan bakar fosil.
3. Universitas Negeri Jakarta
Untuk menghadapi tantangan yang dialami lingkungan secara global, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) telah mempersiapkan pembaruan kurikulum, yang menanamkan pendidikan transformatif dan pendidikan berkelanjutan.
Perguruan tinggi tersebut tengah mengeksplorasi apa yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk berkontribusi pada nol emisi dan ekonomi sirkular.
Pada Program Studi Tata Busana mereka, universitas ini memiliki mata kuliah yang menekankan pada penggunaan kain sisa. “Ini adalah mata kuliah khusus yang diberikan kepada mahasiswa kami untuk memaksimalkan penggunaan kain, dalam hal ini kain sisa,” ujar Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Negeri Jakarta, Ifan Iskandar. Menurutnya, hal ini berkaitan dengan ekonomi sirkular yang melibatkan penggunaan kembali, daur ulang, perbaikan, dan reparasi.
Di perguruan tinggi tersebut juga terdapat Batavia Team yang berfokus dalam menciptakan kendaraan hemat energi. Wakil Rektor Ifan mengatakan, “Mereka menggunakan kembali (bahan-bahan), mereka memperbaiki dan memodifikasi kembali bahan yang sama, dari tahun ke tahun. Menurut saya, ini adalah upaya optimal untuk menggunakan bahan secara maksimal dan dalam menangani emisi nol.”
Universitas Negeri Jakarta juga membantu menanamkan kebiasaan ramah lingkungan pada para mahasiswanya. “Di universitas kami, kami telah melakukan kampanye gratis di mana para mahasiswa dapat menggunakan dan mengisi ulang botol minum mereka dengan air siap minum. Dan karena universitas kami memiliki beberapa menara dengan 10 hingga 12 lantai, kami membangun jembatan layang untuk menghubungkan dari satu menara ke menara berikutnya, dan ini akan mengurangi penggunaan lift,” ujar Ifan.
“Kami juga memotivasi dan mendorong siswa kami untuk menggunakan tangga daripada mengantre untuk naik ke lift. Dan juga kami memiliki program jalan sehat di sekitar kampus karena kami tidak mengizinkan kendaraan apapun di kampus kami, sehingga mobilitas mahasiswa harus menggunakan aktivitas fisik,” lanjutnya.
Advertisement
4. Universitas Kristen Satya Wacana
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana, Ferry Fredy Karwur, universitas tersebut saat ini mengintegrasikan sistem keuangannya dengan mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan. “Karena memang harus dikaitkan antara kebijakan global universitas dengan praktik-praktik yang memungkinkan tidak mengeluarkan plastik atau sampah. Itu diterjemahkan dalam accounting pada seluruh unit,” ujinya.
Selain itu, pihak perguruan tinggi tersebut juga mementingkan rasio antara gedung dan pepohonan. Menurut Dekan tersebut, rasio dalam kampus-kampus dari universitas itu sudah “sangat baik”.
Tidak hanya menunjukkan kemajuan kampusnya dalam keramahan lingkungan, Dekan Ferry juga menyoroti tantangan dalam berkontribusi secara langsung pada isu emisi nol dan ekonomi sirkular. “Tantangannya adalah, mahasiswa sering tidak melihat hubungan dirinya, dalam perilakunya tiap hari, dengan konteks material cycle. Jadi misalnya, yang dia makan hari ini tidak terkait dengan konteks ekologi di mana dia tinggal. Universitas harus mengaitkan apa yang dia lakukan tiap hari dengan siklus materi di mana dia tinggal,” ujarnya.