BI Telah Salurkan Insentif Likuiditas Rp 256,5 Triliun, Terbesar ke BUMN

Bank Indonesia telah menyalurkan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebesar Rp 256,5 triliun. Dari angka tersebut disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp 119 triliun.

oleh Tira Santia diperbarui 16 Okt 2024, 15:45 WIB
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) hingga minggu kedua Oktober 2024 telah menyalurkan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM)  sebesar Rp 256,5 triliun.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo merinci, dari angka tersebut disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp 119 triliun, bank Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar Rp 110,2 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp 24,6 triliun, dan KCBA sebesar Rp 2,7 triliun.

"Insentif KLM tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu Hilirisasi Minerba dan Pangan, UMKM, Sektor Otomotif, Perdagangan dan Listrik, Gas dan Air (LGA), serta s ektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif," kata Perry dalam Pengumuman Hasil RDG Oktober 2024, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Perry juga menjelaskan dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja usaha korporasi yang terjaga. Secara sektoral, pertumbuhan kredit pada mayoritas sektor ekonomi tetap kuat, terutama pada sektor Jasa Dunia Usaha, Perdagangan, Industri, Pertambangan, dan Pengangkutan.

Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit konsumsi, dan kredit investasi, masing-masing sebesar 10,01% (yoy), 10,88% (yoy), dan 12,26% (yoy) pada September 2024.

Kemudian, BI mencatat pembiayaan syariah tumbuh sebesar 11,37% (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh 5,04% (yoy), membaik dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

"Ke depan, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan tetap berada pada kisaran 10-12%," ujarnya.

Secara keseluruhan, kata Perry, pertumbuhan kredit pada September hingga minggu kedua Oktober 2024 tetap kuat.

Dari sisi penawaran, kuatnya pertumbuhan kredit didukung oleh minat penyaluran kredit yang terjaga, berlanjutnya realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, dan dukungan KLM Bank Indonesia.


BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6% pada Oktober 2024

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (16/10/2024). (dok: Tira)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) 6,00%, suku bunga Deposit Facility  5,25%, dan suku bunga Lending Facility  6,75% pada Oktober 2024.

"Rapat Dewan Guberur Bank Indonesia pada 15-16 Oktober memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen, Deposit Facility  tetap 5,25%, dan suku bunga Lending Facility tetap  6,75%," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Perry menegaskan, fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek ini diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpasian pasar keuangan global.

"Ke depan Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

 


Kebijakan Makroprudensial

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (16/10/2024). (Tira/Liputan6.com)

Lebih lanjut, Perry menyampaikan, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Kebijakan sistem pembayaran diarahkan juga untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan baik besar maupun ritel maupun UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya