Merchant Pungut Biaya Tambahan QRIS, BI Imbau Konsumen Laporkan

Bank Indonesia (BI) menyatakan pedagang dapat diblacklist jika nekat memungut biaya admin atas pemakaian QRIS.

oleh Tim Bisnis diperbarui 16 Okt 2024, 18:45 WIB
Bank Indonesia (BI) menegaskan pedagang dilarang membebankan biaya admin kepada konsumen atas pemakaian transaksi QRIS. (Dok: Bank Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menegaskan pedagang dilarang membebankan biaya admin kepada konsumen atas pemakaian transaksi QRIS. Selain itu, BI meminta pembeli untuk melaporkan pedagang yang mengenakan biaya tambahan admin atas penggunaan QRIS. 

Demikian disampaikan Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta dalam konferensi pers di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024).. "Kalau pedagang menambahkan, enggak boleh, jadi laporkan aja itu," ujar wanita yang akrab dipanggil Fili.

Ia mengatakan, biaya tambahan (surcharge) atas penggunaan QRIS dibebankan kepada pedagang. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) bahwa penyedia barang dan jasa dilarang mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada pengguna jasa atas biaya yang dikenakan oleh PJP kepada penyedia barang dan/atau jasa.

"Karena ada ketentuan bank Indonesia PBI PJP pasal 52 jelas mengatur bahwa penyedia barang dan jasa ini artinya merchant pedagang dilarang mengenakan biaya tambahan, surcharge kepada pengguna jasa atas biaya terhadap ini pembeli," tutur dia.

Fili menegaskan, terdapat sejumlah sanksi tegas yang dapat dijatuhkan kepada pedagang yang masih nekat untuk memungut biaya admin atas penggunaan QRIS terhadap pembeli. Sanksi tersebut berupa penghentian kerjasama hingga blacklist.

"Itu ada sanksi bahwa PJP-nya, wajib menghentikan kerja sama dengan merchant kalau melakukan tindakan yang  merugikan. Ini bisa disampaikan nanti harus ada dihentikan, bahkan  nanti pedagangnya bisa masuk  blacklist, karena mereka punya blacklist," ujar Fili.

Saat ini, hasil pantauan Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) banyak ditemukan pelaku usaha yang membebankan biaya tambahan dalam penggunaan mesin EDC dan QRIS kepada konsumen. 

 


Pengenaan Biaya Tambahan

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Pengenaan biaya tambahan sekitar 1—3 persen jika dilakukan berulang-ulang jelas merugikan konsumen dan pelaku usaha mengambil keuntungan yang besar dari pembebanan tersebut.

Direktur Jenderal PKTN Moga Simatupang menyampaikan, pihaknya berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaku usaha untuk memastikan terpenuhinya kewajiban pelaku usaha serta pemulihan hak konsumen yang dirugikan, dalam hal ini ketentuan terkait biaya tambahan saat bertransaksi.

“Kementerian Perdagangan meminta pelaku usaha yang melakukan kerja sama dengan bank/Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dalam penyediaan fasilitas pembayaran yang menggunakan kartu debit ataupun kartu kredit dengan mesin Electronic Data Capture (EDC) maupun yang menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), bertanggung jawab untuk melakukan pembayaran fasilitas tersebut tanpa membebankan ke konsumen,” ujar Moga.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com


QRIS Bakal Gantikan Transaksi Debit hingga Kartu Kredit? Ini Jawaban Bank Indonesia

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Elyana K.  Widyasari dalam acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara. (Foto: Sulaeman)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan kehadiran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan inisiasi dari BI bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk menjawab kebutuhan masyarakat.

Hal itu disampaikan Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Elyana K. Widyasari saat acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara, ditulis Senin (29/4/2024).

Ia menuturkan, penerbitan QRIS bukan untuk menggantikan transaksi pembayaran jenis kartu kredit maupun kartu debit. Meski, tren penggunaan QRIS terus memangkas transaksi pembayaran kartu kredit maupun kartu debit.

Jadi, (QRIS) ini bukan untuk menyandingkan, bukan untuk membandingkan. Artinya bukan saling menggantikan, tidak," ujar Elyana Widyasari.

Saat ini, masyarakat membutuhkan layanan pembayaran yang efisien dengan biaya yang lebih murah.

"Kalau ingat sekitar 5 sampai 6 tahun lalu, kalau kita mau bayar itu sebelum ada QRIS kita datang ke merchant (pedagang) selalu ditanya pakai QR yang mana, kemudian akan tersedia  banyak sekali, ini yang akan menimbulkan biaya yang sangat tinggi bagi masyarakat," kata dia.

 

 


Masih Diminati oleh Masyarakat

Pengunjung melakukan penarikan uang melalui ATM di kawasan Jakarta, Jumat (25/1). Hingga 2018 sendiri, kartu debit Mandiri yang beredar telah mencapai 18,7 juta keping. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ia menambahkan, transaksi pembayaran melalui kartu kredit dan kartu debit masih diminati oleh masyarakat. Selain itu, Bank Indonesia juga masih mengawasi transaksi masyarakat melalui kartu kredit dan debit.

"Karena masih ada model-model pembayaran seperti itu dan untuk pembayaran seperti itu masih diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia," ujar dia.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat, nominal transaksi digital banking tercatat Rp15.881,53 triliun atau tumbuh sebesar 16,15 persen  secara year on year (yoy) pada kuartal I-2024. Sedangkan, nominal transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 41,70 persen (yoy) sehingga mencapai Rp253,39 triliun

Adapun, nominal transaksi QRIS tumbuh 175,44 persen (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 48,12 juta dan jumlah merchant 31,61 juta. Sementara itu, nominal transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/Debit turun sebesar 3,80 persen (yoy) menjadi Rp1.831,77 triliun. 

Akan tetapi, nominal kartu kredit masih meningkat 7,71 persen (yoy). Dengan ini, nilai transaksi penggunaan kartu kredit mencapai Rp105,13 triliun.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya