Bank Indonesia Larang Merchant Bebankan Biaya Admin ke Konsumen, Ini Sanksinya

Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta menegaskan, pedagang tidak boleh menambahkan biaya admin kepada konsumen.

oleh Tira Santia diperbarui 16 Okt 2024, 19:15 WIB
Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta dalam Pengumuman Hasil RDG Oktober 2024, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melarang pedagang atau merchant membebankan biaya admin kepada konsumen terkait penggunaan transaksi QRIS. Hal itu menyusul respons keluhan masyarakat mengenai adanya biaya tambahan admin ketika melakukan transaksi menggunakan QRIS.

"Kalau pedagang itu menambahkan boleh enggak? Enggak boleh," kata Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta dalam Pengumuman Hasil RDG Oktober 2024, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Filianingsih menjelaskan, pelarangan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23 tahun 2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP). Pada pasal 52 ayat (1) tertulis penyedia barang dan jasa dilarang mengenakan biaya tambahan kepada pengguna jasa atas biaya yang dikenakan oleh PJP kepada penyedia barang dan/atau jasa.

"Karena ada ketentuan bank Indonesia itu PBI PJP di pasal 52 itu jelas-jelas mengatur bahwa penyedia barang dan jasa. Ini artinya merchant, pedagang dilarang mengenakan biaya tambahan kepada pengguna jasa atas biaya, pengguna jasa ini pembeli," jelasnya.

Adapun terdapat sanksi tegas yang akan diterima pedagang nakal yang masih memungut biaya admin atas penggunaan QRIS kepada pembeli. Bahkan sanksinya bisa penghentian kerjasama hingga blacklist.

"Ini bisa disampaikan nanti harus ada dihentikan, bahkan nanti pedagangnya bisa masuk blacklist, karena mereka punya blacklist," ujar dia.

Kendati demikian, Filianingsih mengatakan, transaksi QRIS saat ini menjadi penyangga pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi rumah tangga. Hal itu terlihat dari volume transaksi QRIS yang sudah mencapai 4,8 miliar, melebihi target.

 


Transaksi QRIS Meningkat

Ilustrasi Penggunaan QRIS untuk melakukan transaksi di Kutai Kartanegara./Istimewa.

"Kalau kita lihat itu transaksi QRIS terus meningkat dan transaksi QRIS ini sudah menjadi buffer pertumbuhan dari konsumsi RT. Kenapa? kita lihat dari interim volume itu saat ini QRIS itu saat ini transaksinya sudah mencapai 4,8 miliar. Dan ini sudah 163,63% dari target," ujarnya.

BI pun mencatat hingga minggu kedua Oktober 2024, transaksi QRIS terus tumbuh pesat sebesar 209,61% (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant 34,23 juta.

"Penggunanya, kita targetkan 55 juta dan saat ini sudah 53,3 juta. Jadi, sudah hampir 82%. Nah merchantnya sendiri sudah 34,23 juta. Enggak ada ya instrumen yang tumbuhnya sampai 200 persen, itu hanya QRIS yyangg tumbuh 200%. Oleh karena itu, kita melihat ini yang perlu untuk didorong," pungkasnya.


QRIS Bakal Gantikan Transaksi Debit hingga Kartu Kredit? Ini Jawaban Bank Indonesia

QRIS Bank DKI. Pada 2023, Bank DKI mendapatkan porsi sebesar Rp 2,8 Triliun dengan rincian alokasi konvensional sebesar Rp2 triliun, dan Syariah sebesar Rp800 miliar.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan kehadiran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan inisiasi dari BI bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk menjawab kebutuhan masyarakat.

Hal itu disampaikan Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Elyana K. Widyasari saat acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara, ditulis Senin (29/4/2024).

Ia menuturkan, penerbitan QRIS bukan untuk menggantikan transaksi pembayaran jenis kartu kredit maupun kartu debit. Meski, tren penggunaan QRIS terus memangkas transaksi pembayaran kartu kredit maupun kartu debit.

Jadi, (QRIS) ini bukan untuk menyandingkan, bukan untuk membandingkan. Artinya bukan saling menggantikan, tidak," ujar Elyana Widyasari.

Saat ini, masyarakat membutuhkan layanan pembayaran yang efisien dengan biaya yang lebih murah.

"Kalau ingat sekitar 5 sampai 6 tahun lalu, kalau kita mau bayar itu sebelum ada QRIS kita datang ke merchant (pedagang) selalu ditanya pakai QR yang mana, kemudian akan tersedia  banyak sekali, ini yang akan menimbulkan biaya yang sangat tinggi bagi masyarakat," kata dia.

 


Masih Diminati oleh Masyarakat

Pengunjung melakukan penarikan uang melalui ATM di kawasan Jakarta, Jumat (25/1). Hingga 2018 sendiri, kartu debit Mandiri yang beredar telah mencapai 18,7 juta keping. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ia menambahkan, transaksi pembayaran melalui kartu kredit dan kartu debit masih diminati oleh masyarakat. Selain itu, Bank Indonesia juga masih mengawasi transaksi masyarakat melalui kartu kredit dan debit.

"Karena masih ada model-model pembayaran seperti itu dan untuk pembayaran seperti itu masih diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia," ujar dia.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat, nominal transaksi digital banking tercatat Rp15.881,53 triliun atau tumbuh sebesar 16,15 persen  secara year on year (yoy) pada kuartal I-2024. Sedangkan, nominal transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 41,70 persen (yoy) sehingga mencapai Rp253,39 triliun

Adapun, nominal transaksi QRIS tumbuh 175,44 persen (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 48,12 juta dan jumlah merchant 31,61 juta. Sementara itu, nominal transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/Debit turun sebesar 3,80 persen (yoy) menjadi Rp1.831,77 triliun. 

Akan tetapi, nominal kartu kredit masih meningkat 7,71 persen (yoy). Dengan ini, nilai transaksi penggunaan kartu kredit mencapai Rp105,13 triliun.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya