Indonesia Rajin Kerja Sama dengan China, Bagaimana Respons Masyarakat?

Mayoritas masyarakat Indonesia ternyata masih menaruh perhatian agar Indonesia meningkatkan kerja sama dengan China. Bahkan, China menjadi negara prioritas setelah Jepang dan Amerika Serikat (AS).

oleh Septian Deny diperbarui 16 Okt 2024, 22:03 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Mayoritas masyarakat Indonesia ternyata masih menaruh perhatian agar Indonesia meningkatkan kerja sama dengan China. Bahkan, China menjadi negara prioritas setelah Jepang dan Amerika Serikat (AS).

Dalam survei Lembaga Indikator Politik Indonesia, ditemukan 28,5 persen publik menginginkan Indonesia memprioritaskan China untuk peningkatan kerja sama. Begitu juga saat survei dilakukan terhadap responden dari kalangan elit, mencapai 28,2 persen.

Sementara Jepang 23,4 persen dan di kalangan elit 11,7 persen. Untuk AS hanya 16,5 persen dan di kalangan elit 24,3 persen.

"China paling banyak disebut sebagai negara yang menjadi prioritas untuk ditingkatkan kerja sama dan kemitraannya," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei Menavigasi di Antara Raksasa: Membongkar Kompleksitas Persepsi Indonesia Terhadap China dan AS, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

China juga menjadi negara terkuat dengan tingkat kekuatan ekonomi dalam persepsi publik. Setidaknya, ada 41,4 responden yang menilai China sangat kuat, 42,4 persen cukup kuat, 10 persen biasa saja, dan sisanya tidak tahu atau tidak jawab.

Sementara AS yang menilai sangat kuat ekonominya hanya 32,9 persen. Kemudian, cukup kuat 43,7 persen dan 14,1 persen biasa saja, sisanya tidak tahu atau tidak jawab.

Jepang berada di urutan ketiga menurut publik, di mana yang menilainya sangat kuat hanya 21,4 persen, cukup kuat 53,3 persen. Kemudian, biasa saja 18,9 persen dan sisanya tidak tahu atau tidak jawab.

"Cina paling banyak disebut sebagai negara dengan kekuatan ekonomi paling kuat, baru kemudian USA atau AS, Jepang, Korea Selatan, dan terakhir Australia," imbuhnya.

 


Kawan Terdekat Indonesia

Sebuah kapal bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/12/2020). Perbaikan kinerja ekspor dari Kuartal II sebesar minus 11,7 persen menjadi minus 10,8 persen di Kuartal III dan kuartal IV menjdi pijakan untuk perbaikan ditahun 2021. (merdeka.com/Imam Buhori)

Publik juga menempatkan China sebagai kawan terdekat Indonesia, di kalangan publik setidaknya 20,3 persen yang menilai demikian. Sedangkan di kalangan elit 27,2 persen.

Di urutan kedua dan ketiga di mata kalangan publik, ada Malaysia 14,2 persen dan Palestina 10,4 persen. Sedangkan di kalangan elit, ada Jepang 17,5 persen dan Singapura 10,7 persen.

Sedangkan soal reputasi negara terutama soal kontribusi perdamaian, China menempati peringkat tertinggi dalam indeks 5 negara dalam hal persepsi berkontribusi dalam perdamaian dan stabilitas dunia. Kelima negara yang dimaksud, yakni AS, Australia, China, Jepang, Korea Selatan.

Survei Publik Nasional dilakukan pada 2-7 Desember 2023. Sedangkan Survei Pemuka Opini atau kalangan elit dilakukan 17 Januari – 12 Juni 2024.

 


Hak Pilih dalam Pemilihan Umum

Populasi survei seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Metode yang digunakan metode multistage random sampling.

Jumlah sampel 820 orang yang berasal dari 29 Provinsi dari 38 Provinsi di Indonesia yang terdistribusi secara proporsional kemudian diwawancarai. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 820 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±3.5% pada tingkatkepercayaan 95%.

Sementara Survei Pemuka Opini atau kalangan elit, yakni respondennya WNI yang berprofesi sebagai Akademisi, Diplomat, LSM (NGO), Media, Swasta (Pebisnis), Tokoh Agama, dan Politisi. Total sample sebanyak 103 responden dan wawancara tatap muka secara langsung maupun melalui Zoom. Wawancara dilaksanakan pada kurun waktu 17 Januari hingga 12 Juni 2024.

Ilustrasi (iStock)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya