Liputan6.com, Jakarta - Ipda Rudy Soik, eks KBO Reskrim Polresta Kupang Kota akhirnya dipecat setelah menjalankan sidang kode etik di Bidang Propam Polda NTT.
Rudi dipecat hanya karena memasang garis polisi di tempat penampungan bahan bakar minyak (BBM) diduga ilegal, milik beberapa pengusaha di Kota Kupang.
Dari hasil sidang, polisi yang terkenal karena membongkar mafia perdagangan manusia di NTT ini dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy, mengatakan pelaksanaan sidang kode etik terhadap Ipda Rudy Soik sebagai respon terhadap dugaan pelanggaran terkait prosedur penyidikan.
Menurutnya, sidang itu bertujuan untuk menegakkan disiplin dan integritas di lingkungan Polri.
"Hasil pemeriksaan sidangnya Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi PTDH dari dinas Polri," ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
Menurutnya, Rudi telah melakukan perbuatan pelanggaran kode etik profesi polri dengan melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau standar operasional prosedur.
Dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak, Rudi dinilai tidak profesional karena melakukan pemasangan police line (garis polisi) pada drum dan jerigen yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar.
"Tidak terdapat barang bukti dan tidak didukung dengan administrasi penyelidikan sehingga menyebabkan korban Ahmad Anshar dan Algajali Munandar merasa malu," jelasnya.
"Tindakan Rudi itu menimbulkan polimik dikalangan masyarakat dan keluarganya merasa malu dengan pemberitaan media massa seolah-olah telah melakukan kejahatan," tambahnya.
Atas tindakan Ipda RS tersebut, telah dilakukan audit investigasi serta pemeriksaan oleh akreditor.
Tindakan Ipda Rudi telah melanggar kode etik profesi polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1), dan pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota polri dan/atau pasal 5 ayat (1) b, c dan pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1, dan huruf d Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Sesuai fakta hukum, maka komisi berpendapat persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat 1 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 telah terpenuhi sehingga sah secara hukum bagi komisi untuk memutuskan dan menjatuhkan sanksi.
Simak Video Pilihan Ini:
Fakta Memberatkan
Menurut Ariasandy, dalam proses sidangnya tidak ada fakta yang meringankan bagi Rudi Soik. Adapun fakta-fakta yang memberatkan yaitu:
1. Pada saat pelanggaran terjadi dilakukan secara sadar, kesengajaan dan menyadari perbuatan tersebut merupakan norma larangan yang ada pada Peraturan Kode Etik Polri
2. Perbuatan terduga pelanggar tersebut dapat berimplikasi merugikan dan merusak citra kelembagaan Polri
3. Terduga pelanggar dalam memberikan keterangan tidak kooperatif dan berbelit-belit dan tidak berlaku sopan di depan persidangan komisi
4. Terduga pelanggar dalam pemeriksaan pendahuluan menolak memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan dan menolak mendanda tangani berita acara pemeriksaan
5. Terduga pelanggar dalam persidangan pembacaan tuntutan, mendadak dan menyatakan untuk tidak mendengarkan dan mengikuti persidangan sehingga terduga pelanggar meninggalkan ruangan persidangan namun tetap dilanjutkan dengan sidang tanpa kehadiran (In Absensia).
6. Dalam persidangan saat agenda pembacaan tuntutan, terduga pelanggar keluar dari persidangan tidak berkenan mendengarkan tuntutan dan putusan serta keluar tidak mengikuti persidangan secara hukum persidangan tetap berjalan tanpa kehadiran terduga pelanggar
7. Terduga pelanggar pernah melakukan pelanggaran disiplin sebanyak tiga kali dan satu kali pelanggaran kode etik profesi polri.
Advertisement