AS Tertinggal Soal Adopsi Stablecoin Global, Apa Penyebabnya?

Pangsa transaksi Stablecoin pada platform yang tidak diatur AS telah melonjak sejak 2023 lalu, menembus 60% pada tahun 2024, menurut laporan terbaru Chainalysis tentang tren adopsi kripto di Amerika Utara.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 20 Okt 2024, 08:35 WIB
Stablecoin Stock Market Cryptocurrency. (iqoncept/depositphotos.com)

Liputan6.com, Jakarta - Laporan yang disusun Chainalysis mengungkapkan bahwa adopsi kripto Stablecoin di Amerika Serikat (AS) melambat pada 2024 dibandingkan dengan pasar global.

Dikutip dari Cointelegrapgh, Minggu (20/10/2024), Chainalysis mencatat pasar di AS mengalami pergeseran signifikan dalam aktivitas Stablecoin tahun ini, dengan pangsa transaksi Stablecoin di bursa yang diatur AS turun dari sekitar 50% 2023 lalu menjadi di bawah 40% tahun ini.

Sebaliknya, pangsa transaksi Stablecoin pada platform yang tidak diatur AS telah melonjak sejak 2023, menembus 60% pada 2024. Halini terlihat dalam laporan terbaru Chainalysis tentang tren adopsi kripto di Amerika Utara.

Tetapi perusahaan analis blockchain itu menekankan bahwa pergeseran tersebut tidak serta merta menunjukkan penurunan tajam dalam aktivitas Stablecoin di AS, tetapi sebaliknya mencerminkan peran Stablecoin yang berkembang pesat di pasar negara berkembang dan yurisdiksi non-AS.

Salah satu faktor yang mendorong pergeseran penggunaan Stablecoin global, menurut Chainalysis adalah meningkatnya permintaan di seluruh dunia untuk aset yang didukung dolar AS, terutama di negara-negara dengan akses terbatas ke mata uang stabil.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa lebih dari USD 1 triliun dalam bentuk uang kertas dolar AS, atau sekitar setengah dari total uang kertas dolar AS yang beredar disimpan di luar AS pada akhir tahun 2022, menurut estimasi resmi oleh Federal Reserve.

Meningkatnya penggunaan Stablecoin di luar AS menyoroti tren yang lebih luas: pasar global semakin beralih ke Stablecoin yang didukung dolar AS sebagai penyimpan nilai dan untuk transaksi yang lebih murah.

Temuan Chainalysis menggemakan wawasan dari CEO Tether Paolo Ardoino, yang mengatakan kepada Cointelegraph pada awal Oktober 2024 bahwa permintaan utama untuk Stablecoin berasal dari negara-negara berkembang seperti Argentina, Turki, dan Vietnam, bukan AS.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 


Ketidakpastian Regulasi

Ilustrasi perdagangan Kripto. (Foto By AI)

Chainlysis juga mencatat, ketidakpastian regulasi seputar Stablecoin dan aset digital juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan AS tertinggal dari negara-negara lain dalam adopsi Stablecoin.

Menurut Chainalysis, perusahaan Stablecoin, Circle telah mencatat kurangnya regulasi kripto yang jelas di AS telah memungkinkan pusat keuangan di Eropa dan Uni Emirat Arab untuk menarik proyek-proyek Stablecoin dengan lingkungan regulasi yang lebih menguntungkan.

Karena semakin banyak negara mengembangkan kerangka regulasi yang mendorong adopsi stablecoin, para pembuat kebijakan AS berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk bertindak, Chainalysis menilai.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya