Liputan6.com, Jakarta - Setiap manusia yang hidup di dunia tidak lepas dari khilaf yang berujung dosa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertobat." (H.R. Tirmidzi 2499).
Jika merujuk pada hadis tersebut, sudah jelas bahwa orang yang pernah berbuat salah terutama karena melanggar perintah-Nya bertobat sungguh-sungguh kepada Allah SWT dan berjanji tidak mengulanginya lagi.
Baca Juga
Advertisement
Dalam kehidupan sehari-hari, perbuatan yang berujung dosa tidak hanya karena melanggar perintah Allah SWT. Acapkali seseorang berdosa karena perbuatannya terhadap orang lain.
"Dosa terhadap sesama manusia tidak bisa diampuni dengan sholat, puasa, atau istighfar, tetapi dengan meminta maaf ke orangnya," kata Kiai Nahdlatul Ulama, KH Abdul Manan Ghani, dikutip dari NU Online.
Pertanyaannya, bagaimana cara memohon ampun dosa kepada sesama manusia tapi orangnya sudah wafat? Simak berikut penjelasan Ustadz Adi Hidayat atau UAH.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan UAH
Menurut UAH, langkah pertama yang harus dilakukan oleh orang tersebut adalah bergegas untuk beristighfar kepada Allah SWT dan memohon ampun. Sebab, pada akhirnya hakim yang tertinggi akan mengadili setiap manusia yang hidup di dunia.
“Dengan kebeningan niat kita untuk kembali kepada Allah, beristighfar, mengoreksi diri, boleh jadi itu yang sampai niatnya kepada Allah dan dengan itu muncul peluang diampuni dosa-dosa kita oleh Allah SWT, yang dengan itu menggugurkan hubungan-hubungan kurang baik antara kita dengan orang yang wafat,” kata UAH seperti dikutip dari YouTube Adi Hidayat Offical, Jumat (18/10/2024).
Sebagai pendukung pernyataanya, UAH mengutip Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 133.
۞ وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ ١٣٣
Artinya: “Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,”
Adapun tipikal orang takwa disebut dalam ayat berikutnya, 134.
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤
“(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
“Bukan ciri meningkat ibadah spiritualnya, tapi ibadah sosialnya, dia yang gemar berbagi, jangankan dalam keadaan lapang, keadaan sulit pun berbagi juga,” jelas UAH.
“Karena itu, apa yang harus kita lakukan kalau orangnya sudah tidak ada dalam kehidupan kita saat ini, maka kembalikan kepada Allah, minta ampunan kepada Allah, minta permaafan kepada Allah SWT,” lanjutnya.
Advertisement
Yang Harus Dilakukan
Langkah berikutnya, jika masih ada ahli waris, kunjungi mereka dan bangun silaturahmi. Sampaikan permohonan maaf kepada mereka secara umum.
“Mohon maaf bapak ibu sekalian kalau dalam kehidupan saya dengan almarhum atau almarhumah ada sesuatu yang kurang baik, mohon dimaafkan dari keluarga ahli warisnya,” tutur UAH mencontohkan.
Selain itu, UAH juga berpesan agar memperhatikan anak-anaknya jika masih ada, atau siapapun yang dekat dengannya sebagai ahli waris. Berikan mereka hadiah yang terbaik. Setelah itu, tawakal kepada Allah.
“Bagaimana cirinya bahwa ampunan itu telah kita raih dan dosa itu telah dihapus? Maka muncullah dalam diri kita kelapangan,” kata UAH.
“Satu perasaan lapangan yang menjadikan perbuatan-perbuatan kita lebih terbuka, lebih nyaman, hubungan dengan keluarga yang ditinggalkan juga lebih baik dan tidak ada sekat lagi yang menjadikan kita terganjal dengan itu, kecuali bisikan-bisikan setan,” sambung UAH.