Misteri Sejarah Pendakian ke Puncak Gunung Everest, Siapa yang Pertama?

Penemuan sepatu tua di Gletser Rongbuk Tengah memicu kembali perdebatan tentang apakah George Mallory dan Andrew Irvine berhasil mencapai puncak Gunung Everest pada tahun 1924.

Oleh DW.com diperbarui 20 Okt 2024, 20:23 WIB
Tim pembangunan jalan membuat rute menuju sebuah kamp pada ketinggian 7.028 meter di Gunung Qomolangma atau Gunung Everest di Daerah Otonom Tibet, China, Minggu (10/5/2020). Teknologi canggih akan dilibatkan dalam pengukuran kali ini. (Xinhua/Sun Fei)

, DW - Apakah pendaki asal Inggris, George Mallory dan Andrew Irvine, benar-benar berhasil mencapai puncak Gunung Everest pada tahun 1924? Pertanyaan ini telah menjadi salah satu misteri terbesar dalam sejarah pendakian gunung selama hampir satu abad.

Meskipun Edmund Hillary dan Tenzing Norgay secara resmi tercatat sebagai orang pertama yang mencapai puncak tertinggi di dunia pada tahun 1953, penemuan terbaru oleh pembuat film dan pendaki AS, Jimmy Chin, menghidupkan kembali spekulasi lama.

Dilansir DW Indonesia, Minggu (20/10/2024), Chin menemukan sepatu gunung tua di Gletser Rongbuk Tengah, yang diyakini milik Irvine, lengkap dengan sisa-sisa kaki dan kaus kaki yang berlabel A.C. Irvine.

Dalam wawancaranya dengan National Geographic, Chin menyatakan bahwa sepatu tersebut mungkin baru saja muncul dari gletser sesaat sebelum ditemukan.

"Saya pikir itu benar-benar mencair (dari gletser) seminggu sebelum kami menemukannya," kata Chin kepada majalah National Geographic. Jadi, apakah misteri Mallory dan Irvine yang berusia 100 tahun itu kini akan terpecahkan? DW mencoba untuk menguraikannya.

Apakah ini berarti misteri Mallory dan Irvine kini mendekati jawaban?

Kisah Mallory dan Irvine dimulai pada tahun 1924 ketika mereka bergabung dalam ekspedisi Inggris yang berusaha menjadi yang pertama mencapai puncak Everest. Mereka mendaki melalui sisi utara di Tibet, karena Nepal saat itu tertutup bagi orang asing.

Pada tanggal 6 Juni, Mallory dan Irvine memulai pendakian dari North Col, mencapai ketinggian sekitar 8.200 meter keesokan harinya. Namun, setelah terlihat terakhir kali oleh rekan mereka, Noel Odell, pada tanggal 8 Juni, jejak mereka hilang tanpa bekas. "Kita mungkin akan mulai besok pagi (pukul 8) jika cuaca cerah," tulis catatan itu.


Masih Misteri

Para pendaki berjalan di sepanjang jalan di Syangboche di wilayah Everest, sekitar 140km timur laut Kathmandu (16/4). (AFP Photo/Prakash Mathema)

Meskipun upaya pencarian dilakukan, badai dan musim hujan yang mendekat menghalangi usaha lebih lanjut. Edward Norton, pemimpin ekspedisi, kemudian mengirim telegraf ke surat kabar harian London "The Times”, yang berbunyi: "Mallory dan Irvine tewas dalam upaya terakhir.”

Penemuan kapak es milik Irvine pada tahun 1933 dan laporan penampakan mayat oleh ekspedisi kemudian menambah lapisan misteri ini.

Pada tahun 1999, jasad Mallory ditemukan oleh pendaki AS, Conrad Anker, di ketinggian 8.159 meter, mengungkapkan bahwa ia mengalami cedera parah akibat jatuh. Namun, Irvine dan kamera yang mungkin menyimpan bukti pendakian mereka tetap hilang.

Penemuan sepatu dengan label A.C. Irvine memberikan harapan baru untuk mengungkap kebenaran. Tes DNA dari keturunan Irvine dapat memberikan kepastian lebih lanjut.

Sejarawan dan pendaki asal Jerman, Jochen Hemmleb, menyebut penemuan ini sebagai penemuan penting, namun menekankan bahwa masih ada banyak kemungkinan tentang bagaimana jasad Irvine berakhir di Gletser Rongbuk Tengah.

Sambil menunggu hasil tes dan penelitian lebih lanjut, penemuan ini menambah bab baru dalam kisah legendaris Mallory dan Irvine, mengingatkan kita bahwa Gunung Everest selalu menyimpan rahasia yang menunggu untuk diungkap.

 

Daftar barang yang wajib dibawa saat naik gunung. (dok. Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya