Liputan6.com, Gaza - Setidaknya enam misi bantuan medis yang saat ini beroperasi di dalam Jalur Gaza menerima perintah pekan ini dari pemerintah Israel bahwa mereka tidak akan lagi diizinkan mengakses pasien mereka di daerah kantong itu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat pengumuman tersebut pada hari Kamis (17/10/2024) dan telah memberi tahu kelompok-kelompok medis yang dimaksud setelah Israel memberi tahu mereka tentang keputusannya melalui pesan teks. Demikian seperti dilansir Middle East Eye, Sabtu (19/10).
Advertisement
Di antara kelompok-kelompok itu adalah Fajr Scientific, Glia, dan Asosiasi Medis Palestina Amerika (Pama).
The Washington Post melaporkan bahwa WHO khawatir tentang dampak perintah itu terhadap sistem medis Jalur Gaza mengingat tim medis darurat di wilayah kantong itu sangat penting untuk menjaga sistem tetap berjalan mengingat hanya 17 dari 36 rumah sakit di sana yang masih beroperasi.
Koordinator kegiatan pemerintah Israel di Jalur Gaza (COGAT) tidak memberikan alasan atas larangan terhadap enam misi terkait.
WHO menekankan pentingnya memfasilitasi masuknya tim medis darurat ke Jalur Gaza secara berkelanjutan mengingat telah terjadi kekurangan gizi yang meluas dan penyakit yang merajalela di seluruh Jalur Gaza.
Tidak ada makanan atau bantuan apa pun yang masuk ke Jalur Gaza Utara sejak 1 Oktober di tengah operasi darat besar-besaran yang diluncurkan oleh tentara Israel.
"Ini adalah hukuman mati bagi ribuan pasien," kata Pusat Keadilan Internasional untuk Palestina (ICJP). "Organisasi-organisasi tersebut, secara kolektif, telah mengirim ratusan delegasi medis untuk memberikan bantuan yang menyelamatkan nyawa bagi warga Palestina yang sakit dan terluka di Jalur Gaza selama 12 bulan terakhir."
Seluruh penduduk Jalur Gaza masih berisiko kelaparan dan saat ini berada pada level darurat kerawanan pangan akut, kata badan pemantau kelaparan global, dengan situasi yang diperkirakan akan memburuk saat Israel memperketat pengepungannya di utara.
Hambatan akses kemanusiaan dan intensitas operasi pengeboman telah meningkatkan risiko kelaparan bagi penduduk di Gaza Utara secara signifikan karena persediaan makanan, air, bahan bakar, dan medis menipis.
Dalam penilaian baru yang didukung PBB yang diterbitkan pada hari Kamis, Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) mengatakan sekitar 1,84 juta orang di seluruh Jalur Gaza mengalami kerawanan pangan akut tingkat tinggi, termasuk 133.000 orang yang menderita bencana kerawanan pangan.
IPC, yang melakukan analisis barunya antara 30 September dan 4 Oktober, memperkirakan jumlah orang yang mengalami kelaparan dahsyat akan meningkat hampir tiga kali lipat dalam beberapa bulan mendatang.