Industri Kopi Sulbar Belum Dibangun, DPMPTSP Ungkapkan Potensinya

Kurang lebih 95 persen produksi kopi di Sulbar, khususnya di Kabupaten Mamasa, dibawa keluar daerah untuk diolah oleh industri-industri besar

oleh Abdul Rajab Umar diperbarui 19 Okt 2024, 19:19 WIB
Revitalisasi Kebun Kopi Cikoneng, Target Tingkatkan Produktvitas hingga 120 Persen dan Sejahterakan Petani, Bogor (10/6/2024). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Mamuju Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulbar membeberkan potensi kopi yang cukup besar di provinsi ke 33 ini. Kopi asal Sulbar memiliki kualitas yang sangat baik namun belum dikelola dengan baik.

Menurut Kepala Bidang Perencanaan Penanaman Modal DPMPTSP Sulbar, Satriawan Hasan Sulur, berdasarkan hasil kajian yang telah pihaknya lakukan, lahan kopi terluas dengan produksi tertinggi di Sulbar berada di Kabupaten Mamasa.

"Selama ini, pengembangannya hanya dikelola secara mandiri oleh pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan belum ada industri besar. Dari total hasil biji kopi yang diproduksi di Sulbar hanya 5 hingga 6 persen saja yang diserap oleh UMKM untuk diolah menjadi bubuk kopi dengan merk UMKM lokal," kata Satriawan.

Satriawan mengungkapkan, sebanyak kurang lebih 95 persen produksi kopi di Sulbar, khususnya di Kabupaten Mamasa, dibawa keluar daerah untuk diolah oleh industri-industri besar, seperti Toraja.

"Makanya, perlu ada industri pengolahan kopi di Sulbar untuk bisa menyerap semua hasil tanaman kopi. Harapannya, tentu harus ada investor yang bisa menanamkan modalnya untuk membangun industri pengolahan kopi di Sulbar," ujar Satriawan.

Bahkan, kata Satriawan, pihaknya sudah melakukan kajian terhadap lokasi yang bakal menjadi kawasan industri kopi, jika ada investor yang tertarik. Lokasi itu berada tepat di Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa.

"Ini sdh ada kajiannya, hingga layout pabrik dan perhitungan kebutuhan investasinya sangat feasible (layak). Industri pengolahan kopi menjadi bubuk ini, dapat menyerap hasil tanaman kopi para petani dengan berbagai skema kerjasama kemitraan, dengan harga pasar yanh berlaku," tutup Satriawan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya