Liputan6.com, Samarinda - Pasangan calon nomor urut 3 di Pilkada Kutai Kartanegara Dendi Suryadi-Alif Turiadi menggugat KPU Kutai Kartanegara ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Banjarmasin. Gugatan tersebut terkait penetapan Edi Damansyah ikut kontestasi Pilkada Kutai Kartanegara karena dianggap telah dua periode.
Sidang lanjutan yang digelar pada Jumat (17/10/2024) lalu menghadirkan saksi ahli dari penggugat maupun tergugat. KPU Kutai Kartanegara sebagai tergugat menghadirkan Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, sebagai saksi ahli.
Advertisement
Pada kesempatan tersebut, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini menjabarkan makna frasa pelantikan secara lebih detail. Dia membacakan keterangannya sebanyak enam halaman dengan judul, “Pelantikan” dan Peralihan Kekuasaan.
“Masa jabatan seorang kepala daerah, mulai dihitung sejak saat pelantikan. Hal ini disebutkan secara eksplisit, setidaknya dalam 2 norma hukum,” kata Castro, sapaan akrab Herdiansyah, memulai keterangannya.
Norma hukum yang dimaksud adalah ketentuan Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Kemudian ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Bagaimana sesungguhnya tafsir norma tersebut? Apakah frasa pelantikan itu bermakna hitungan masa jabatan hanya berlaku terhadap jabatan-jabatan yang melalui proses pelantikan? Dan apakah jabatan-jabatan yang hanya melalui proses 'pengukuhan', tidak termasuk dalam periodesasi atau perhitungan masa jabatan? Keterangan ini hendak menjawab pertanyaan ini,” kata Castro mengakhiri bagian pembukaan keterangannya.
Dia kemudian menjabarkan soal makna pelantikan yang banyak dibahas dalam banyak peraturan, termasuk PKPU Nomor 8 Tahun 2024. Castro menekankan hal ini untuk memastikan apakah masa jabatan kepala daerah sudah terhitung satu periode atau belum.
Menurutnya, sebuah pelantikan merupakan pertanda terjadinya proses peralihan kekuasaan dari pejabat lama ke pejabat baru. Kemudian peralihan kekuasaan ini bermakna pejabat yang baru telah memulai menjalankan kekuasaannya. Legitimasi diperoleh berdasarkan peristiwa hukum yang disebut sebagai ‘pelantikan’ ini.
Pada dasarnya, dalam sistem kekuasaan pemerintahan di Indonesia, hanya kepala daerah definitif, wakil kepala daerah definitif, dan penjabat kepala daerah yang dilantik sebelum menduduki jabatannya. Ada dua regulasi terkait pelantikan namun hanya mengatur kepala daerah defenitif dan penjabat kepala daerah.
Sementara Pelaksana Tugas (Plt), Pelaksana Harian (Plh), dan Penjabat Sementara (Pjs) tidak termasuk dalam regulasi tersebut. Hal ini dikarenakan tidak adanya penyerahan kekuasaan yang ditandai peralihan dari pejabat yang lama kepada pejabat yang baru.
“Baik Plt, Plh, maupun Pjs, hanya menggantikan pejabat definitif untuk sementara waktu, terutama saat pejabat definitif berhalangan sementara untuk menjalankan tugas rutinnya sehari-hari. Oleh karena itu, terhadap Plt, Plh, dan Pjs hanya dilaksanakan pengukuhan sebelum menjalankan fungsi dan kewenangannya,” ujarnya.
Beda Pelantikan dan Pengukuhan
Castro menjelaskan, pelantikan dan pengukuhan merupakan dua terminologi yang berbeda. Hal ini terutama berkaitan dari mana dan bagaimana kekuasaan itu diperoleh.
Pelantikan yang dimaksud memenuhi satu periode masa jabatan harus memenuhi aspek peralihan kekuasaan. Aspek ini juga harus memenuhi beberapa unsur seperti pengambilan sumpah jabatan, dan dilanjutkan dengan serah terima jabatan.
“Dan hitungan berdasarkan pelantikan ini, hanya mungkin dilakukan terhadap jabatan-jabatan yang mencakup kepala daerah dan wakil kepala daerah definif, serta penjabat kepala daerah. Adapun jabatan yang hanya dikukuhkan, mencakup Plt, Plh, dan Pjs, tidak termasuk dalam periodesasi atau perhitungan masa jabatan,” paparnya.
Castro kemudian menjabarkan soal penghitungan awal masa jabatan kepala daerah. Dimulainya masa jabatan harus diawali dengan pelantikan yang di dalamnya terdapat sumpah jabatan dan serah terima jabatan.
Pada bagian akhir, dosen muda ini menjelaskan soal kedudukan PKPU yang tidak termasuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Dia berharap, pernyataannya sebagai saksi ahli pada sidang sengketa Pilkada di PTTUN Banjarmasin ini bisa mencerahkan publik.
“Selain untuk menangkal berita sesat yang disampaikan salah satu media yang mengutip pernyataan yang tidak pernah saya sampaikan alias berita bohong, keterangan ini juga sebagai bentuk edukasi bagi publik luas,” ujarnya melalui aplikasi pesan instan.
Advertisement
Tak Ada Persyaratan Dilanggar
Tim Kuasa Hukum Edi Damansyah-Rendi Solihin, Erwinsyah menyebut, pasangan petahana memang belum 2 periode. Kesimpulan itu diambil setelah pihaknya melakukan kajian dan analisa hukum terkait syarat pencalonan Pilkada.
"Kami selalu berpijak pada analisis hukum yang jelas, dan tidak ada persyaratan konstitusional yang dilanggar oleh Pak Edi," kata Erwinsyah.
Menyambung dari keterangan saksi ahli yang dihadirkan KPU Kutai Kartanegara, Edi Damansyah memang belum 2 periode. Sebab Edi ditetapkan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kutai Kartanegara pada 9 April 2018 setelah bupati saat itu, Rita Widyasari, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Berdasarkan frasa pelantikan yang dijelaskan Herdiansyah Hamzah saat menjadi saksi ahli di PTUN Banjarmasin, saat itu belum ada serah terima kekuasaan. Edi Damansyah hanya menjalani proses pengukuhan, bukan pelantikan karena tak ada serah terima jabatan.
Kemudian pada 14 Februari 2019, Edi Damansyah dilantik menjadi Bupati Kutai Kartanegara defenitif dengan menjalani pelantikan yang berisi pengambilan sumpah jabatan dan serah terima jabatan.
Jika dihitung masa jabatan defenitif yang berakhir 25 Februari 2021, Edi Damansyah hanya menjalani 2 tahun 9 hari saja. Sementara syarat minimal dihitung satu periode adalah 2,5 tahun atau 2 tahun 6 bulan.
"Di sini publik harus diberikan penjelasan yang gamblang tentang menjabat secara definitif, penjabat sementara, dan plt (pelaksana tugas)," kata Erwinsyah.
Ada kekeliruan besar tentang definisi penjabat sementara yang dianggap sama dengan pelaksana tugas (Plt). Sehingga kekeliruan tersebut, membuat publik bingung dalam konteks pencalonan kembali Edi Damansyah di Pilkada Kukar 2024.
“Bagi kami, penyoalan status pencalonan Edi Damansyah tidak berdasar,” kata mantan Rektor Universitas Kutai Kartananegara (Unikarta) ini.