Alasan Kita Diminta Hanya Bicarakan Kebaikan Orang yang Telah Meninggal

UAH menjelaskan bahwa setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Namun, setelah seseorang meninggal, kesalahan-kesalahannya berhenti karena ia tidak lagi memiliki aktivitas di dunia ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2024, 18:30 WIB
Ustadz Adi Hidayat (UAH) (TikTok)
Ilustrasi Kematian. (Photo copyright by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Penceramah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH) memberikan nasihat penting terkait bagaimana kita harus memperlakukan seseorang yang telah meninggal dunia.

Menurutnya, ketika seseorang wafat, hal yang sepatutnya diingat adalah kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan selama hidupnya. Hal ini merujuk pada ajaran Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan dalam hadis bahwa ketika ada orang yang meninggal, kebaikannya harus disebarluaskan.

Dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube @AdiHidayatOfficial, UAH menjelaskan bahwa setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan.

Namun, setelah seseorang meninggal, kesalahan-kesalahannya berhenti karena ia tidak lagi memiliki aktivitas di dunia ini. "Jadi yang sepatutnya dikenang adalah potensi kebaikannya," ujarnya.

Lebih lanjut, Ustadz Adi menekankan pentingnya viralkan kebaikan orang yang telah meninggal. Ketika kita menyebarkan kebaikan seseorang yang telah wafat, pahala dari perbuatan tersebut tidak hanya diperoleh oleh yang masih hidup, tetapi juga menjadi cahaya bagi orang meninggal di alam kuburnya.

Hal ini menambah makna dari tindakan baik yang terus mengalir meski seseorang telah tiada.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Maut Bisa Datang Kapan Saja

Ustadz Adi kemudian merujuk pada salah satu ayat dalam Al-Qur'an, yaitu Surah Al-Mulk ayat 2, yang menyebutkan bahwa Allah menciptakan kematian dan kehidupan.

Menurutnya, ayat ini cukup menarik karena disebutkan kematian terlebih dahulu sebelum kehidupan, yang biasanya terbalik dalam logika manusia. Namun, ada hikmah di balik urutan tersebut.

Penjelasan mengenai ayat tersebut diuraikan melalui ilmu balaghah, yaitu ilmu sastra tinggi dalam bahasa Arab. Dalam hal ini, ada konsep "takdim wa takhir", yaitu mengedepankan atau mengakhirkan suatu kata dalam kalimat untuk memberikan makna yang lebih mendalam.

Menurut UAH, kematian disebutkan lebih dahulu dalam ayat tersebut untuk mengingatkan bahwa maut bisa datang kapan saja, bahkan sebelum kita menyadari keinginan untuk hidup lebih lama.

Lebih jauh, Ustadz Adi menyampaikan pesan kepada para influencer dan pengguna media sosial. Saat membuat konten, baik itu status, unggahan, atau video, ia mengingatkan untuk selalu berpikir tentang kemungkinan maut yang bisa datang kapan saja.

"Bayangkan jika Anda sedang membuat konten yang tidak baik, lalu maut menjemput Anda. Bagaimana rasanya meninggal dalam kondisi sedang melakukan hal yang tidak bermanfaat?" ujarnya.

Dalam konteks ini, Ustadz Adi menekankan pentingnya menyadari tanggung jawab di dunia maya. Jika seseorang membuat konten yang mencela atau menghina orang lain, lalu meninggal setelahnya, maka status tersebut akan terus dikenang sebagai bagian dari warisannya.

Sebaliknya, jika seseorang menyebarkan kebaikan dan hal yang positif, maka kebaikan tersebut akan terus mengalir bahkan setelah kematiannya.

 


Kematian adalah Ujian

Ilustrasi meninggal, kematian, makam, kuburan. (Photo by Quick PS on Unsplash)

Pesan Al-Qur'an dalam hal ini adalah menjadikan kematian orang lain sebagai cermin bagi kita yang masih hidup. "Kematian seseorang adalah ujian bagi kita yang masih hidup, untuk mengukur amal kita dan meningkatkan kebaikan kita," kata UAH.

Ia mengajak umat untuk menjadikan kebaikan orang yang telah wafat sebagai inspirasi dan motivasi dalam menjalani kehidupan.

Ustadz Adi juga menyoroti pentingnya menghargai kebaikan orang yang telah meninggal dan menjadikannya teladan bagi kita yang masih hidup.

Menurutnya, jika ada orang baik yang meninggal, mungkin itu adalah tanda bahwa mereka telah menyelesaikan tugasnya di dunia ini. "Mungkin mereka sudah tidak perlu tahajud lagi, tidak perlu menghafal Al-Qur'an lagi, karena bekalnya sudah cukup," tambahnya.

Ia mengajak kita untuk melihat diri sendiri dan menyadari bahwa kesempatan hidup yang masih kita miliki adalah waktu yang diberikan untuk menambah amal kebaikan. "Jangan-jangan ada kebaikan yang belum kita lakukan, yang bahkan belum bisa dibandingkan dengan apa yang sudah mereka capai," jelasnya.

Ketika seseorang meninggalkan kita, Ustadz Adi menyarankan agar kita tidak hanya mendoakan mereka, tetapi juga merenungi hikmah yang bisa kita ambil dari kehidupan mereka. "Mungkin ada satu teladan yang bisa kita tiru, yang Allah tunjukkan kepada kita melalui kabar kematian tersebut," katanya.

Ia juga menekankan bahwa selalu ada keistimewaan yang bisa ditemukan ketika seseorang yang baik meninggal dunia, terutama menjelang momen-momen penting seperti bulan Ramadan.

"Setiap kali menjelang Ramadan, saya sering menemukan bahwa ada saja orang-orang baik yang meninggal. Itu selalu menjadi pengingat bagi kita untuk meningkatkan kebaikan," tuturnya.

Sebagai penutup, Ustadz Adi mengingatkan agar kita selalu bersyukur atas kesempatan hidup yang masih kita miliki. "Terima kasih, ya Allah, karena Engkau masih memberikan kami kesempatan hidup sampai hari ini. Semoga setiap hari yang kita jalani selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya," pungkasnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya