Liputan6.com, Jakarta Program 3 juta rumah per tahun yang akan diluncurkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto menciptakan harapan baru bagi masyarakat.
Dengan anggaran ratusan triliun rupiah, program ini tidak hanya berpotensi meningkatkan sektor riil, tetapi juga memberikan kesempatan lebih besar bagi masyarakat untuk memiliki hunian layak, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Advertisement
Berdasarkan peta jalan dari tim Satgas Perumahan, program ini akan membangun 3 juta rumah setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 1 juta unit diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan, sedangkan 2 juta unit akan dibangun untuk masyarakat di pedesaan.
"Pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama Presiden Prabowo, dan sektor perumahan adalah salah satu instrumennya. Proyek ini akan menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan perputaran ekonomi di berbagai daerah," ungkap Bonny Z. Minang, anggota tim Satgas Perumahan di bawah pimpinan Hashim Djojohadikusumo, ditulis Senin (21/10/2024).
Potensi Dana dan Dampak Ekonomi
Menurut kajian Bank BTN, rumah subsidi di perkotaan diperkirakan memiliki harga jual rata-rata Rp200 juta, sementara di pedesaan berada di kisaran Rp75 juta hingga Rp100 juta. Jika program ini berjalan maksimal, nilai transaksinya bisa mencapai sekitar Rp400 triliun per tahun. Angka ini bisa lebih tinggi, mengingat harga hunian di berbagai daerah tidak selalu seragam.
Dana besar ini akan mengalir ke pengembang kecil dan menengah, khususnya yang berfokus membangun rumah subsidi di pedesaan. Pembangunan ini diharapkan mendorong pemerataan ekonomi dan membuka aliran modal ke daerah-daerah, sehingga para pengembang lokal dapat berkontribusi lebih besar.
Proyek perumahan juga akan memberikan efek berganda (multiplier effect) pada 183 subsektor usaha lainnya. Mulai dari pemasok bahan bangunan seperti semen, batu bata, dan baja, hingga UMKM yang mendukung kebutuhan proyek, seperti toko bangunan dan tenaga kerja.
Dukungan Perbankan dan Peran BTN
Jika Menteri Perumahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo bergerak cepat, sektor properti dapat memberikan kontribusi signifikan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%.
Namun, Bonny menegaskan, proyek ini memerlukan dukungan penuh dari sektor perbankan dan pelaku usaha, mengingat keterbatasan anggaran negara (APBN). Modal kerja dari perbankan dibutuhkan untuk mendanai pengadaan rumah subsidi dan pembiayaannya.
Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, menyatakan kesiapan BTN untuk mendukung program ini. Dengan pengalaman sebagai pemimpin pasar KPR nasional, BTN berperan penting dalam menyalurkan KPR subsidi bagi sekitar 300.000 hingga 400.000 unit per tahun selama pemerintahan Presiden Joko Widodo.
BTN juga siap mencari sumber dana tambahan, baik dari dalam maupun luar negeri, serta memanfaatkan sekuritisasi aset KPR untuk menyediakan dana murah jangka panjang.
"BTN siap mendukung pengembang melalui kredit konstruksi, baik untuk rumah tapak maupun rumah vertikal. Ini sudah menjadi bagian dari bisnis BTN selama ini," jelas Nixon.
Advertisement
Skema Subsidi KPR BTN
BTN telah mengusulkan tiga skema subsidi KPR untuk mendukung program pemerintahan baru, yakni: Subsidi Angsuran, Subsidi Selisih Bunga, dan Subsidi Premi Asuransi. Ketiganya bersumber dari APBN, baik dari pemerintah pusat, daerah, maupun sumber lain.
- Subsidi Angsuran: Ditujukan untuk masyarakat dengan penghasilan hingga Rp3,1 juta per bulan, dengan tujuan mengentaskan kemiskinan di pedesaan.
- Subsidi Selisih Bunga: Menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan penghasilan antara Rp3,1 juta hingga Rp8 juta. Skema ini mencakup KPR, Kredit Bangun Rumah, dan Kredit Renovasi Rumah.
- Subsidi Premi Asuransi: Untuk masyarakat berpenghasilan menengah (MBT) yang berpenghasilan lebih dari Rp8 juta, mereka bisa mendapatkan subsidi melalui premi asuransi KPR.
"BTN terus berkoordinasi dengan Satgas Perumahan untuk mematangkan skema subsidi yang akan diimplementasikan pemerintahan baru," pungkas Nixon.