Natalius Pigai Ulas Jalan Hidupnya, dari Juru Parkir sampai Jadi Menteri HAM

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengulas perjalanan hidupnya dalam momen penyambutan menteri di Gedung Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kuningan, Jakarta.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 21 Okt 2024, 19:00 WIB
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (21/10/2024). (Foto: Liputan6.com/Nanda Perdana Putra).

Liputan6.com, Jakarta Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengulas perjalanan hidupnya dalam momen penyambutan menteri di Gedung Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kuningan, Jakarta.

Dia mengawali dengan penghormatan kepada para hadirin, termasuk juru parkir Kemenkumham.

"Juga juru parkir pun saya hormati. Karena saya pernah menjadi juru parkir Kementerian Transmigrasi. Ada enggak yang masuk ke sini (aula)," tutur Pigai di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (21/10/2024).

Dia kemudian mengulas karirnya, seperti pernah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), staf khusus di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, hingga Komisioner Komnas HAM.

"Juru parkir belum tentu tetap jadi juru parkir, jangan-jangan jadi juru mudi," jelas dia.

Pigai sempat berseloroh, bahwa kehidupannya kini berpindah dari normal menjadi formal, usai menjadi Menteri HAM.

"Saya merasa berpindah tempat dari kehidupan normal ke kehidupan formal. N itu normal, Natalius. P itu pormal, Pigai," ucapnya disambut tawa hadirin.

Sambutan Pigai banyak mendapatkan tepuk tangan dan tawa lantaran sikapnya yang humoris. Meski begitu, dia menyatakan keseriusannya dalam menegakkan hak asasi manusia.

"Saya setiap hari, maaf agak sedikit bahasa sederhana, setiap hari soal hak asasi manusia itu pekerjaan saya yang saban hari ada pada diri saya. Di rumah saya pikir HAM, di jalanan pikir HAM, di kampus bicara HAM, lebih dari ratusan kali di TV dialog bicara tentang HAM. Jadi masalah-masalah tentang HAM merupakan bagian dari kehidupan saya," Pigai menandaskan.


Pendekar HAM yang Diangkat Prabowo Jadi Menteri Hak Asasi Manusia

Presiden Prabowo Subianto menunjuk Natalius Pigai sebagai Menteri Hak Asasi Manusia. Nama Natalius disampaikan Prabowo melalui pengumuman kabinet kerja pemerintahan 2024-2029. Prabowo sendiri menamakan kabinetnya dengan kabinet merah putih. 

"Natalius Pigai SIP, Menteri Hak Asasi Manusia," kata Prabowo saat mengumumkan nama menteri di Istana, Jakarta, Minggu malam (20/10/2024).

Natalius Pigai, seperti dilansir dari Antara, merupakan tokoh asal Papua Tengah, Ia dikenal sebagai sosok yang vokal dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Ia memiliki rekam jejak panjang sebagai pembela HAM, khususnya dalam isu-isu yang menyangkut hak-hak masyarakat Papua.

Lahir di Paniai, Papua Tengah, Natalius tumbuh di lingkungan keluarga sederhana bersama dua saudaranya, Yulius Pigai dan Hengky Pigai. Pendidikan formalnya ditempuh di Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa, Yogyakarta, di mana ia meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.I.P.).

Selain pendidikan formal, Natalius juga menempa diri dengan berbagai program pendidikan non-formal, termasuk pendidikan statistika di Universitas Indonesia pada 2003, pelatihan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2005, dan pelatihan kepemimpinan di Lembaga Administrasi Negara pada 2010-2011.

 


Karir Profesional

Natalius memulai karier profesionalnya sebagai staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada era Ir. Alhilal Hamdi dan Yacob Nuwa Wea dari 1999 hingga 2004. Pada periode ini, ia juga berperan sebagai moderator dialog interaktif di TVRI, membahas isu-isu politik dan pemerintahan dari 2006 hingga 2008.

Selain itu, Natalius pernah menjabat sebagai Konsultan Deputi Pengawasan BRR Aceh-Nias dan tim asistensi di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri di bawah Prof. Dr. Djohermansyah Johan dari 2010 hingga 2012.

Sebagai Putra Papua, Natalius Pigai tak hanya aktif di pemerintahan, tetapi juga dalam berbagai organisasi masyarakat sipil. Ia terlibat di Yayasan Sejati yang memperjuangkan hak-hak kelompok terpinggir di Papua, Dayak, Sasak, dan Aceh pada 1999 hingga 2002.

Natalius juga pernah menjadi staf peneliti di Graha Budaya Indonesia-Jepang (1998-2001) serta staf Yayasan Cindelaras yang fokus pada pengembangan kearifan lokal dan hak-hak petani.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya