Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) yang juga Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menjadi sorotan publik karena gelar doktor yang didapatnya.
Co-promotor distertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Teguh Dartanto pun angkat bicara. Dia menjelaskan bahwa Bahlil sempat bertanya pada dirinya tentang program S3 Universitas Indonesia (UI).
Advertisement
Teguh pun menyarankan Bahlil mengambil S3 jalur riset di SKSG UI menjadi opsi yang lebih memungkinkan dan tidak mengambil S3 di FEB UI karena di semester pertama ada kuliah terstruktur di hari kerja.
"Bahlil memenuhi syarat untuk mendaftar S3 di SKSG UI karena telah lulus Magister Ilmu Ekonomi dari UNCEN pada 2009. Saya melihat ijazah yang ter-scan di sistem SKSG UI," ujar Teguh, melalui keterangan tertulis, Senin (21/10/2024).
"Informasi di PDDIKTI mengenai BL yang dianggap mengundurkan diri kurang akurat. Bahlil telah menempuh 4 semester, sesuai dengan Peraturan Rektor Nomor 26/2022, sehingga layak untuk maju ke tahap promosi," sambung dia.
Teguh juga menyoroti isu jurnal predator yang menyerang Bahlil. Ia menegaskan, Bahlil Lahadalia memenuhi syarat tiga publikasi, yaitu jurnal internasional bereputasi, jurnal SINTA 2, dan prosiding yang dapat diganti menjadi jurnal SINTA 2.
"Pemberitaan terkait jurnal predator pada bulan Juli 2024 sudah diselesaikan oleh SKSG sejak Maret-April 2024. Bahlil harus menulis ulang di jurnal lain untuk syarat kelulusan. Tidak benar bahwa Bahlil lulus dengan jurnal predator," tegas Teguh.
Sempat Jadi Sorotan Publik
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) yang juga Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menjadi sorotan publik karena gelar doktor yang didapatnya.
Pertama karena disertasi Bahlil yang dianggap plagiat atau memiliki kesamaan mencapai 95% dengan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan aplikasi cek plagiarisme Turnitin.
Menanggapi hal tersebut, pihak UIN melalui laman resmi mereka menjelaskan kronologi dan temuan plagarisme tersebut adalah karena adanya kesalahan internal mereka.
UIN menjelaskan bahwa seorang mahasiswa doktoral sekaligus dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memeriksa keaslian disertasi Bahlil melalui akun Turnitin kampus dan mendapatkan hasil similarity sebesar 13%. Namun, dokumen tersebut tidak segera dihapus dan tersimpan dalam repository Turnitin kampus.
"Saat pemeriksaan ulang, sistem mendeteksi kesamaan 100% karena file tersebut sudah terekam dalam database Turnitin sebagai dokumen resmi. Kondisi ini memunculkan kesan yang salah bahwa Menteri Bahlil menjiplak karya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta," kata pihak UIN.
"Hal ini terjadi karena disertasi Menteri Bahlil pernah diunggah ke repository Turnitin dan dianggap sebagai dokumen terdaftar. Ketika lima orang dari berbagai perguruan tinggi melakukan pengecekan ulang, mereka memperoleh hasil similarity antara 95% hingga 100%. Hasil uji ini kemudian tersebar di media sosial dan semakin memperkuat kesalahpahaman tersebut," sambung dia.
Advertisement
Yakin Miliki Reputasi
Polemik kedua, lanjut pihak UIN, yakni terkait jangka waktu kuliah dan riset singkat yakni sekitar satu tahun dan 7 bulan hingga akhirnya Bahlil dinyatakan lulus dengan predikat pujian cumlaude.
Sementara itu, salah satu penguji Bahlil yakni Prof Dr Arif Satria mengaku bahwa dirinya diminta dan bersedia menjadi penguji. Kebersediaan Arif karena meyakini Universitas Indonesia sebagai perguruan tinggi ternama pasti menjaga reputasi dengan sistem penjaminan mutu yang kuat.
"Saya sering menjadi penguji S3 di UI dan untuk sampai pada sidang promosi melalui tahapan panjang yang ketat. Hal ini juga disampaikan oleh pimpinan sidang kepada promotor, co promotor maupun penguji sebelum acara dimulai, bahwa sidang promosi pak Bahlil sudah sesuai prosedur di UI," ucap dia.
"Bahwa masa studi S3 selama 4 semester juga sesuai aturan UI. Dijelaskan pula bahwa artikel jurnal yang digunakan sebagai syarat untuk S3 sesuai ketentuan," tandas Arif.