Jakarta Makin Macet, Apa Solusi Terbaik?

Integrasi transportasi seharusnya tidak hanya menghubungkan Jakarta dengan daerah penyangga di wilayah Jabodetabek, tetapi juga meluas hingga ke wilayah Jawa Barat seperti Cianjur dan Sukabumi.

oleh Septian Deny diperbarui 21 Okt 2024, 23:09 WIB
Ratusan kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (10/2/2023). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV tahun 2022 mencapai 5,31 persen secara tahunan (yoy), angka tersebut sesuai dengan target APBN 2022 yang dipatok pemerintah sebesar 5,1-5,3 persen (yoy). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki permasalahan transportasi di Jakarta, terutama untuk mengatasi kemacetan dan memperlancar pergerakan barang dan manusia, seperti pengembangan MRT, LRT, dan TransJakarta. Meski begitu, kemacetan masih menjadi masalah utama, dan pembenahan transportasi publik dianggap sebagai solusi yang sangat penting.

Calon Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memiliki visi mengatasi permasalahan integrasi transportasi di Jakarta. Menurut Pramono, integrasi transportasi seharusnya tidak hanya menghubungkan Jakarta dengan daerah penyangga di wilayah Jabodetabek, tetapi juga meluas hingga ke wilayah Jawa Barat seperti Cianjur dan Sukabumi.

Harapannya, dengan adanya transportasi yang terintegrasi hingga wilayah Jawa Barat, masyarakat yang bekerja di Jakarta namun tinggal di daerah penyangga dapat lebih mudah bepergian.

Ide integrasi transportasi dinilai cukup menarik. Namun, sebelum hal itu diterapkan, penting juga bagi Gubernur Jakarta mengatur betul mengenai permasalahan kemacetan di Jakarta.

"Kalau memang cagub concern dengan masalah transportasi, khususnya dalam upaya mengatasi kemacetan, maka harus berani membatasi kepemilikan kendaraan pribadi di Jakarta. Jumlahnya sudah sangat gawat," tegas Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Senin (21/10/2024).

Angkutan Umum

Menurut Tulus, keberadaan angkutan umum yang terintegrasi pun tidak akan mampu memigrasikan pengguna kendaraan pribadi, jika tidak ada pembatasan yang ketat, baik penggunaannya dan atau kepemilikannya. Calon gubernur harus tegas dan berani, terapkan pembatasan kepemilikan kendaraan di Jakarta,seperti di Singapura.

"Jika tidak berani melakukan hal itu, jangan mimpi untuk mengatasi kemacetan Jakarta, karena Jakarta akan menjadi lautan kendaraan pribadi. Apalagi setelah tol terintegrasi, kendaraan semakin menggerojog Jakarta," ucapnya

Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta terus meningkat, dengan pertumbuhan sekitar 5% per tahun. Pada tahun 2023, tercatat lebih dari 20 juta kendaraan beroperasi di wilayah Jabodetabek, sebagian besar di antaranya adalah mobil pribadi dan sepeda motor. Angka ini jauh melebihi kapasitas infrastruktur jalan yang ada, sehingga menyebabkan kemacetan parah di berbagai titik.


Pembatasan Kendaraan Pribadi

Suasana lalu lintas kendaraan di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (31/7/2019). Gubernur Anies Baswedan menyampaikan sistem pembatasan kendaraan berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap menjadi salah satu rencana Pemprov DKI mengatasi polusi udara di Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menyatakan bahwa pembatasan kendaraan pribadi adalah langkah yang tidak bisa dihindari jika ingin mengurangi kemacetan secara signifikan. Calon gubernur perlu berani menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan. Ini bukan langkah populer, tetapi harus dilakukan demi keberlanjutan kota.

Salah satu pendekatan yang sering dibahas adalah implementasi Electronic Road Pricing (ERP), yaitu sistem tol berbasis elektronik untuk kendaraan yang melewati ruas jalan-jalan tertentu. ERP adalah langkah yang tepat, tapi harus didukung dengan sistem transportasi publik yang benar-benar efisien dan terintegrasi.

MRT dan LRT memang telah beroperasi dan memberikan dampak positif, namun kapasitas dan jangkauan transportasi ini masih terbatas. Berdasarkan data dari PT MRT Jakarta, jumlah penumpang MRT pada 2023 mencapai rata-rata 100.000 orang per hari, masih jauh dari kapasitas ideal yang diharapkan.

Sementara itu, layanan LRT yang baru beroperasi juga masih dalam tahap pengembangan dan belum sepenuhnya terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.

Selain itu, TransJakarta, yang diharapkan menjadi tulang punggung transportasi publik Jakarta, juga menghadapi tantangan. Meski memiliki lebih dari 2.000 armada bus, TransJakarta masih harus berjuang melawan kemacetan di jalur busway yang kadang diserobot kendaraan pribadi.

Untuk membuat transportasi publik menarik bagi warga, calon gubernur harus memastikan bahwa TransJakarta, MRT, dan LRT berjalan tanpa gangguan dan terintegrasi dengan baik.

Pembenahan transportasi publik juga harus didukung oleh pengembangan kawasan Transit Oriented Development (TOD), di mana pusat-pusat permukiman, perkantoran, dan komersial berlokasi di sekitar stasiun atau halte transportasi publik. Ini akan mendorong lebih banyak orang untuk beralih menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadi.


Perbaikan Transportasi

Ratusan kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (10/2/2023). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV tahun 2022 mencapai 5,31 persen secara tahunan (yoy), angka tersebut sesuai dengan target APBN 2022 yang dipatok pemerintah sebesar 5,1-5,3 persen (yoy). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tantangan lainnya adalah perilaku pengguna jalan yang belum sepenuhnya mendukung upaya perbaikan transportasi. Banyak warga Jakarta masih enggan meninggalkan kendaraan pribadinya meskipun sudah ada alternatif transportasi publik.

Menurut survei dari Jakarta Transport Watch pada 2023, 60% warga Jakarta lebih memilih menggunakan mobil atau motor karena alasan kenyamanan dan fleksibilitas.

Oleh karena itu, calon gubernur juga perlu berfokus pada edukasi publik mengenai pentingnya menggunakan transportasi umum. Selain itu, subsidi dan insentif bagi pengguna transportasi publik juga bisa menjadi cara untuk mendorong peralihan dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

Pemimpin Jakarta mendatang harus fokus pada kebijakan yang berkelanjutan. Jika terus menerus menambah jalan atau flyover untuk mobil, kemacetan hanya akan semakin parah. Solusinya adalah memperbaiki dan memperluas transportasi umum, sekaligus memperketat aturan kendaraan pribadi.

Penggunaan kendaraan pribadi yang tak terkendali juga berkontribusi pada polusi udara yang semakin buruk di Jakarta. Menurut laporan dari IQAir pada Agustus 2024, Jakarta masuk dalam peringkat 10 besar kota dengan polusi udara terburuk di dunia. Hal ini seharusnya menjadi pengingat bahwa pembenahan transportasi bukan hanya tentang kemacetan, tapi juga tentang kesehatan lingkungan dan masyarakat.

Langkah pembatasan kendaraan bisa diterapkan melalui kebijakan yang lebih ketat, seperti pembatasan plat nomor ganjil-genap yang lebih luas dan jam operasional yang diperpanjang. Namun, kebijakan ini hanya akan efektif jika transportasi publik bisa menjadi solusi yang nyaman dan terjangkau bagi semua kalangan.

Infografis titik rawan macet mudik Lebaran 2018 (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya