Liputan6.com, Konawe Selatan - Supriani (38) seorang guru di Konawe Selatan harus mendekam di Rutan Kejaksaan Konawe Selatan usai dipaksa mengakui telah menganiaya seorang bocah SD kelas 2. Sejak Rabu (16/10/2024), guru honorer di SDN 4 Baito Desa Wonua Raya Konawe Selatan itu, mendekam di balik jeruji besi.
Pada April 2024, setelah kasus bergulir di polisi, Supriani berupaya berdamai dengan keluarga. Alasannya, dia membantah menganiaya bocah SD tersebut.
Advertisement
Namun, pihak orang tua murid, tidak mau mengamini permintaan guru honorer yang mengajar sejak 2009 itu. Kata pihak keluarga Supriani, orang tua korban sempat meminta uang damai hingga Rp50 juta. Namun, Supriani tidak menyanggupi karena tak memiliki duit.
Supriani hanyalah seorang guru honorer yang menerima insentif tiap tiga bulan sekali. Belum lagi dia harus menghidupi dua orang anaknya. Sedangkan suaminya, hanyalah seorang petani di kampung.
Saat wartawan Liputan6.com menghubungi keluarga, kakak kandung korban Sunarti (43) mengungkapkan, saat ini Supriani ditahan di Kejaksaan Konawe Selatan. Kata Sunarti, Supriani mengatakan tidak pernah memukul bocah tersebut.
"Pertama, waktu penyelesaian di Polsek Baito, orang tua murid (ayah) meminta sejumlah uang sebesar Rp 50 juta ke Supriani. Namun, Supriani tidak mau karena memang mengatakan tidak pernah memukul si murid," ujar Sunarti.
Saat itu, kata Sunarti, polisi tidak langsung menahan Supriani. Dia diperbolehkan pulang. Setelah beberapa bulan berlalu, datang surat panggilan dari Kejaksaan Konawe Selatan. Surat panggilan diterima Supriani pada Rabu (16/10/2024).
"Supriani datang ke jaksa bersama suami dan anak. Setelah cerita dengan jaksa, jaksa suruh pulang suami dan anak, sedangkan Supriani ditahan," ujar Sunarti.
Dikonfirmasi via telepon seluler, Sunarti mengatakan sudah seminggu adiknya ditahan di kejaksaan Konawe Selatan, mereka belum bisa menjenguk. Dia mengatakan, petugas tidak membolehkan anak Supriani saat akan menjenguk di rutan.
Polisi Jadikan Anak SD sebagai Saksi
Kepsek SDN 4 Baito Sanaali Spd mengatakan, awalnya dia disampaikan oleh guru lainnya terkait adanya pemukulan yang dilakukan salah seprang guru di sekolah.
Kepala Sekolah SDN 4 Baito Sanaali SPd mengatakan, dia awalnya mendapatkan informasi pada April 2024 dari guru lain di sekolah. Saat itu, dia baru saja pulang dari luar daerah ikut kegiatan.
Kata kepsek, guru melaporkan bahwa, beberapa orang polisi datang ke sekolah karena adanya laporan pemukulan. Namun, mereka juga mengaku tak mengetahui adanya kasus tersebut.
"Semua guru di sekolah mengaku tak mendengar atau melihat kejadian ini," ujar Kepsek saat dikonfirmasi Liputan6.com.
Kepsek mengungkapkan, awal polisi mendatangi sekolah karena ibu si bocah melihat luka memar dan lecet pada kedua paha anaknya. Saat ia menanyakan kepada anaknya, anaknya mengaku jatuh di sawah saat sedang bermain.
"Nah, ketika si ibu mengadu ke bapaknya, bapaknya mengamati luka itu dan meminta si anak mengaku dimana ia mendapatkan luka," ujar kepsek.
Setelah dipaksa, sang anak mengaku jika ia dipukul guru. Ayahnya kesal, langsung berbicara kepada salah seorang guru di sekolah dan mengatakan akan membawa masalah ini ke ranah hukum.
"Polisi lalu datang ke sekolah, memeriksa anak-anak kelas I SD, guru-guru dan penjual di samping sekolah," kata Kepsek.
Kepsek melanjutkan, saat itu polisi memeriksa rekan rekan si bocah di dalam kelas. Ada dua anak yang memberikan keterangan, namun mereka menunjukkan lokasi berbeda.
"Antara anak satu dan lainnya, menunjuk tempat berbeda saat pemukulan," ungkap kepsek.
Sanaali berharap, Supriani bisa mendapatkan keadilan. Sebab, dia mengaku sama sekali tidak memukul si bocah.
"Selama ini, Supriani terkenal baik di sekolah, guru yang rajin dan ramah meskipun dia honorer," ujar Sanaali.
Advertisement
Pernyataan Polisi
Kasat Reskrim Polres Konsel AKP I Nyoman Gde Arya mengatakan dalam konferensi pers, laporan terhadap Supriani masuk di Polsek pada tanggal 26 April 2024. Kata dia, polisi kemudian serangankaian penyelidikan selama bulan April sampai nanti kurang lebih kurang 5 bulan proses penyidikan.
Dia mengatakan, semua upaya sudah dilakukan, mulai dari mediasi namun tak ada titik terang. Pada tanggal 3 Juni 2024, kasus ditingkatan ke penyidikan setelah pihaknya menggelar perkara.
"Saksi yang kami terima ataupun kami BAP ada 7 orang termasuk pelapor, ibu korban, Ayah korban, korban, keempat adalah wali kelas dan saksi lainnya dari teman korban," katanya.
Kata Kasat Reskrim, petunjuk yang diperoleh yakni sapu yang berada di sekolah. Polisi juga mengumpulkan pakaian yang digunakan korban saat kejadian, serta hasil visum jelas dikeluarkan oleh pihak Puskesmas Pallangga.
Dari hasil visum disimpulkan, didapatkan luka akibat kekerasan benda tumpul berupa luka memar disertai lecet satu garis lurus pada daerah paha kanan dan kiri bagian belakang. Akibat tersebut, tidak menimbulkan penyakit. Penyidik kemudian menyimpulkan, dari peristiwa tersebut bahwa ditemukannya luka lecet memar satu garis lurus di paha belakang kanan kiri. Berdasarkan dua alat bukti dan petunjuk visum, tanggal 3 Juni 2024, perkara ditingkatkan ke penyidikan.
Kasat menjelaskan kornologi dugaan pemukuan terhadap murid, yakni terjadi saat jam belajar. Saat itu, wali kelas murid tidak berada di dalam kelas. Sebab, keluar karena ada izin mendesak. Bocah tersebut, kemudian bercerita bersama rekan-rekannya. Saat itu, Supriani masuk ke dalam kelas, lalu memukul bocah tersebut.
"Disuruh nulis bukan cerita," ujar Kasat menirukan ucapan Supriani.
Pengadilan Tangguhkan Penahanan Supriani
Majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) menangguhkan penahanan Supriani pada Selasa (22/10/2024).
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sultra mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada 21 Oktober 2024.
Dalam keputusannya, mejelis hakim mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya, terdakwa masih memiliki anak balita yang membutuhkan pengasuhan dari ibunya.
Kemudian, terdakwa adalah seorang guru yang harus menjalankan tugasnya di Sekolah Dasar Negeri 4 Baito.
Terakhir, majelis hakim menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas maka cukup alasan untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa.
Setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi keluarga terdakwa dan tidak adanya indikasi bahwa Supriani akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, majelis hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersebut.
Hakim juga memerintahkan penangguhan dengan syarat bahwa Supriani tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, dan akan hadir dalam setiap persidangan yang dijadwalkan.
Selain itu, Penuntut Umum diminta segera mengeluarkan Supriyani dari tahanan.
Dalam keputusan tersebut, Hakim Ketua Stevie Rosano, bersama dua hakim anggota, Vivi Fatmawaty Ali, dan Sigit Jati Kusumo, menandatangani penetapan tersebut yang menjadi langkah penting dalam perjalanan hukum kasus Supriyani.
Advertisement