IMF Sebut Pasar Properti China Makin Memburuk

IMF membandingkan situasi yang terjadi di China saat ini dengan dengan krisis properti di Jepang pada 1990-an dan Amerika Serikat pada 2008.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 24 Okt 2024, 10:45 WIB
Komuter memesan makanan dari toko takeaway pada jam sibuk pagi hari di Beijing, China, Senin (6/3/2023). Pejabat ekonomi China menyatakan keyakinannya bahwa mereka dapat memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5 persen dengan menghasilkan 12 juta pekerjaan baru dan mendorong pengeluaran konsumen setelah berakhirnya kontrol antivirus yang membuat jutaan orang tetap di rumah. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Jakarta - IMF memperingatkan bahwa kondisi pasar properti di China semakin memburuk. Hal ini dapat memengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Dalam laporan terbaru yang dirilis, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China untuk 2024 menjadi 4,8%. Angka ini turun dibandingkan prediksi sebelumnya yakni sebesar 5%. Untuk 2025, pertumbuhan diperkirakan di kisaran 4,5%.

Dikutip dari CNBC, Kamis (24/10/2024), IMF menyoroti bahwa sektor properti yang melemah menjadi salah satu risiko terbesar bagi ekonomi global.

"Kondisi pasar real estat dapat memburuk, dengan koreksi harga lebih lanjut di tengah penurunan penjualan dan investasi," tulis laporan tersebut.

IMF juga membandingkan situasi ini dengan krisis properti di Jepang pada 1990-an dan Amerika Serikat pada 2008.

Jika krisis properti di China tidak segera ditangani, harga properti bisa terus turun, hal ini dapat menyebabkan konsumen kehilangan kepercayaan dan mengurangi belanja serta permintaan domestik.

Dalam beberapa bulan terakhir, China telah mencoba mendorong kembali pertumbuhan ekonominya. Pada bulan September, Bank Sentral China meluncurkan kebijakan untuk membantu perbankan dengan mengurangi jumlah uang tunai yang harus disimpan.

Beberapa hari kemudian, pemerintah pusat mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan penurunan pada sektor properti dan mendorong pemulihannya. Beberapa kota besar seperti Guangzhou dan Shanghai juga mulai meluncurkan langkah untuk mendorong minat beli rumah.


Mendorong Ekspor

Warga yang memakai masker melintasi persimpangan di Beijing, China, Jumat (2/12/2022). Lebih banyak kota melonggarkan pembatasan, memungkinkan pusat perbelanjaan, supermarket, dan bisnis lainnya dibuka kembali menyusul protes akhir pekan lalu di Shanghai dan daerah lain di mana beberapa orang menyerukan Presiden Xi Jinping untuk mengundurkan diri. (AP Photo/Ng Han Guan)

Menteri Keuangan China, Lan Fo’an, mengatakan bahwa pemerintah siap meningkatkan defisit dan utang untuk menambah stimulus ekonomi. Selain itu, Kementerian Perumahan memperluas "daftar putih" proyek properti yang didukung pemerintah dan mempercepat pemberian pinjaman kepada proyek yang tertunda.

IMF menyebutkan bahwa beberapa langkah ini sudah masuk dalam proyeksi pertumbuhan mereka. Namun, kepala ekonom IMF, Pierre Olivier Gourinchas mengatakan kepada CNBC bahwa kebijakan tersebut bergerak ke arah yang benar tapi masih belum cukup untuk meningkatkan pertumbuhan lebih tinggi dari 4,8% tahun ini dan 4,5% tahun depan.

Dia menambahkan, langkah-langkah baru ini bisa membawa hasil positif, tapi ekonomi China tetap menunjukkan kinerja yang mengecewakan pada kuartal ketiga, sehingga ada ketegangan antara kebutuhan akan dukungan dan kenyataan bahwa ekonomi tidak berjalan baik. Apakah dukungan itu akan cukup?

"Kita belum tahu."

China melaporkan bahwa ekonomi mereka tumbuh 4,6% pada kuartal ketiga, sedikit lebih tinggi dari prediksi para ekonom sebesar 4,5%.

Namun, IMF juga mengingatkan bahwa stimulus pemerintah untuk mendorong permintaan domestik bisa membebani anggaran negara.

Selain itu, jika pemerintah memberikan subsidi untuk mendorong ekspor, langkah ini dapat memperburuk hubungan dagang bersama dengan negara-negara mitra.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya