Jejak Gajah Mada dalam Tari Bedoyo Wulandaru

Bisa dikatakan, tari bedoyo wulandaru merupakan representasi sukacita mereka atas kedatangan tamu agung tersebut ke wilayah mereka. Dalam setiap gerakannya, tergambar jelas betapa mereka bahagia menyambut tamu istimewa tersebut.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 25 Okt 2024, 00:00 WIB
Tari Bedoyo Wulandaru (Sumber: Instagram/@sanggarsenipancawati)

Liputan6.com, Yogyakarta - Tari bedoyo wulandaru merupakan tarian tradisional khas Banyuwangi. Tarian ini lahir dari ungkapan sukacita menyambut kedatangan Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada.

Mengutip dari indonesiakaya.com, tarian ini menjadi ungkapan kebahagiaan masyarakat Blambangan di masa lalu. Saat itu, mereka kedatangan tamu istimewa, yakni rombongan keluarga besar Prabu Hayam Wuruk bersama Mahapatih Gadjah Mada.

Bisa dikatakan, tari bedoyo wulandaru merupakan representasi sukacita mereka atas kedatangan tamu agung tersebut ke wilayah mereka. Dalam setiap gerakannya, tergambar jelas betapa mereka bahagia menyambut tamu istimewa tersebut.

Nama tari bedoyo wulandaru diambil dari kata wulandaru yang secara etimologi merupakan gabungan dari wulan dan ndaru. Wulan berarti bulan, yang secara luas dapat dimaknai menerangi kegelapan. Sementara itu, ndaru berarti bintang jatuh yang difilosofikan sebagai tanda keberuntungan.

Nama wulandaru kemudian disandingkan dengan bedoyo yang merujuk pada para penari yang membawakannya. Bedoyo merupakan ungkapan yang ditujukan kepada para wanita yang membawakan sebuah tarian.

Melalui tarian ini, masyarakat Blambangan ingin mengatakan bahwa kedatangan tamu istimewa tersebut tak hanya memberi kebahagiaan. Lebih dari itu, kehadiran mereka adalah berkah cahaya bulan dan keberuntungan.

Tari bedoyo wulandaru sebenarnya merupakan pengembangan dari musik sablang dan gandrung Banyuwangi. Pengembangan itu juga termasuk pada aspek gerak tari dan musiknya.

Dalam pertunjukannya, para penari akan melemparkan beras kuning di akhir pertunjukan. Beras kuning dipercaya dapat mengusir segala bala dan gangguan.

Selain beras kuning, mereka juga melempar logam benggol. Dahulu, logam benggol merupakan mata uang. Logam benggol melambangkan kesetiaan rakyat kepada pemerintah.

Hingga kini, tari bedoyo wulandaru masih dilestarikan oleh masyarakat setempat. Tarian ini masih sering dipentaskan dalam berbagai acara dan festival budaya.

 

Penulis: Resla

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya