Liputan6.com, Jakarta Dalam laporan Global Hunger Index (GHI) 2024, meskipun komunitas global terus menekankan pentingnya hak atas makanan yang cukup, ketidakseimbangan yang mengkhawatirkan masih berlangsung. “Makanan” diakui sebagai hak asasi manusia yang ketiga paling dasar setelah udara dan air, mencakup keberagaman, nutrisi, keterjangkauan, aksesibilitas, dan keamanan.
Setiap orang berhak mengakses makanan yang cukup; namun, kelaparan masih ada, dengan orang-orang di seluruh dunia saat ini menyaksikan krisis pangan global terbesar dalam sejarah modern, meskipun para petani di dunia memproduksi cukup makanan untuk memberi makan lebih dari populasi global.
Advertisement
Dikutip melalui IndianExpress, Kamis (24/10/2024) Mulai dari pandemi COVID-19 hingga konflik geopolitik, penurunan ekonomi, dan krisis iklim, semua faktor tersebut telah berkontribusi terhadap peningkatan harga pangan dan bahan bakar, serta melebarinya ketimpangan yang mengakibatkan meningkatnya kelaparan dan kelaparan yang menghancurkan.
Akibatnya, jumlah orang yang menghadapi krisis pangan telah meningkat sebanyak 122 juta dari tahun 2019 hingga 2023, sebagaimana disoroti dalam laporan State of Food Security and Nutrition in the World 2023.
Sekitar 350 juta orang di seluruh dunia saat ini sedang mengalami kondisi kelaparan yang paling ekstrem, dan dari jumlah tersebut, hampir 49 juta orang berada di ambang kelaparan, menurut UN WFP.
Selain itu, lebih dari 820 juta orang menderita kekurangan gizi kronis, dengan sekitar 60 persen di antaranya adalah perempuan, dan lima juta anak di bawah usia lima tahun meninggal setiap hari akibat penyebab yang terkait dengan malnutrisi, menurut FAO.
Sementara itu, tujuan untuk mencapai zero hunger pada tahun 2030 tampaknya sulit dicapai—mengingat 42 negara masih menghadapi tingkat kelaparan yang mengkhawatirkan atau serius—ada perkembangan yang sedikit positif.
Laporan Global Hunger Index 2024 menunjukkan bahwa dunia saat ini memiliki skor GHI sebesar 18,3, sedikit menurun dari skor 2016 sebesar 18,8, yang dikategorikan sebagai moderat.
10 Negara Terpukul Paling Parah oleh Kelaparan di 2024
Berdasarkan indikator seperti kekurangan gizi, stunting anak, wasting anak, dan kematian anak di 127 negara; berikut adalah 10 negara paling kelaparan di dunia pada tahun 2024:
1. Somalia:
GHI 2024: 44.1
GHI 2000: 63.3
2. Yemen:
GHI 2024: 41.2
GHI 2000: 41.6
3. Chad:
GHI 2024: 36.4
GHI 2000: 50.5
4. Madagascar:
GHI 2024: 36.3
GHI 2000: 42.3
5. Democratic Republic of the Congo:
GHI 2024: 34.9
GHI 2000: 47.2
6. Haiti:
GHI 2024: 34.3
GHI 2000: 39.8
7. Niger:
GHI 2024: 34.1
GHI 2000: 53.1
8. Liberia:
GHI 2024: 31.9
GHI 2000: 48.0
9. Central African Republic:
GHI 2024: 31.5
GHI 2000: 48.0
10. Korea (DPR):
GHI 2024: 31.4
GHI 2000: 43.7
Advertisement
Indonesia Naik Peringkat dalam Indeks Kelaparan Global 2024
Laporan Global Hunger Index (GHI) tahun 2024 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan peringkat dalam hal penanganan kelaparan. Indonesia berada di peringkat 77 pada tahun 2024, naik dari peringkat 82 pada tahun 2023.
Skor Indeks Kelaparan Global Indonesia pada tahun 2024 adalah 16,9, turun dari 18,3 pada tahun 2016 dan 28,2 pada tahun 2008. Skor ini menunjukkan bahwa Indonesia telah berhasil mengurangi angka kelaparan dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun peningkatan peringkat Indonesia dalam GHI ini patut diapresiasi, tantangan yang masih ada tetap besar. Data menunjukkan bahwa meskipun secara keseluruhan kondisi kelaparan di Indonesia membaik, masih ada kelompok masyarakat yang rentan dan menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akses makanan yang cukup dan bergizi. Pemerintah Indonesia perlu terus berupaya meningkatkan akses terhadap makanan bergizi bagi seluruh masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, dan orang miskin.
Pentingnya pendidikan gizi dan kesadaran akan pentingnya makanan sehat juga harus ditekankan. Program-program yang mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti pelatihan keterampilan dan akses terhadap pasar, bisa menjadi langkah strategis dalam mengurangi angka kelaparan. Selain itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap kebijakan yang sudah diterapkan untuk memastikan efektivitasnya dalam menjawab kebutuhan masyarakat.