Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti, menilai sangat wajar buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 naik sebesar 8 - 10 persen.
"Kalo menurut saya wajar. Kalo menurut saya permintaan kenaikan 8-10% itu make sense, karena tiap tahun memang harus ada kenaikan upah sesuai dengan kenaikan inflasi," kata Esther kepada Liputan6.com, Kamis (24/10/2024).
Advertisement
Menurutnya, apalagi kondisi perekonomian Indonesia saat ini mengalami deflasi 5 bulan berturut turut. Hal itu menandakan bahwa ekonomi dalam negeri sedang lesu.
"Artinya, ada penurunan real income sehingga daya beli masyarakat melemah," ujarnya.
Hal ini juga ditandai dengan pengeluaran untuk konsumsi makanan dan minuman lebih banyak sekitar 50-60 persen dari total pendapatan. Sedangkan untuk pendidikan dan kesehatan dan lainnya sangat kecil.
Namun di sisi lain, hal tersebut mendorong terjadinya kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan naiknya harga barang yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu kontrol pemerintah untuk stabilisasi harga barang terutama bahan kebutuhan pokok.
Adapun kata Esther, formula upah minimum seharusnya mempertimbangkan besarnya inflasi produktivitas (omset dan lain-lain), serta biaya hidup di suatu daerah dengan memberikan tunjangan kemahalan di suatu kota, karena transportasi dan logistik dan lainnya.
5 Juta Buruh Bakal Mogok Kerja Nasional November 2024, Ini Tuntutannya
Sebelumnya, kelompok buruh dari berbagai sektor industri di Indonesia akan menggelar mogok kerja nasional pada November 2024. Aksi buruh ini dilakukan untuk menuntut kenaikan upah minimum dan pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan bahwa rencana mogok nasional ini telah disepakati oleh sejumlah konfederasi serikat buruh, termasuk 60 serikat pekerja di tingkat nasional. Diperkirakan, aksi ini akan melibatkan sekitar 5 juta buruh.
"Mogok nasional akan dilaksanakan pada 11-12 November atau 25-26 November 2024, dengan melibatkan lebih dari 15.000 pabrik di seluruh Indonesia. Selama periode tersebut, pabrik-pabrik akan berhenti berproduksi," ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (18/10/2024).
Sektor-Sektor yang Terlibat dalam Mogok NasionalSaid Iqbal menjelaskan bahwa sektor-sektor yang akan ikut serta dalam mogok kerja nasional meliputi industri transportasi, semen, pariwisata, rokok, makanan, minuman, serta pekerja pelabuhan di berbagai wilayah, termasuk Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, dan sejumlah pelabuhan lain di Indonesia. Buruh pelabuhan dari Medan hingga pekerja angkutan di TKBM juga akan berpartisipasi.
"Mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, bukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang mogok kerja di tempat kerja," tegas Said Iqbal.
Dia menambahkan bahwa aksi ini merupakan unjuk rasa nasional yang akan dilakukan di luar pabrik, bukan di dalam tempat kerja. "Kami tidak sedang berunding dengan perusahaan terkait upah minimum. Ini adalah perjuangan melawan Omnibus Law (UU Cipta Kerja) yang mempengaruhi seluruh pekerja di Indonesia," jelasnya.
Advertisement
Dukungan Partai Buruh
Said Iqbal juga menegaskan bahwa Partai Buruh tidak menjadi penggerak utama dalam mogok nasional ini, melainkan dilakukan oleh serikat-serikat pekerja, bukan oleh partai politik.
"Partai Buruh hanya memberikan dukungan politik kepada perjuangan para buruh dan serikat pekerja atas dua isu utama: kenaikan upah minimum tahun 2025 sebesar 8% hingga 10%, serta pencabutan Omnibus Law (UU Cipta Kerja)," tambahnya.
Aksi mogok nasional ini dirancang untuk menghentikan produksi di ribuan pabrik di kawasan industri di seluruh Indonesia, mencakup 38 provinsi dan lebih dari 350 kabupaten/kota. Seluruh buruh, baik yang menjadi anggota serikat buruh maupun yang tidak, diundang untuk ikut serta dalam aksi ini, karena tuntutan ini menyangkut kepentingan seluruh buruh.