Perpus Sekolah di Daerah Belum Bisa Tingkatkan Minat Baca Anak-Anak, Ada Apa?

Peran orang tua dan perpustakaan di satuan pendidikan, terutama di daerah, dirasa belum optimal meningkatkan budaya membaca.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 24 Okt 2024, 15:20 WIB
Gelar wicara bersama Duta Baca Indonesia di Mataram, Kamis (24/10/2024). (Liputan6.com/ Dok Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi tantangan dalam pembudayaan kegemaran membaca. Sayangnya, peran orang tua dan perpustakaan di satuan pendidikan dirasa belum optimal untuk meningkatkan budaya membaca.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Amir, mengakui perlu adanya keterlibatan orang tua dalam pendampingan membaca dan menulis di keluarga.

"Seringkali orang tua malah asik bermain gadget, sehingga anak kurang mendapat contoh yang baik. Orang tua harus jadi teladan," ujarnya pada gelar wicara bersama Duta Baca Indonesia di Mataram, Kamis (24/10/2024).

Kurang optimalnya peran perpustakaan pun diakui Amir. Ia mengambil contoh bagaimana perpustakaan sekolah yang justru disesaki buku-buku kurikulum, bukan bacaan penunjang yang bersifat pengayaan pengetahuan. Idealnya, perpustakaan di sekolah bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan hal tersebut.

Misalnya, ketika ada penugasan guru bisa meminta siswa untuk ke perpustakaan sehingga mereka bisa berbondong mencari referensi di situ. Persoalan lainnya adalah sebagian besar harga buku yang dinilai Amir masih mahal. Harga buku bacaan kalah dengan paket pulsa.

Faktor ini turut andil kenapa masyarakat tidak sanggup memperoleh bacaan yang sesuai dengan kebutuhan. Dan tidak semua perpustakaan memiliki koleksi bacaan yang memadai.

"Di NTB, baru sekitar 6-7 persen saja perpustakaan yang memenuhi syarat ketersediaan jumlah bahan bacaan dan dibutuhkan masyarakat," beber Amir.

Jika di sekolah, perpustakaannya kurang dimanfaatkan. Kondisi tidak jauh berbeda juga ditemukan di perguruan tinggi. Mereka sulit menemukan mahasiswa yang gemar membaca.

Rektor UIN Mataram Masnun Tahur mengatakan mahasiswa lebih sering memperbarui status media sosialnya dibandingkan pengetahuannya. Hal ini nampak dari sedikitnya referensi yang dituliskan saat menyusun skripsi atau pun tugas ilmiah lainnya.

 


Metode Bhatatsa

Masyarakat Lombok dikenal sebagai masyarakat yang agamis yang kental dengan tradisi mengaji. Namun, tradisi yang kuat ini belum sampai berpengaruh ke tahap mengkaji.

Berdasarkan fakta tersebut, Kepala Perpustakaan UIN Mataram, Jamaludin, mencoba mengenalkan Metode Bhatatsa. Metode berdaya dengan quran ini menunjukkan bagaimana aktivitas mengaji juga berpengaruh terhadap tradisi membaca, penumbuhan proses berpikir, imajinasi, dan menulis.

"Metode ini saya peroleh melalui riset dan sudah diterapkan selama lebih dari lima tahun," katanya.

Sedangkan, narasumber Dosen FKIP Universitas Mataram, Ahmad Junaidi, mengatakan bahwa menulis itu merupakan kegiatan merapikan pikiran. Namun, ia mengingatkan ketika seseorang mulai menulis, sebaiknya tidak menggunakan kata-kata yang sensasional (clickbait) atau membuang waktu dengan menulis yang tidak ada kaitannya dengan isi tulisan.

"Kita bisa membuka artikel dengan kutipan, ide pokok, provokasi terukur, atau dengan menggabungkan poin-poin penting dalam tulisan," tandas Ahmad.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya