Kejagung Tangkap 3 Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur, Bikin Jera Mafia Peradilan?

Ketiga hakim itu adalah Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Hanindya (HH).

oleh Dian KurniawanJonathan Pandapotan PurbaNanda Perdana PutraAdy Anugrahadi diperbarui 25 Okt 2024, 00:00 WIB
Banner Infografis Kronologi Penangkapan 3 Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur atas kasus dugaan pembunuhan dan penganiayaan hingga menewaskan seorang perempuan Dini Sera Afrianti (29).

Ketiga hakim itu adalah Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Hanindya (HH). Kemudian, satu orang tersangka lainnya juga ditangkap, yakni Lisa Rahmat (LR), pengacara Ronald Tannur selaku pemberi suap kepada ketiga hakim.

"Penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan atas terdakwa Ronald Tannur tersebut, diduga ED, HH, dan M menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR," kata Direktur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.

Tiga hakim tersebut pun kemudian ditangkap di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (23/10/2024) siang. Sementara tersangka LR ditangkap di Jakarta.

Usai pemeriksaan, keempatnya pun resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.

"Terhadap keempat tersangka tersebut dilakukan penahanan di rutan selama 20 hari kedepan, sesuai dengan surat penahanan untuk pengacara LR berdasarkan surat perintah penahanan nomor 45, untuk ID berdasarkan surat perintah penahanan nomor 46, untuk HH berdasarkan surat perintah penahanan nomor 47, untuk M berdasarkan surat perintah penahanan nomor 48," tambah Abdul Qohar.

Penangkapan Hakim Bikin Jera Mafia Peradilan?

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan mafia peradilan tidak akan pernah jera. Di matanya, operasi tangkap tangan (OTT) 3 hakim di Surabaya itu karena sedang sial saja.

"Jadi itu tidak akan pernah membuat jera para mafia, kecuali hukumannya diubah menjadi hukuman mati," kata Fickar kepada Liputan.com, Kamis (24/10/2024).

Menurut dia, suap adalah kejahatan paling tua di pengadilan. Bahkan sejak adanya pengadilan, suap juga sudah ada.

"Jadi, kuncinya harus ada transparansi di semua sisi, termasuk pada jaksa, pada polisi, penyidik, dan tentu pada seluruh aparatur pengadilan selain hakim juga," tambahnya.

Sementara Ahli Hukum Pidana Binus University Ahmad Soflan mengatakan mafia peradilan saat ini tidak saja melibatkan hakim, karena ini adalah sindikasi, dan dilakukan secara terorganisir.

"Di PN Surabaya dan beberapa kota lain mafia peradilan terang-benderang. Penangkapan mafia peradilan oleh jaksa masih sebatas karena adanya dugaan korupsi (termasuk suap), baru sebatas pada hakim, masih belum efektif memberantas mafia peradilan dalam jangka panjang," kata Ahmad kepada Liputan.com, Kamis (24/10/2024).

Ia menilai, mafia peradilan sudah mendarah daging. Ada yang melibatkan pengacara, bahkan dalam kasus tertentu malah melibatkan jaksa.

"Beranikah jaksa membongkar mafia peradilan yang melibatkan jaksa? Melibatkan polisi dan melibatkan juga pengacara."

Ia mengatakan, ada kecurigaan yang membuat jaksa menangkap ketiga hakim di PN Surabaya, karena putusannya bebas yang membuat jaksa terpukul. Penangkapan ini, kata dia, hanyalah shock therapy sesaat, sehingga mafia peradilannya sendiri tidak terbongkar secara menyeluruh.

"Bahkan ada mafia peradilan yang melibatkan secara sistematis dan tersetruktur. Mafia peradilan tidak saja tercium tetapi juga terlihat. Bentuknya macam-macam, misalnya jual-beli pasal, jual-beli rencana penuntutan, jual-beli putusan bebas, lepas dan percobaan, jual-beli putusan mengabulkan atau menolak gugatan," ucapnya.

Infografis Kronologi Penangkapan 3 Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur. (Liputan6.com/Abdillah)

Kronologi Penangkapan 3 Hakim

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar saat menyampaikan keterangan terkait penangkapan sekaligus penahanan tiga tersangka Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (23/10/2024) malam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus) Abdul Qohar mengatakan, penangkapan itu lebih dulu dilakukan penggeledahan pada Rabu (23/10) siang hari tadi.

Dalam penggeledahan itu, pihaknya juga melakukan penangkapan terhadap tiga orang hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya berinisial ED, AH, M dan seorang lawyer atau pengacara atas nama LR.

"Ketiga hakim tersebut dilakukan penangkapan di Surabaya, sedangkan untuk pengacara atas nama LR dilakukan penangkapan di Jakarta. Selain melakukan penangkapan, tim penyidik juga melakukan penggeledahan," ujar Qohar.

"Ada di beberapa tempat di beberapa titik terkait adanya juga atas tindakan pidana korupsi penyuapan dan/atau gratifikasi sehubungan dengan perkara tindakan pidana umum yang telah diputus di pengadilan negeri Surabaya atas nama terdakwa Ronald Tannur," sambungnya.

Dalam perkara ini, terdakwa Ronald Tannur telah diputus bebas oleh tiga majelis Hakim tersebut. Kemudian, penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan Ronald Tannur diduga ED, AH dan M menerima suap dan/atau gratifikasi dari pengacara LR.

"Jadi saya rasa cukup jelas ya, apa yang telah saya sampaikan. Kemudian didalam melakukan penggeledahan dan penangkapan penyidik pada Jampidsus menemukan barang-barang yang pertama di rumah LR di daerah rumput Surabaya ditemukan uang tunai sebesar Rp1.190.000.000," sebutnya.

"Kemudian ditemukan juga uang USD sebanyak Rp454.700.000 uang tunai dolar Singapura sebanyak 17.043 dan sejumlah catatan translasi aliran yang telah dilakukan oleh LR," tambahnya.

Kemudian, yang kedua di apartemen milik LR di Tower Palem eksekutif Menteg, Jakarta Pusat. Di sana, penyidik menemukan uang tunai terdiri dari berbagai pecahan seperti dollar Amerika, Singapura yang kalau rupiahkan setara dengan Rp2.126.000.000.

Lalu, ditemukan juga dokumen terkait dengan buku penukaran uang atau valuta asing, catatan pemberian uang kepada pihak-pihak terkait dan HP milik LR.

"Selanjutnya, penggeledahan yang ketiga kita banyak tempat, ada 6 lokasi adalah di apartemen yang ditempati oleh ED yaitu apartemen Gunawangsa di Surabaya ditemukan uang tunai Rp97.500.000, uang tunai dolar di Singapura 32.000 dollar, uang tunai Ringgit Malaysia 35.992,25 dan sejumlah barang bukti elektronik," ungkapnya.

"Kemudian penggeledahan di rumah ED di perumahan BSB Midjet Semarang (ceklagi) ditemukan uang tunai 6.000 USD, uang tunai dollar di Singapura 300.000 dan sejumlah barang elektronik," tambahnya.

Selanjutnya, penggeledahan dilakukan di apartemen yang ditempati oleh HH di daerah Ketintang, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur. Disana, ditemukan uang tunai Rp104.000.000, uang tunai USD 2.200, uang tunai dollar Singapura 9.100, uang tunai Yen 100.000, serta sejumlah barang elektronik.

Berikutnya, penggeledahan juga dilakukan di apartemen yang ditempati oleh M di apartemen Gunawangsa, Tidar, Surabaya, Jawa Timur. Saat itu, petugas menemukan uang tunai Rp21.400.000, uang dollar Amerika 2.000, uang dollar Singapura 32.000, dan sejumlah barang bukti elektronik.

"Selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan. Jadi setelah yang bersangkutan ditangkap setelah penggeledahan, kemudian dibawa ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, untuk tiga tersangka. Kemudian yang untuk pengacara, kita periksa di Jampidsus Kejaksaan Agung," jelasnya.

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap empat orang tersebut, maka pada 23 Oktober 2024 Jaksa Penyidik pada JAMPidsus menetapkan tiga orang hakim dan satu pengacara menjadi tersangka.

Hal ini setelah ditemukannya sejumlah bukti yang cukup adanya tindak bidang korupsi yaitu suap dan atau gratifikasi.

"Untuk pengacara LR, berdasarkan surat penetapan tersangka nomor 454. Kemudian untuk hakim ED nomer 55, untuk HH berdasarkan penetapan tersangka nomer 456, untuk hakim M berdasarkan keputusan tersangka nomer 4/F/2/10/2024 tanggal 23 oktober 2024," paparnya.

"Terhadap keempat tersangka tersebut dilakukan penahanan di rutan selama 20 hari kedepan, sesuai dengan surat penahanan untuk pengacara LR berdasarkan surat perintah penahanan nomor 45, untuk ID berdasarkan surat perintah penahanan nomor 46, untuk HH berdasarkan surat perintah penahanan nomor 47, untuk M berdasarkan surat perintah penahanan nomor 48," tambahnya.

Atas perbuatannya itu, para tersangka ditegaskannya diduga melanggar, untuk penerima suap atau gratifikasi ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung dan diduga melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 12 huruf C juncto pasal 12B juncto Pasal 18 UU nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20/2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHAP.

"Kemudian untuk pemberi suap dan untuk gratifikasi dilakukan penahanan di rutan kelas 1 Surabaya cabang Kejati Jatim, yang bersangkutan diduga melanggar pasal 5 ayat 1 juncto pasal 6 ayat 1 huruf A juncto pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20/2021 tentang tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHAP," pungkasnya.


MA Berhentikan Sementara 3 Hakim PN Surabaya

Gedung Mahkamah Agung di Jakarta. (Liputan6.com)

Mahkamah Agung (MA) menghormati langkah hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait kasus dugaan suap atas putusan bebas Ronald Tannur. Ketiganya pun resmi diberhentikan sementara dari jabatannya.

“Terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya tersebut, setelah mendapatkan kepastian dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Agung, maka secara administrasi, hakim tersebut akan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh presiden atas usul Mahkamah Agung,” tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).

Yanto menegaskan, ketiganya terancam dipecat tidak hormat apabila nantinya divonis bersalah lewat putusan yang berkekuatan hukum tetap.

"Terhadap hal tersebut Mahkamah Agung menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap 3 oknum hakim Pengadilan Negeri Surabaya," jelas dia.

Tentunya, penegakan hukum terhadap ketiga hakim tersebut pastinya tetap mengutamakan asas praduga tak bersalah. Dia yakin penyidik Kejagung akan bekerja secara profesional.

"Tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. Jadi Mahkamah Agung menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung," Yanto menandaskan.

Tak Perlu Izin Ketua MA

MA menyatakan perlu adanya izin Ketua MA untuk menangkap para hakim nakal yang terlibat tindak pidana. Namun, menjadi pengecualian apabila terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

“Kecuali dalam hal tertangkap tangan tidak perlu izin. Kecuali ketangkap tangan. Jadi kalau ketangkap tangan nggak perlu izin,” tutur tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).

“Yang memerlukan izin Ketua MA itu kalau tidak tertangkap tangan. Seperti itu, jadi tidak perlu izin,” sambungnya.

Sejauh ini, MA belum mendapatkan informasi kapan agenda sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk para tersangka dugaan suap putusan Ronald Tannur itu.

“Belum ada (informasi). Kalau sudah menyangkut perkara, sudah ditetapkan tersangka, ya ini MKH kode etik ya, kalau kasus ini sudah penegakan hukum. Tentu nanti pembuktiannya ya di penegakan hukum. Seperti kasus yang sudah berjalan dulu, kasusnya Pak Drajat dan juga pembuktiannya di penegakan hukum. Begitu berkekuatan hukum tetap, yang bersangkutan langsung diusulkan pemberhentian tidak dengan hormat,” ungkapnya.

MA Batalkan Vonis Bebas Ronald Tannur

MA menganulir atau membatalkan vonis bebas Ronald Tannur terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti, lewat putusan kasasi yang digelar pada Selasa, 22 Oktober 2024. Hasilnya, dia akan tetap menjalani hukuman penjara selama lima tahun.

“Satu hari sebelum Kejaksaan Agung melakukan proses hukum terhadap tiga oknum hakim Pengadilan Negeri Surabaya, tersebut majelis yang memeriksa Gregorius Ronald Tannur anak dari Erdward Tannur, Majelis Kasasi telah memutus perkara tersebut dengan amar putusan sebagai berikut,” tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).

“Di putusan kasasinya telah diputus dengan amarnya mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Surabaya,” sambungnya.

Yanto merinci, isi amar putusan itu pertama menyatakan terdakwa Ronald Tannur telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

“Dua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun,” jelas dia.

Adapun eksekusi perkara Ronald Tannur dapat dilakukan oleh jaksa dengan petikan putusan setelah dikirim ke PN Surabaya sebagai pengadilan pengaju. Setelah proses minutasi selesai di Kepaniteraan MA, salinan resmi dan bundel A akan dikirim ke PN Surabaya Surabaya.

“Dan tanggal minutasi tanggal kirim akan diinput pada aplikasi SIAP, Sistem Informasi Aplikasi Pengadilan, kemudian salinan putusan diupload pada direktori putusan MA agar masyarakat bisa mengakses dan mengikuti,” Yanto menandaskan.


DPR Sebut Kejagung Objektif dan Tegas

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. (Foto: Istimewa).

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni memuji langkah Kejagung yang dianggap tak pandang bulu dalam melakukan penindakan.

"Saya acungkan 4 jempol untuk Kejagung, yang tanpa pandang bulu menangkap para hakim bermasalah tersebut," kata dia dalam keterangannya, Rabu (23/10/2024).

Politikus NasDem itu mengungkapkan, dari aksi tersebut melihat Kejagung objektif dan tegas dalam menindak oknum-oknum, tanpa terkecuali, ternasuk hakim sekalipun.

"Pokoknya dapat laporan, ada temuan, langsung tangkap. Tanpa basa-basi, tanpa negosiasi," jelas Sahroni.

Dia pun ingin kasus ini dijadikan pelajaran bagi seluruh penegak hukum, untuk tidak menyelewengkan kekuasaan dan jabatan.

"Sampai saat ini kita belum tahu tindak kejahatan apa yang dilakukan ketiganya. Tapi yang jelas kalau sudah ditangkap Kejagung, 100 persen dipastikan mereka bermasalah," tutur Sahroni.

"Jadi saya harap, kasus ini jadi pelajaran untuk seluruh penegak hukum, khususya para hakim. Jangan gunakan kewenangan dan jabatan untuk sesuai yang melanggar, pasti akan ketahuan," sambungnya.

Dia pun berharap para penegak hukum bisa amanah dalam mengemban tugas dan jabatannya.

"Penegak hukum, apalagi hakim, ini sangat menentukan kualitas keadilan kita. Kalau malah sibuk main-main, hengky pengky, ya susah," pungkasnya.

Motif Penyuapan Hakim Kasus Ronald Tannur Harus Diungkap

Sahroni meminta motif penyuapan hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur selaku terdakwa pembunuhan itu diungkap ke publik. Menurut dia, tiga hakim tersebut telah menjatuhkan vonis yang tidak masuk akal. Sehingga dia menilai tiga hakim itu patut dicurigai menerima suap miliaran rupiah untuk meloloskan suatu perkara.

"Ketiga hakim ini kan yang membuat putusan tidak masuk akal di kasus Ronald Tannur. Jadi patut diduga arahnya ke sana," kata Sahroni di Jakarta, Kamis.

Dia pun mendukung langkah Kejaksaan Agung RI dalam mengungkap skandal yang menimpa sistem peradilan tersebut. Dia pun yakin bahwa Kejaksaan Agung akan berani mengungkap sosok dalang di balik kasus penyuapan itu. Di samping itu, dia berharap agar Komisi Yudisial (KY) meningkatkan kinerjanya, terutama dalam aspek pengawasan terhadap hakim.

Menurut dia, kasus suap itu merupakan ironi karena dilakukan oleh tiga hakim sekaligus di suatu pengadilan negeri yang sama. Dia pun khawatir adanya kasus-kasus serupa yang dilakukan oleh oknum hakim-hakim lain namun tidak terungkap. Jika hal itu terjadi, menurut dia, masyarakat yang mengalami akan dirugikan.

"Masa semudah itu hukum dan keadilan kita dibeli? Jadi tolong KY harus pantau kinerja para hakim dengan lebih baik lagi," kata dia.

Untuk itu, dia pun meminta kepada para hakim untuk selalu menjaga integritas dan hati nurani dalam menjalankan tugasnya.

“Dan untuk para hakim, saya minta tetap jaga integritas, profesionalitas, dan hati nurani. Amanah jabatan hakim itu dipertanggungjawabkan dunia akhirat, jangan pernah coba main-main," kata Sahroni.

 


3 Hakim Ronald Tannur Ditahan 14 Hari di Ruang Isolasi Rutan

Tiga hakim pemberi vonis bebas Ronald Tannur yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Kejaksaan Agung, kini ditahan dalam ruang tahanan isolasi selama 14 hari di cabang Rutan Kelas 1 Surabaya di Kejati Jatim. (Liputan6.com/ Dian Kurniawan)

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) Mia Amiati mengungkapkan, tiga hakim yang memberi vonis bebas Ronald Tannur dan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Kejaksaan Agung, kini ditahan dalam ruang tahanan isolasi selama 14 hari di cabang Rutan Kelas 1 Surabaya di Kejati Jatim.

Ketiga hakim tersebut yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka diduga menerima suap terkait vonis Ronald Tannur, terdakwa kasus dugaan pembunuhan dan penganiayaan Dini Sera Afrianti.

"Karena locusnya berada di wilayah hukum Kejati Jatim kami mensuport sepenuhnya kegiatan dimaksud dan mengingat di kantor kami memiliki Cabang Rutan Kelas I Surabaya maka tahanan pun dititipkan di Cabang Rutan di kantor Kejati Jatim," ujar Mia, Kamis (24/10/2024).

Mia mengatakan, untuk saat ini ketiga hakim tersebut di tahan di Cabang Rutan Kelas 1 Surabaya di Kejati Jatim. Ketiga hakim itu, diakuinya tidak langsung ditempatkan bersama dengan tahanan lainnya.

Melainkan, ditempatkan di ruang isolasi terlebih dahulu selama 14 hari. Ia menyebut, hal tersebut sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) untuk setiap tahanan baru.

"Sesuai SOP setiap tahanan baru harus masuk ruang isolasi terlebih dahulu selama 14 hari," ucap Mia.

Mia menyebut, untuk saat ini kapasitas tahanan di Cabang Rutan Kelas 1 Surabaya di Kejati Jatim untuk 90 orang. Namun baru terisi sekitar 40 orang ditambah tiga hakim maka total tahanan kini berjumlah 43 orang.

Sesuai dengan kapasitasnya untuk 90 orang sekarang tahanan yang berada di dalam ada 43 orang jika ditambah dengan 3 orang tahanan baru, fasilitas masih tersedia," pungkasnya.

Ia pun menegaskan, penangkapan terhadap 3 orang hakim ini merupakan sepenuhnya murni sebagai sebuah proses penegakan hukum.

Penangkapan terhadap ketiga orang hakim tersebut pun, dijamin nya tidak akan mempengaruhi proses peradilan yang menjadi kewenangan dari Pengadilan Negeri di seluruh Jawa Timur.

"Jadi pelimpahan perkara ke PN (pengadilan Negeri) dan pelaksanaan kegiatan sidang tetap dapat berlangsung secara profesional, karena ini bukan berkaitan dengan institusi Pengadilan tetapi berkaitan dengan person yang dapat dikategorikan sebagai oknum mafia peradilan," ujar Mia.

"Kami hadir atas nama negara untuk bisa melakukan penegakan hukum dan menjamin adanya kepastian hukum. Meskipun langit akan runtuh, hukum harus tetap tegak berdiri dan penangkapan ketiga orang hakim tersebut atas perintah Bapak Jaksa Agung yang mengawali gebrakan pertama ketika Bapak ST Burhanuddin dipercaya kembali mengemban amanah menjadi Jaksa Agung RI," imbuh Mia.

 

 


Pengawasan Oleh KY Perlu Ditingkatkan

Ketiga hakim yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim Kejagung, kini sudah ditetapkan menjadi tersangka suap atau gratifikasi. (Liputan6.com/ Dian Kurniawan)

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Dr Trubus Rahardiansyah mengatakan bahwa perlu pengetatan putusan-putusan hakim, karena dari putusannya dapat dianalisa apakah menyimpang atau tidak, apalagi dengan adanya operasi tangkap tangan (OTT) hakim.

"Jangan menunggu dari masyarakat. Masalahnya selama ini ketika masyarakat ramai baru ditangani atau 'no viral no justice'," kata Trubus kepada Antara.

Menurut dia, peran dari Komisi Yudisial (KY) perlu ditingkatkan kembali supaya keberadaan KY dapat menjamin perilaku para hakim yang bertugas menegakkan keadilan.

Trubus mengatakan bahwa pengawasan terhadap hakim juga dapat dilakukan melalui putusan-putusannya dengan cara menganalisa, karena kasus suap di tubuh peradilan nampak adanya, baik di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung.

"Selama ini masih banyak hakim yang menerima suap dan itu berulang kali dan ditangkap KPK juga berulang, tapi tidak ada tindak lanjut, malah jadi permusuhan antar lembaga," tuturnya.

Ia menilai bahwa gaji hakim bukan menjadi alasan orang untuk menerima suap atau korupsi, karena perilaku korup bukan cerminan gaji, namun karena integritas yang tidak dimiliki oleh pelakunya.

Untuk itu, kata Trubus, pengawasan oleh KY perlu ditingkatkan kembali agar kejadian yang mencoreng peradilan di Indonesia dapat diminimalkan.

"Kalau gaji menyangkut keseluruhan, kalau kasus seperti itu (hakim yang tertangkap menerima suap) ini sebenarnya karena lemahnya KY yang tugasnya mengawasi," katanya.

 

Infografis Kasus Ronald Tannur, Vonis Bebas hingga Putusan MA. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya