KH Hasyim Asy’ari: Modernisasi Pendidikan Pesantren dan Aplikasi Pemahaman Islam yang Toleran

KH. Hasyim Asy'ari merupakan salah satu tokoh modernisasi pendidikan Islam dan tokoh yang berhasil mempopulerkan Islam toleran di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Okt 2024, 14:30 WIB
Hadhratussyaikh KH Hasyim Asy'ari (NU Online)

Liputan6.com, Cilacap - KH. Hasyim Asy’ari merupakan ulama tanah air yang memiliki pengetahuan mendalam tentang ilmu agama. Kealimannya akan ilmu agama tak diragukan lagi dan diakui pula oleh ulama para masanya hingga kini. Oleh sebab itu, gelar hadratussyaikh yang artinya maha guru ini dilekatkan untuk dirinya.

KH Hasyim Asy’ari tak hanya alim, namun kontribusi nyata sosok pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) ini bagi perkembangan dunia pendidikan Islam tak terbantahkan. Cikal bakal berkembangnya lembaga pendidikan Islam, khususnya di Indonesia rupanya tak bisa dilepaskan dari sosok tokoh fenomenal ini. Pun demikian halnya dengan salah satu karyanya, yakni Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim membuktikan bahwa dirinya merupakan sosok yang sangat konsern terhadap perkembangan pendidikan Islam.

Dalam tataran praktis, salah satu yang paling fenomenal adalah keberhasilan KH. Hasyim Asy’ari dalam modernisasi pendidikan Islam (baca: pesantren). Fakta mengejutkan inilah yang membuat penulis memberanikan diri berpendapat bahwa KH. Hasyim Asy’ari adalah seorang modernis, bukan sosok ulama yang berpaham tradisonal.

Melalui lembaga pendidikan pesantren yang didirikannya, kontribusi KH. Hasyim Asy’ari yang tak kalah penting dan hebatnya ialah perihal keberhasilannya dalam memperkenalkan dan membumikan faham Islam rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Beliau mengenalkan Islam toleran, potret Islam yang ramah dan sejuk kepada semua lapisan masyarakat tanpa kecuali.

Berdasarkan pemaparan di atas, menjadi penting mengulas dan menyoroti lebih lanjut modernisasi pendidikan pesantren KH Hayim Asy’ari dan aplikasi praktis pemahaman Islam rahmatan lil ‘alamin, khususnya di Indonesia.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Modernisasi Pendidikan Pesantren

Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.

Dalam dunia pendidikan, banyak fakta sejarah mencatat kontribusi besar KH. Hasyim Asy’ari. Boleh dibilang saat membahas sosok yang berjuluk hadlratussyaikh ini tak lepas dari perannya dalam dunia pendidikan Islam, yakni pesantren. Pun demikian halnya tak bisa dipungkiri, keberadaan Pesantren Tebuireng yang beliau dirikan ini nyatanya mampu menghasilkan alumni-alumni yang kelak menjadi kiai dan ulama yang disegani.

Popularitas  dan  dedikasi  Pesantren  Tebuireng  terhadap  dunia pendidikan,  terutama  pada  periode  kepemimpinan  KH. Hasyim  Asy’ari  sendiri ini telah  melahirkan  ribuan  alumni.  Pesantren  Tebuireng  telah  menjelma menjadi  sumber  penyedia  atau  supplier  para  pemimpin  pesantren  di  Jawa dan  Madura.  Dari  jumlah  200  alumni  menjelang  akhir  1910 an  dan  2.000 alumni  pada  tahun  1920 an,  tepat  pada  tahun  1942,  Pesantren  Tebuireng telah  melahirkan  tidak  kurang  20.000  orang  kyai  yang  tersebar  di  seluruh wilayah Indonesia (Akarhanaf, : 30, lihat juga Misrawi, 2010 : 73). Tercatat beberapa santri KH Hasyim Asy’ari yang menjadi ulama besar dan memiliki pesantren, seperti  KH.  Abdul  Karim Lirboyo,  KH.  Abdul  Wahab  Hasbullah  Tambakberas,  KH.  Bisri  Syansuri  Denanyar, dan  KH.  Chudori  Tegalrejo.  (Khuluq, 2021 : 40).

Dalam pembelajarannya, yang cukup mengejutkan rupanya tak hanya materi-materi keagamaan yang dipelajari di pesantren Tebuireng. Rupanya KH. Hasyim Asy’ari juga memasukan pembelajaran umum seperti bahasa Melayu dan bahasa Belanda serta membuka akses surat kabar berbahasa Melayu dan Belanda. Hal ini pula yang oleh sebagian kalangan disalahfamani sehingga sejumlah orang tua akhirnya memutuskan memindahkan anak-anaknya ke pesantren lain (Yuli Lailatul Hudayah dan Haris Supratno, 2024 : 46).

Meskipun lazim diketahui bahwa gagasan dan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari bercorak tradisional, namun berdasarkan fakta tersebut di atas tidak sepenuhnya benar, bahkan stigma tradisional atau konservatif dilekatkan kepada sosok KH. Hasyim Asy’ari dipastikan tertolak.


Membumikan paham Islam yang Toleran

Pendiri NU sekaligus Rais Akbar, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. (Foto: Istimewa via NU Online)

Melalui pendidikan pesantren yang acapkali oleh sebagian kalangan dicap tradisionalis dan eksklusif, berdasarkan fakta-fakta sejarah di atas menunjukkan bahwa KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh yang memiliki pemikiran inklusif dan modern. Atas dasar ini pula penulis berpendapat bahwa KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh pembaharu dalam dunia pendidikan Islam, khususnya pesantren.

Modernisasi yang dilakukan KH. Hasyim Asy’ari tak hanya diejawantahkan dalam model pembelajaran sebagaimana tersebut di atas, namun juga dapat dilihat dari penanaman nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin yang beliau lakukan. Islam rahmatan lil ‘alamin sendiri dimaknai sebagai Islam yang kehadirannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih saya bagi seluruh manusia dan alam semesta.

KH. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh sentral agama berperan menghadirkan Islam yang toleran di tengah-tengah masyarakat. Islam yang tidak selalu antipasti dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Demikian halnya dirinya tidak tergesa-gesa memberikan judgement atas apa yang orang lain lakukan. Sikap lain KH Hasyim Asy’ari yang erat kaitannya dengan Islam rahmatan lil ‘alamin ialah perihal sikap tasamuh beliau.

Bukti konkrit tasamuh yang ditunjukkan Kiai Hasyim adalah ketika anak administrator Pabrik Gula (PG) Tjoekir sedang sakit keras, yang notabene adalah orang Belanda beragama Kristen. Dokter dan banyak dukun sudah diundang untuk menyembuhkan dan gagal. Kiai Hasyim pun dimintai tolong dan hanya dengan media air putih, anak tersebut akhirnya sembuh. Administrator pun heran dan ingin mengetahui lebih dekat rahasia “kesaktian” Kiai Hasyim. Beberapa hari kemudian administrator datang ke Pesantren Tebuireng dan ditemui Kiai Hasyim penuh keakraban. Dialog di antara keduanya pun terjadi beberapa kali. Lambat laun administrator akhirnya memahami ajaran Islam yang harus menghormati dan menolong umat lain, meski berbeda agama. Keterbukaan Islam dalam memandang the others ini mendorong administrator berkeyakinan untuk pindah agama, masuk ke dalam Islam. Setelah menyelesaikan masa tugas di PG Tjoekir, administrator kembali ke negeri Belanda. Anak-anaknya pun ikut memeluk agama Islam. Bahkan korespondensi melalui surat tertulis terus dilakukan oleh anak cucu administrator dengan KH. Yusuf Hasyim, pengasuh Pesantren Tebuireng antara 1965-2006. (Syihab, 1994 : 47).

Kiai Hasyim memiliki wawasan luas dalam berinteraksi sosial, sebagaimana orang-orang sebelumnya. Sejak dahulu kala, menurut Kiai Hasyim, di tanah pulau Jawa sudah terdapat kecocokan dalam pandangan antar para ulama. Mereka semua dalam bidang fiqih berpedoman kepada pemikiran Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i, dalam bidang ‘aqidah mengikuti pendapat Imam Abu Hasan al-Asy’ari, dalam bidang tashawuf mengikuti pemikiran Imam al-Ghazali dan Imam Abu Hasan al-Syadzili. (Asy’ari, 1998 : 9-10).

Demikian halnya sikap tasamuh beliau dapat dilacak melalui kisah yang sangat populer di kalangan warga Nahdliyiin saat dirinya menerima laporan santrinya perihal praktek keislaman yang berbeda dengan yang dilakukan KH. Hasyim Asy’ari. Namun KH. Hasyim Asy’ari tidak langsung memvonis praktek keagamaan yang berbeda dengan dirinya.

Berdasarkan paparan di atas membuktikan bahwa KH. Hasyim Asy’ari memiliki pemahaman Islam rahmatan lil ‘alamin yang mempu mengayomi semua lapisan masyarakat tanpa kecuali. Hal ini pula yang menyebabkan jam’iyyah yang belaiu dirikan menjadi ormas Islam terbesar yang hingga kini telah memiliki puluhan juta pengikut yang tersebar di seluruh penjuru tanah air, bahkan di dunia.

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya