Inklusivitas dan Keberlanjutan di Rumah Batik TBIG, Lestarikan Budaya dengan Sentuhan Ramah Lingkungan

Dalam wisuda batch ke-5 tahun ini, Rumah Batik TBIG meluluskan 32 siswa, termasuk 12 siswa disabilitas yang berhasil mengembangkan keterampilan membatik dan merencanakan usaha batik mandiri.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 25 Okt 2024, 07:00 WIB
Dengan adanya koperasi pendamping, para perajin batik binaan Rumah Batik TBIG juga mendapatkan kepastian pembayaran tunai atas hasil produksi mereka. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kesadaran global terhadap dampak lingkungan dari berbagai industri semakin tinggi. Kesadaran tersebut juga diterapkan oleh Rumah Batik TBIG melalui konsep produksi ramah lingkungan. Kurikulum progran ini mencakup pembelajaran tentang pewarna alam dan pengelolaan limbah pewarna, memberikan bekal penting bagi para siswa untuk menciptakan produk batik yang tidak hanya indah tetapi juga berkelanjutan.

Melalui pendekatan ini, Rumah Batik TBIG turut berperan dalam mengurangi dampak lingkungan dari industri batik yang selama ini dikenal menggunakan bahan kimia berbahaya dalam proses produksinya.

Chief Business Support Officer PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Lie Si An, menekankan pentingnya pendekatan holistik ini.

"Dengan demikian, program ini tidak hanya melestarikan warisan budaya yang berharga, tetapi juga mencetak generasi baru perajin yang dilengkapi dengan metode produksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan," ujarnya melalui keterangan tertulis.

Inklusivitas Sosial dan Kemandirian Ekonomi

Rumah Batik TBIG juga menaruh perhatian pada inklusivitas sosial. Program ini membuka peluang yang setara bagi generasi muda, termasuk para penyandang disabilitas, untuk mendapatkan pelatihan membatik dan kewirausahaan.

Dalam wisuda batch ke-5 tahun ini, Rumah Batik TBIG meluluskan 32 siswa, termasuk 12 siswa disabilitas yang berhasil mengembangkan keterampilan membatik dan merencanakan usaha batik mandiri.

“Untuk menjaga keberlanjutan batik, program ini menyasar generasi muda. Melalui Rumah Batik TBIG, kami ingin menghidupkan kembali minat anak muda terhadap budaya membatik, sembari memberikan mereka keterampilan yang dapat digunakan untuk menciptakan kemandirian ekonomi dan meningkatkan taraf hidup,” tambah Lie Si An.

Dengan adanya koperasi pendamping, para perajin batik binaan Rumah Batik TBIG juga mendapatkan kepastian pembayaran tunai atas hasil produksi mereka. Hal ini merupakan langkah penting dalam menciptakan ekosistem yang mendukung kelangsungan usaha mikro batik, khususnya di Pekalongan.

 


Kolaborasi untuk Masa Depan

Rumah Batik TBIG juga menaruh perhatian pada inklusivitas sosial. (Foto: Istimewa)

Rumah Batik TBIG merupakan implementasi konsep Creating Shared Value, yang menekankan pada pentingnya menciptakan nilai bersama bagi seluruh pemangku kepentingan.

Melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan masyarakat setempat, program ini diharapkan dapat mendukung perkembangan industri berbasis budaya yang berkelanjutan di masa depan.

Sejak didirikan pada tahun 2014, Rumah Batik TBIG telah melahirkan ratusan pengusaha batik muda yang mandiri dan siap bersaing di pasar. TBIG berharap Rumah Batik TBIG dapat terus menjadi mitra strategis dalam melestarikan dan mengembangkan batik sebagai warisan budaya yang tetap hidup di tengah tantangan zaman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya