Liputan6.com, Jakarta - Seorang model bernama Maya Willow Sias mengajukan gugatan senilai 10 juta dolar AS atau setara Rp156 miliar terhadap mantan pacarnya, Dr. Ammar Mahmoud, seorang ahli bedah plastik terkenal. Gugatan yang diajukan di Mahkamah Agung Manhattan ini mendakwa Dr. Mahmoud atas pelecehan fisik dan emosional
Mengutip dari laman news.com.au, Kamis, 24 Oktober 2024, ahli bedah plastik tersebut diduga juga mengubah Sias menjadi budak seks. Ia juga menutupi luka-luka yang ditimbulkannya dengan prosedur medis tanpa anestesi.
Advertisement
Menurut gugatan, hubungan antara Sias dan Mahmoud dimulai pada April 2023 setelah pertemuan di sebuah pesta di atas kapal pesiar di Miami. Meskipun awalnya terpincut oleh pesona Dr. Mahmoud, Sias segera menemukan sisi gelap dari ahli bedah tersebut, termasuk penyalahgunaan narkoba dan alkohol secara rutin.
Dr. Mahmoud diduga melakukan kekerasan fisik yang parah terhadap Sias, termasuk memukul wajahnya hingga menghancurkan rongga matanya. Setelah insiden tersebut, ahli bedah itu diduga membawa Sias ke Alinea Medical Spa miliknya di New York City dan menyuntikkan filler di sekitar mata Sias yang bengkak tanpa menggunakan anestesi, suatu tindakan yang digambarkan Sias sangat menyiksa.
Sias, yang juga seorang penyanyi dan telah tampil di majalah pria ternama, Maxim, menggambarkan Dr. Mahmoud sebagai pecandu seks. Ia juga menyalahgunakan narkoba untuk menyembunyikan kebiasaan buruknya di balik profesinya yang terhormat.
Mantan Istri Ikut Ajukan Gugatan
Gugatan ini juga menuduh bahwa Dr. Mahmoud telah melecehkan wanita lain. Tuduhan tersebut didukung oleh gugatan hukum yang diajukan mantan istrinya pada tahun 2014.
Pengacara Sias, Larry Hutcher, menyatakan bahwa kliennya telah mendokumentasikan bukti pelecehan yang dialaminya melalui foto-foto cedera yang diduga diterimanya selama sembilan bulan berhubungan dengan Dr. Mahmoud. Hutcher menegaskan bahwa tidak ada keraguan mengenai kebenaran tuduhan tersebut, menyebut Dr. Mahmoud sebagai pelaku yang menjadikan Sias budak seks.
Dr. Mahmoud didakwa karena menggunakan statusnya sebagai dokter untuk memanipulasi Sias, termasuk meresepkan antidepresan dan memaksanya mengonsumsi ketamin. Setelah pemukulan brutal yang membuat Sias tidak dapat dikenali, Dr. Mahmoud diduga memaksanya tinggal di apartemennya, mengancam dengan konsekuensi berat jika ia mencoba pergi.
Sias akhirnya berhasil melarikan diri dan mencari keadilan melalui jalur hukum. Gugatan ini menuntut Dr. Mahmoud untuk bertanggung jawab atas tindakan kekerasan dan manipulasi yang dilakukannya, serta memberikan kompensasi yang layak atas penderitaan fisik dan emosional yang dialami Sias.
Advertisement
1 dari 8 Perempuan di Dunia Pernah Alami Kekerasan Seksual
Mengutip dari kanal Global Liputan6.com, satu dari delapan perempuan di seluruh dunia mengalami pemerkosaan atau kekerasan seksual sebelum usia 18 tahun, menurut badan PBB untuk anak-anak (UNICEF) pada Rabu, 9 Oktober 2024. PBB mengungkap bahwa perempuan juga mengalami bentuk kekerasan "non-kontak", seperti pelecehan daring atau verbal, kata UNICEF dalam surveinya.
Laporan tersebut mengatakan, meskipun anak perempuan dan perempuan paling terdampak, 240 hingga 310 juta anak laki-laki dan laki-laki, atau sekitar 1 dari 11, telah mengalami pemerkosaan atau kekerasan seksual selama masa kanak-kanak.
"Skala pelanggaran hak asasi manusia ini sangat besar, dan sulit untuk dipahami sepenuhnya karena stigma, tantangan dalam pengukuran, dan investasi terbatas dalam pengumpulan data," kata UNICEF saat merilis laporan tersebut, dikutip dari laman Japan Today, Jumat (11/10).
UNICEF menyebut, temuannya menyoroti kebutuhan mendesak untuk tindakan global yang lebih intensif, termasuk memperkuat undang-undang dan membantu anak-anak mengenali dan melaporkan kekerasan seksual.
Lintas Batas Geografis
UNICEF menyebut bahwa kekerasan seksual terjadi lintas batas geografis, budaya, dan ekonomi, tetapi Afrika Sub-Sahara memiliki jumlah korban tertinggi, dengan 79 juta anak perempuan dan wanita, atau 22 persen terdampak. Asia Timur dan Asia Tenggara menyusul dengan jumlah 75 juta, atau 8 persen.
Datanya mengungkap untuk wanita dan anak perempuan, UNICEF memperkirakan 73 juta, atau 9 persen, terdampak di Asia Tengah dan Selatan; 68 juta, atau 14 persen, di Eropa dan Amerika Utara; 45 juta, atau 18 persen, di Amerika Latin dan Karibia, dan 29 juta, atau 15 persen, di Afrika Utara dan Asia Barat.
Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell menggambarkan kekerasan seksual terhadap anak-anak sebagai noda pada hati nurani moral manusia. "Hal ini menimbulkan trauma yang dalam dan berkepanjangan, sering kali oleh seseorang yang dikenal atau dipercayai anak, di tempat-tempat yang seharusnya membuat mereka merasa aman."
UNICEF menyebut, sebagian besar kekerasan seksual pada anak terjadi selama masa remaja, terutama antara usia 14 dan 17 tahun. "Dampaknya semakin parah ketika anak-anak menunda mengungkapkan pengalaman mereka atau merahasiakan pelecehan tersebut sama sekali," sebut lembaga UNICEF.
Advertisement