Liputan6.com, Gaza - Setidaknya 17 orang, hampir semuanya perempuan dan anak-anak, tewas dalam pengeboman Israel terhadap sebuah sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan di kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza bagian tengah pada Kamis (24/10/2024). Hal ini disampaikan petugas medis setempat.
Upaya penyelamatan masih berlangsung di sekolah di kamp Nuseirat, kata Mahmoud Bassal, juru bicara badan pertahanan sipil Jalur Gaza. Militer Israel mengklaim sekolah itu digunakan sebagai pusat komando dan kendali Hamas. Demikian seperti dilansir The Guardian, Jumat (25/10).
Advertisement
Sebanyak 42 orang lainnya terluka dalam serangan di kamp yang penuh sesak itu, menurut Rumah Sakit al-Awda di dekatnya, yang merawat korban. Di antara yang tewas terdapat 13 anak di bawah usia 18 tahun dan tiga perempuan.
Serangan baru Israel di Gaza Utara yang dimulai sejak 6 Oktober, menurut Bassal, telah menewaskan 770 orang. Ribuan orang telah melarikan diri ke tempat yang relatif aman di selatan jalur itu dalam beberapa hari terakhir.
Badan pertahanan sipil mengatakan pada hari Kamis bahwa mereka terpaksa menghentikan operasi di Gaza Utara setelah apa yang disebutnya ancaman dari militer Israel untuk mengebom dan membunuh kru penyelamat yang bekerja di kamp Jabaliya, fokus serangan baru Israel.
"Tiga pekerja terluka dan lima lainnya ditangkap oleh tentara Israel, serta satu-satunya mobil pemadam kebakaran milik kru itu hancur oleh tembakan tank," sebut badan itu.
Seorang petugas medis tewas oleh tembakan Israel dan seorang lainnya ditahan dalam perjalanannya ke tempat kerja, menurut Rumah Sakit Indonesia, salah satu dari tiga fasilitas medis yang masih beroperasi di daerah itu pada hari Kamis.
Israel mengatakan operasi itu diperlukan untuk mencegah Hamas berkumpul kembali dan membantah tuduhan bahwa mereka bermaksud mengusir 400.000 orang yang masih tinggal di sepertiga utara Gaza. Israel telah membagi Jalur Gaza menjadi dua dengan membangun koridor Netzarim, yakni zona utara dan zona selatan.
Wartawan Kembali Jadi Target
Serangan terbaru terhadap sebuah sekolah yang menampung pengungsi di Jalur Gaza terjadi ketika jaringan televisi Qatar, Al Jazeera, menuduh Israel menjadikan wartawannya yang melaporkan dari Gaza Utara sebagai sasaran.
Pada hari Rabu, militer Israel menerbitkan dokumen yang menurut mereka ditemukan di Jalur Gaza dan membuktikan bahwa enam wartawan Al Jazeera memiliki afiliasi militer dengan Hamas atau Jihad Islam Palestina. Dokumen-dokumen itu tidak dapat segera diverifikasi secara independen.
Dalam pernyataannya pada hari Kamis, Al Jazeera menyebutkan tuduhan Israel itu "kriminal, kejam, dan tidak bertanggung jawab" dan "bagian dari pola permusuhan yang lebih luas". Beberapa wartawan Al Jazeera telah tewas dibidik Israel dalam perang di Jalur Gaza, kematian yang oleh militer Israel disangkal sebagai tindakan yang disengaja.
Israel melarang Al Jazeera siaran awal tahun ini karena apa yang disebutnya "alasan keamanan". Tidak hanya itu, Israel juga menyerbu kantornya di Tepi Barat yang diduduki.
Komite Perlindungan Jurnalis mengatakan via X bahwa tuduhan Israel merupakan pencemaran nama baik terhadap jurnalis Palestina dengan label teroris yang tidak berdasar.
Advertisement