Liputan6.com, Jakarta Pernahkah mengalami momen panik karena ketinggalan handphone? Saat ini, kehilangan ponsel seringkali lebih mengkhawatirkan dibandingkan dompet.
Di era teknologi yang serba praktis ini, ponsel telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, memungkinkan kita untuk melakukan berbagai hal, termasuk bertransaksi.
Advertisement
Salah satu inovasi yang sangat membantu adalah pembayaran digital melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Diluncurkan pada 17 Agustus 2019, QRIS menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa baik dari segi transaksi maupun jumlah pengguna.
Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir, transaksi QRIS meningkat sebesar 226,54%. Saat ini, jumlah pengguna mencapai 50,50 juta, dengan 32,71 juta merchant yang telah bergabung.
Menurut Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) pada Maret 2024, total nominal transaksi berbasis QRIS mencapai Rp42 triliun, angka tertinggi sejak peluncuran QRIS. Sebagian besar merchant yang menggunakan QRIS berada di Pulau Jawa, dengan Jawa Barat menduduki posisi teratas, diikuti oleh DKI Jakarta, Jawa Timur, dan daerah lainnya.
QRIS semakin populer di kalangan masyarakat sebagai metode transaksi yang praktis. Dengan hanya mengarahkan kamera ponsel ke kode QR, pembayaran dapat dilakukan dengan cepat dan mudah, tanpa perlu uang tunai atau kartu fisik.
Hal ini menguntungkan baik bagi pembeli maupun penjual, karena prosesnya menjadi lebih sederhana dan efisien, menghilangkan kerumitan mencari uang kembalian.
Semua Pakai QRIS
Ramai-ramai semua beralih pakai QRIS, bahkan kini pedagang kaki lima pun menggunakannya. Dengar cerita salah satu tukang Cilor di Jakarta ini. Cokro namanya.
Ia tengah sibuk menggulung telur di penggorengan dengan lidi terbalut cimol. Sudah bertahun-tahun menjalani profesi sebagai pedagang cilor (aci telor) di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Namun, ada yang berbeda dari gerobak Cilor yang Cokro miliki.
Tepat di depan gerobaknya, tertempel sebuah kertas berisi barcode atau kode respons cepat (quick response/QR) yang bisa dipindai dengan aplikasi teknologi finansial (tekfin) pembayaran. Ya, Cokro tak ingin ketinggalan dengan kemajuan teknologi pembayaran saat ini.
"Jadi kalau mau beli Cilor bisa bayar non tunai tinggal scan," ujar lelaki 31 tahun itu.
Semula, dalam sehari Cokro mengantongi maksimal Rp300 ribu pendapatan kotor dari berdagang Cilor sejak pagi hingga menjelang malam. Setelah menggunakan QRIS, ia bisa mengantongi Rp400-500 ribu sehari.
"Pendapatan bisa naik karena calon pembeli yang tak membawa uang cash, kini bisa membeli pakai QRIS, cuma scan saja dengan ponsel," ungkapnya.
Pembayaran lewat QRIS, juga memudahkan ketika pedagang tak punya uang kembalian. Belum ada kendala berarti saat menerapkan QRIS. Hanya saja, perlu sinyal internet yang stabil dan harus rajin-rajin mengecek ponsel untuk mengetahui uang dari pembeli benar-benar masuk.
Soal butuh sinyal internet stabil memang diperlukan ketika transaksi menggunakan QRIS. Tak hanya dari sisi penjual, pembeli pun terkadang mengalaminya.
"Ya kadang kalau jaringan tidak bagus suka gagal, tapi untuk di kota-kota besar sih sejauh ini lancar, kecuali di daerah-daerah yang sinyalnya masih agak susah," ujar Maria Fransiska, pegawai swasta yang sehari-sehari menggunakan QRIS dalam bertransaksi.
Wanita 39 tahun yang doyan traveling ini mengaku, kini di berbagai pelosok Indonesia sudah banyak yang menggunakan sistem QRIS. Salah satunya, UMKM yang menjual cinderamata di tempat wisata. Bahkan pedagang di pasar tradisonal juga sudah menyediakan QRIS.
"Kita gak usah repot bawa-bawa cash, dan jaringan sinyal pun sekarangan ok banget, sudah gak masalah," ungkap Maria.
Kesuksesan QRIS tak terlepas dari upaya pemerintah membuat setiap jengkal tanah Indonesia merdeka sinyal. Tentunya membuat transaksi digital itu bisa dilakukan di mana dan kapan saja, tanpa ada kesulitan.
Advertisement
Potensi Ekonomi Digital
Menurut Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie, Indonesia memiliki potensi besar untuk digital ekonomi, yakni senilai 800 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp12.096,8 triliun.
Selain itu, kata dia, nilai ekonomi digital Indonesia pada 2030 diperkirakan mencapai 360 miliar dollar AS, bahkan bisa mencapai 366 miliar dollar AS.
Untuk itu pemerintah terus menyediakan infrastruktur pendukungnya. Jaringan internet misal, yang kini sebarannya sudah hampir ke seluruh pelosok Tanah Air.
Kehadiran Satelit Republik Indonesia (Satria) juga memperkuat transformasi ekonomi digital, termasuk mendukung digitalisasi sistem pembayaran terutama di daerah yang belum terjangkau jaringan internet.
Lihatlah data terbaru BAKTI Kominfo. Hingga akhir 2023 total daerah yang sudah tersentuh akses internet mencapai 18.697 lokasi. Dari jumlah itu, 4.063 lokasi menggunakan akses internet Satria. Sisanya, 14.634 lokasi memakai akses internet Non-Satria.
Bicara soal lokasi sebaran akses internet hingga saaat ini, berdasarkan data terbaru Kementerian Informasi dan Komunikasi, jumlahnya merata hampir di setiap pulau. Sebagai pulau paling barat Indonesia, Sumatera sudah memiliki 4.527 lokasi. Lalu di timur Nusantara, Papua sudah punya 2.805 lokasi akses internet.
Ribuan akses internet juga sudah hadir di pulau-pulau lain. Kalimantan sampai akhir tahun lalu punya 2.130 akses internet, Sulawesi 2.672 akses internet, Jawa 2.142 akses internet, Maluku 1.426 akses internet dan Bali-Nusa Tenggara sudah tersedia 2.995 akses internet.
Pembangunan infrastruktur jaringan fiber optik juga turut digenjot. Berdasarkan data Komninfo per Juni 2024, tercatat sudah ada 12.229 kilometer panjang jaringan serat optik Palapa Ring yang menjangkau 57 kabupaten/kota di Indonesia.
Adapun capaian infrastruktur Fixed Broadband Nasional pada kuartal 4 tahun 2023, mencapai 68,5 persen jangkuan serat optik (ODP) hingga kecamatan.
Penambahan kapasitas satelit nasional juga terus bertambah, dari 39,287 Gbps di 2020, naik menjadi 261,85 Gbps pada 2024.
Penetrasi internet ke seluruh negeri juga mencapai kecepatan yang membanggakan. Catatan Kementerian Kominfo, layanan 5G sudah tersedia di 56 kota/kabupaten di Indonesia. Akses internet super cepat ini juga telah hadir di Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Kecepatan internet Indonesia itu meningkat 10 kali lipat. Pada 2014, kecepatan kita baru 2,5 Megabyte per second (Mbps), sekarang sudah 25 Mbps. Pada 2030, kami target bisa mencapai 100 Mbps," ungkap Budi Arie.
Lindungi Data Pribadi
Dalam pembayaran digital, peran Kementerian Komunikasi dan Informasi selain menyediakan infrastruktur jaringan internet, yakni memberikan perlindungan data pribadi untuk memanfaatkan keamanan bertransaksi.
Mulai dari menerapkan tiga aspek keamanan data; kerahasiaan, keaslian dan ketersediaan. Kemudian membentuk ousat respon insiden siber kominfo (CSIRT) dan menetapkan Data Protector Officer untuk pelindungan data pribadi.
Berdasarkan laporan National Cyber Security Index (NCSI), Indonesia meraih penilaian sebesar 64 poin dari skor maksimal 100 poin untuk indeks keamanan data pada 2023, naik dibandingkan 2020 yang hanya menyentuh 39 poin, dan hanya 19 poin pada 2018. Saat ini Indonesia menduduki peringkat 49 di NCSI.
(*)
Advertisement