Liputan6.com, Jakarta - Museum bukan lagi sekadar ruang diam dan sepi yang menyimpan koleksi, tapi akan dikemas lebih atraktif serta jadi ruang inklusif bagi pengunjung. Bahkan untuk menggaet dan mendekatkan dengan generasi muda, museum kini dikemas serelevan mungkin dengan zaman.
Mewadahi berbagai museum dan cagar budaya, Indonesia kini punya lembaga Indonesia Heritage (IHA), yang membantu proses transformasi tersebut. Ketua Tim Museum dan Galeri Indonesia Heritage Agency, (IHA) Zamrud Setya Negara mengungkapkan untuk itu IHA melibatkan pendekatan yang komprehensif dan terstruktur untuk meningkatkan relevansi dan daya tarik museum bagi masyarakat.
Advertisement
"IHA mengimplementasikan Konsep Reimajinasi, yang mencakup tiga pilar utama:reprogramming (pemrograman ulang), redesigning (merancang kembali), (perkuatan tata kelola kelembagaan)," sebutnya dalam wawancara tertulis dengan Tim Lifestyle Liputan6.com pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Menurutnya reprograming ini mengubah narasi besar yang disampaikan museum, dari sekadar tempat penyimpanan barang-barang bersejarah menjadi ruang edukasi yang interaktif. Pengunjung diundang untuk memahami sejarah dan warisan budaya dengan cara yang lebih menarik dan kontekstual, sehingga mereka dapat lebih terhubung dengan kisah yang disampaikan.
"Pengalaman ini diharapkan bisa menginspirasi generasi muda untuk mengeksplorasi dan mempelajari lebih lanjut tentang warisan mereka," cetusnya.
Kemudian IHA juga berangsur-angsur merenovasi museum dan cagar budaya. Tapi tujuannya untuk meningkatkan estetika, ruang pameran disusun dengan tata letak yang lebih modern. Transformasi museum juga memanfaatkan teknologi dan desain inovatif untuk memberikan pengalaman yang lebih interaktif, yang membuat museum lebih menarik sebagai destinasi edukasi dan rekreasi.
Mengubah Persepsi Publik Tentang Museum
Lebih lanjut, Zamrud mengatakan, Ttransformasi 18 museum dan 34 cagar budaya di bawah naungan IHA menghadapi tantangan yang beragam. Namun langkah-langkah positif terus diambil untuk menciptakan pengalaman yang lebih relevan dan menarik bagimasyarakat.
Salah satu fokus utama adalah mengubah persepsi publik mengenai museum sebagai lebih dari sekadar “tempat penyimpanan” artefak danbenda bersejarah. Melalui pengembangan narasi yang menarik, museum berupaya menunjukkan bagaimana koleksi mereka dapat memberikan wawasanyang mendalam tentang sejarah dan budaya Indonesia saat ini.
Di sisi lain, peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga menjadi fokus penting IHA, dengan membuat pelatihan dan kolaborasi dengan para ahli di bidang kuratorial dan konservasi dilakukan untuk memastikan pengelolaan yang profesional serta efektif. Pelatihan menggandeng museum lain seperti Smithsonian, Shanghai Art Collections Museums(SACM), dan France Museums Developpement (FMD).
Lalu tak kalah penting, untuk membangun relevansi dengan generasi masa kini, adaptasi dan inovasi teknologi merupakan penerapan yang penting untuk dilakukan. Menurutnya memanfaatkan teknologi digital, museum dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan memberikan pengalaman interaktif yang menarik, terutama bagi generasi muda.
"Museum dan galeri juga diupayakan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan tren komunikasi modern," sambungnya lagi.
IHA juga mengajak seniman untuk kolaborasi dalam transformasi museum. Salah satunya kolaborasi dengan Jakarta Illustration Creative and Art Fair (JICAF) yang melibatkan tujuh ilustrator muda Indonesia. Mereka turut berpartisipasi dalam mengaplikasikan konsep reimajinasi melalui ragam karya dan produk yang diminati publik, terutama generasi muda
Advertisement
Kata Kurator Soal Transformasi Museum
Kurator Muda dari Museum Ullen Sentalu, Jonathan Haryono, mengungkapkan berdasarkan perkembangan teori, konsep, dan praktis di dunia permuseuman, transformasi utama yang dilakukan museum di seluruh dunia adalah tidak lagi berfokus pada koleksi saja melainkan menggeser fokus kepada publiknya, yakni dengan berperan aktif di tengah masyarakat dan perubahannya. Konsep ini disebut sebagai ‘the new museology’.
Menurutnya, museum Indonesia masa kini mulai aktif menjangkau dan hadir di tengah masyarakat. Isu-isu kekinian yang selaras dengan museum atau perkembangan dunia telah diangkat di ruang-ruang museum. Ada pula program-program publik yang menjangkau ragam rentang usia, pemanfaatan teknologi digital untuk menciptakan engagement, hingga komunikasi menembus tembok museum melalui media sosial.
"Mengubah wajah museum yang dulu dikenal kuno menjadi happening dan akrab bagi masyarakat," sebutnya dalam wawancara tertulis pada Jumat, 26 Oktober 2024.
Secara nyata misalnya, galeri terbaru Ullen Sentalu bernama ‘Skriptorium’ memamerkan koleksi karya akademis dan riset tentang lini masa sejarah bumi Jawa. Meneurutnya Museum Ullen Sentalu sejak tahun 2023 rutin mengadakan program ‘Ullen Sinau’(sinau: belajar-Bahasa Jawa).
Ia menuturkan bahwa Museum Ullen Sentalu yang dulunya mengedukasi publik melalui tur edukasi berpemandu, kini menciptakan forum, momentum, dankomunitas akademisi yang bisa diikuti oleh siapa saja. Dalam program ini, museum dan publik atau komunitas belajar bersama-sama mengenai sejarah, seni, dan budayaJawa dengan topik yang berbeda-beda setiap bulannya.
Selain itu, menurutnya karya-karya riset Ullen Sentalu juga dikemas dalam bentuk konten media sosial Instagram dan X yang bertautan dengan blog Ullen Sentalu untuk menjangkau lebih banyak lagi publik yang tertarik dan mencintai sejarah, seni, dan budayabangsa.
Lebih jauh Museum Ullen Sentalu yang memiliki visi untuk konservasi dan edukasi sejarah, seni, dan budaya bangsa masih mengeksplorasi ragam program dan metode pamer agar publik di satu sisi menikmati kunjungan dan di sisi lain juga teredukasi secara maksimal.
"Pengembangan kawasan dan koleksi, penciptaan program, kolaborasi dengankomunitas, serta tur berpemandu dengan topik khusus masih terus dikembangkanoleh departemen kuratorial dan riset Museum Ullen Sentalu," tutup Jonathan.
Antusiasme Pengunjung Museum Setelah Transformasi
Kepala Vredeburg Museum, M Rosyid mengungkapkan, setelah bertransformasi, antusiasme pengunjung yang datang mengalami tren positif kenaikan. "Bulan lalu naik 6,7 persen dari bulan yang sama di tahun 2023, antusiasme pihak luar untuk berkegiatan juga naik, seperti peminjaman ruang untuk kegiatan," katanya saat wawancara melalui sambungan telepon dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 24 Oktober 2024.
Bahkan dengan penyesuaian tarif, lamban-laun pengunjung bisa memahami value sebuah museum yang makin relevan untuk dikunjungi sebagai tempat wisata dan edukasi. Sejak 19 juli 2024, yaitu penyesuaian weekdays untuk anak-anak Rp10 ribu dan dewasa Rp15 ribu, serta untuk Warga Negara Asing (WNA) Rp35 ribu untuk weekday dan Rp50 ribu saat weekend.
Menurutnya paradigma pengelolaan museum kini menjadi public oriented, khususnya penguatan pengenalan museum kepada Gen Z dengan mengakomodir pengetahuan tentang museum yang selalu dinamis pengembangannya. "Sekarang sasarannya Gen Z dan itu telah terbukti dengan anak muda ikut orangtua ikut, anak ikut," terangnya.
Jika mengunjungi Yogyakarta dan lewat Museum Vredeburg, Anda akan melihat fasad bagian depan museum yang berbeda dan lebih tersorot dari jalanan kota. Kemudian di halaman sebelah utara ada penambahan kafe dan di sisi selatan kini menjadi ruang parkir khusus pengunjung dengan penataan taman yang jadi tempat favorit muda-mudi untuk melihat senja dengan bangunan kantor pos.
Ada pula roof top museum yang akhirnya digunakan pengunjung untuk melihat titik Nol KM Museum Benteng. Pada ruang pameran, Museum Vredeburg juga merenovasi lantai dengan penataan ulang terkait pencahayaan. "Kita juga tambahan karya seni agar penyampaian sejarah bagi pengunjung lebih mudah dan penggunaan touch screen sebagai penampilan terbaru," papar Rosyid terkait perwajahan baru Museum Vredeburg.
Advertisement